Sifat Ulama dan Umarok Urang Ampek Jinih di Minangkabau dalam Membumikan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah

Taklim Ramadhan Hari Ke-19

Oleh: Amri Zakar Mangkuto Malin, SH, M.Kn

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْه ُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اما بعـد.

Selamat menjalankan ibadah Puasa Ramadhan kepada orang beriman yang akan dijanjikan peringkat tertinggi dalam iman yaitu “ INSAN MUTTAQIN”.

Selama Ramadhan 1446 H ini, kajian kita akan berlangsung selama Ramadhan melalui “Jendala Ramadhan Taklim Top Sumbar”.

Marilah kita meningkatkan kualitas ibadah wajib dan Sunnat selama Ramadhan karena bagian dari bentuk syukur kepada Allah dan rasulNya, agar pada akhir Ramadhan nanti kita meraih titel MUTTAQIN dan tidak lupa berselawat kepada Nabi kita tercinta MUHAMMAD SAW dengan ucapan “Allahuma shalli alaa Muhammadin wa ala ali a Muhammad”.

Kaum muslimin Pembaca Top Sumbar Yang berbahagia.

Pada kajian Ramadhan kali ini kita khususkan untuk mangambang lapiak pemangku adat di Minangkabau yang dikenal dengan “URANG AMPEK JINIH” MEREKA ADALAH PANGULU, MALIN, MANTI, DUBALANG.

Mereka sudah berkewajiban secara adat sesuai perintah Allah untuk menjadi pilar penting pagar adat salingka Nagari di Minangkabau sekaligus menjalankan perintah Allah SWT untuk MENYERU KEPADA YANG MAKRUF DAN MENCEGAH KEMUNGKARAN dalam kaum adat: ”Hendaklah ada di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Ali ‘Imran · Ayat 104).

Menurut  https://masjidraya.sumbarprov.go.id menuliskan bahwa urang ampek jinih adalah :

PERTAMA : PENGHULU atau PANGULU, berasal dari kata hulu di tambah awalan pe(ng). Hulu artinya kepala, hulu dari muara segala persoalan, awalan pe(ng) menyatakan tugas berada di tataran atas/hulu penyelesaian persoalan adat.

Penghulu merupakan ninik mamak kepala kaum yang dipilih atau diangkat menurut ketentuan adat nagari. Sebagai kepala atau pemimpin, penghulu berkewajiban dan bertanggung jawab memelihara anak kemenakan dan nagari.

Dalam ungkapan adat dinyatakan bahwa kewajiban penghulu itu adalah “kusuik ka manyalasaikan, karuah ka manjaniahkan” (kusut menyelesai-kan, keruh menjernihkan).

KEDUA adalah MANTI atau MONTI
Sering disebut sebagai Menteri yang tugasnya menyelesaikan segala persoalan dan silang sengketa kaum dan sengketa adat. tugasnya dalam bidang pemerintahan adat, melaksanakan dan mengawasi orang atau keluarga dalam suku yang memakai adat, baik adat nan teradat, adat nan diadatkan ataupun adat istiadat.

KETIGA adalah MALIN atau ULAMA/USTAD.
Malin adalah seorang pembantu penghulu dalam bidang agama. Tugasnya mengurus persoalan keagamaan anak kamanakan. la yang mengajarkan ajaran syarak mangato untuk dipakai dalam adat. Ia mengajar masyarakat empat nilai syarak yakni hakekat, tarekat, syari’at dan ma’rifat. Mengajar mengaji Al-Qur’an, mengajar rukun syarat ibadat seperti taharah (bersuci), salat, puasa, zakat dan hajji, yakni rukun Islam yang lima serta mengajarkan akidah iman dan tauhid serta akhlak mulia.

Karena itu malin peranannya disebut tagak di pintu agama. Yang akan bekerjasama dengan orang jinih nan-ampek yakni; IMAM, KATIK, BILA DAN QADHI.

KEEMPAT adalah DUBALANG atau Penegak Hukum.
Dubalang adalah seorang pembantu penghulu dalam bidang keamanan. Dubalang berasal dari kata hulubalang, yang bertugas menjaga kemanan baik dalam lingkungan kaum sukunya maupun kemananan dalam lingkungan nagari. Kalau terjadi kekacauan dan huru hara dubalang di baris depan mengamankannya, kadang-kadang tantangannya berat, tidak saja mengancam sakit pada tubuhnya bahkan mengancam jiwanya. Karena itu dubalang disebut tagak di pintu mati.

Membaca TITEL dari urang AMPEK JINIH tersebut apabila setiap jabatan menjalankan fungsi maka sudah sama dengan suatu PEMERINTAHAN mulai dari tingkat Nagari atau Desa, Kota/Kabupaten, Provinsi dan Pemerintahan Negara.

Memiliki keempat ciri tersebut dan semuanya ada dalam AMPEK JINIH, yaitu Pengulu adalah kepala Pemerintahan sistem hukum adat, Manti atau Monti adalah ibaratnya Menteri atau kepala Dinas pada pemerintahan Kabupaten, Malin adalah pada ulama, ustad dan pemuka agama dan Dubalang adalah petugas keamanan mulai dari Polisi, TNI, Jaksa, hakim dan satpol PP kesemuanya diwakili oleh satu jabatan yaitu Dubalang.

FALSAFAH ABS-SBK ADALAH INTISARI DARI NILAI-NILAI AGAMA YANG DIJADIKAN ADAT MINANGKABAU YANG DITUANGKAN DALAM PERJANJIAN “BUKIT MARAPALAM’

Sebagaimana ditulis oleh https://kumparan.com  mengutip pendapat Van den Berg dengan konsepnya: “reception in comflexu,” menjelaskan bahwa; “norma-norma adat merupakan penyaringan dari prinsip dan norma-norma syariah, sehingga norma-norma adat adalah resepsi dari norma-norma islam.” Yang dituangkan dalam Konsensus antara adat dan islam pasca konflik padri dituangkan dalam perjanjian “Bukit Marapalam,” yang fenomenal itu dan termanifestasi dalam adigium ; “Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah”.

Masyarakat Minangkabau meyakini bahwa di dalam sistem sosial mereka, islam dan adat telah terjalin dengan baik. Prinsip ini kemudian diturunkan dalam pepatah; “SYARA’ MANGATO, ADAT MAMAKAI” yang bermakna segala bentuk ajaran agama, khususnya yang bersumber dari Al-Quran dan Hadis Nabi diterapkan melalui adat; atau pepatah lain; “SYARA’ BATALANJANG, ADAT BASISAMPIANG,” yang bermakna apa yang dikatakan agama adalah tegas dan terang, tetapi setelah diterapkan dalam adat, dibuatlah peraturan pelaksananya yang sebaik-baiknya. Atau pepatah lain; “ADAT YANG KAWI, SYARAK YANG LAZIM,” yang bermakna; adat tidak akan tegak jika tidak diteguhkan oleh agama, sedangkan agama sendiri tidak akan berjalan jika tidak dilazimkan.

Dengan sejarah tersebut jelaslah dalam ADAT MINANG sudah terdapat AJARAN ISLAM  sehingga dengan beradat berarti mengamalkan Islam, dan MENDAKWAHKAN ADAT berarti menjadi bagian dari perintah dakwah dalam islam.

PENYERAPAN ISLAM KE DALAM HUKUM ADAT TERJADI SECARA PERLAHAN LAHAN SEBAGAIMANA TURUNNYA AYAT ALQURAN KEPADA NABI MUHAMMAD SAW

Sebagaimana dituliskan oleh Witrianto dalam repo.unand.ac.id  bahwa Setelah Islam masuk ke Minangkabau, agama islam ini tidak serta merta menjadi agama masyarakat. Sebab Islam berkembang di Minangkabau secara perlahan-lahan. Cara ini dilakukan karena tidak mudah mengubah keyakinan suatu masyarakat dengan cepat, apalagi Islam masuk ke Minangkabau dengan cara damai, bukan dengan paksaan. Salah satu buktinya adalah adanya kerajaan Pagaruyung  yang mana Raja-raja yang sebelumnya beragama Buddha beralih memeluk Islam.

Salah satunya Sultan Alif Khalifatullah berasal dari keluarga raja Pagaruyung, bukan datang dari luar. Dia diangkat sebagai raja oleh Basa Ampek Balai dan Rajo-rajo Selo. Sesuai dengan ajaran Islam, hampir semua nama generasi masa itu disesuaikan dengan nama- nama yang berbau Islami.

Begitu juga penggantinya  Sultan Abdul Jalil adalah Yang Dipertuan Rajo Basusu Ampek bergelar Raja Alam Muningsyah  digantikan Sultan Ahmad Syah dengan corak pemerintahan Hukum Islam dan hukum adat, lazim disebut “Tungku nan Tigo Sajarangan”, atau “Tali Tigo Sapilin”. Ada tiga orang raja yang berkuasa, yaitu Raja Adat di Buo, Raja Ibadat di Sumpurkudus, dan Raja Alam di Pagaruyung. Ketiganya disebut juga “RAJO NAN TIGO SELO”.

Sehingganya menurut https://www.kompasiana.com adat minang adalah Adat Basandi Syarak juga menunjukkan bahwa ajaran Islam merupakan fondasi atau landasan utama dalam pembentukan hukum adat Minangkabau.

Dengan demikian, hukum adat yang berlaku di Tanah Minang tidak bertentangan dengan ajaran Islam, melainkan mencerminkan harmonisasi antara nilai-nilai budaya lokal dan ajaran agama. Bahkan menurut https://news.detik.com  menyebutkan bahwa Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2022 Tentang Provinsi Sumatera Barat.

Pada pasal 5 huruf ( c)  disebutkan bahwa: ”adat dan budaya Minangkabau berdasarkan pada nilai falsafah, adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah sesuai dengan aturan adat salingka nagari yang berlaku, serta kekayaan sejarah, bahasa, kesenian, desa adat/ nagari, ritual, upacara adat, situs budaya, dan kearifan lokal yang menunjukkan karakter religius dan ketinggian adat istiadat masyarakat Sumatera Barat (  https://peraturan.bpk.go.id) .

Menurut https://padang.pikiran-rakyat.com Prinsip Adat Basandi Sarak Sarak Basandi Kitabullah berarti bahwa adat mengambil landasan dan pedoman dari ajaran agama Islam yang terdapat dalam Kitabullah, yaitu Al-Qur’an. Ini menunjukkan bahwa adat atau budaya Minangkabau harus selalu sejalan dengan nilai-nilai Islam.

Kehadiran falsafah ABS-SBK memberikan proses dan akses kepada masyarakat untuk PERTAMA, membantu membangun harmoni antara agama dan budaya lokal sehingga masyarakat dapat MENJALANKAN ADAT TANPA BERTENTANGAN DENGAN PRINSIP ISLAM YANG MEREKA ANUT.

KEDUA, prinsip ini memperkuat dan menjaga keberagaman budaya di Indonesia. Karena Indonesia terdiri dari berbagai suku, etnis, dan adat istiadat.

PENGHULU YANG MENJADI BUYA DAN USTAD SANGAT DIRINDUKAN OLEH MASYARAKAT KAUM ADAT MENJADI JURU DAKWAH ISLAM

Menurut Musriadi Musanif seorang Wartawan Utama pada Harian Umum Singgalang dalam https://www.kiprahkita.com menuliskan catatan berjudul Hamka, Islam, dan Minangkabau. Menyebutkan bahwa tokoh besar dan ulama besar yang dikenal dengan Haji Abdul Karim Amrullah (HAMKA) adalah seorang PENGULU ADAT MINANG BERGELAR DATUK INDOMO, beliau memiliki pengetahuan adat Minangkabau yang cukup mendalam dan juga sebagai seorang ULAMA yang viral dengan sebutan BUYA.

Dalam buku Adat Minangkabau Menghadapi Revolusi, Hamka menegaskan, secara nyata beliau melihat, adat memang telah berubah dan tidak ada orang yang mesti disalahkan karena perubahan itu. Air telah gadang, karenanya tepian mesti berubah. “Saya memuji adat  dan MENCINTAI SISTEM HARTA PUSAKA.

Pengulu sebagai juru dakwah telah dicontohkan oleh Buya HAMKA sebagaimana disebutkan teman buya  dalam  https://panjimasyarakat.com menuliskan bahwa Buya H. Abdulmalik K.A. Dt.Indomo adalah ORATOR MUDA SEJAK tahun 1930-an sebagai singa podium yang disenangi dan digemari oleh masyarakat Minang dimana-mana, tapi dicurigai oleh pemerintah kolonial dan antek-anteknya.

PRINSIP DAKWAH DALAM PENERAPAN ABS-SBK

Berdasarkan surat  Ali Imran, 3 : 104. ”Maka urang ampek Jinih adalah urang yang paling dekat dengan kaumnya dan selalu berada ditengah kaumnya sesuai prinsip ADAIK SALINGKA NAGARI, sejalan dengan pituah adat minang, Anak dipangku [tanggung jawab kecil] kemenakan dibimbing [tanggung jawab besar], orang kampung dipatenggangkan (orang kampung diperhatikan dan dijaga) maka sudah saatnya urang ampek jinik memprogram SUMBER DAYA MANUSIA untuk menciptakan dan mengorbitkan Urang ampek Jinih sebagai penyeru kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar untuk menselaraskan adat dengan Kitabullah perlu pengetahuan adat dan pengetahuan agama yang mumpuni.

Karena Allah menciptakan manusia BERSUKU-SUKU sebagaimana disebutkan dalam alquran: ”Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. (surat Al Hujurat ayat 13).

Dari uraian di atas jelas dan terang Urang Ampek Jinih adalah orang yang paling tepat memposisikan diri sebagai JURU DAKWAH ISLAM karena adat Minangkabau disarikan dari ajaran islam bersumber dari alquran dan hadist serta kitab Allah sebelum islam.

Terutama untuk menjelaskan duduk persoalan dan yang sering dijadikan masalah tentang sistem kekerabatan bersuku-suku dan sistem pembagian warisan Harta Pusaka Tinggi (HPT)  yang tak bisa dibagi bagi dan diwarisi oleh kemenakan (penerus kaum) menunjukkan HPT adalah MILIK ALLAH yang hanya bisa dimanfaatkan bersama.

Sedangkan Harta Pusaka Rendah (HPR) dapat dibagi dan diwarisi oleh pasangan suami isteri dan anak-anak serta orangtua. Dan ahli waris itu tumbuh dan kembang menjadi urang ampek jinih secara TURUN TEMURUN dalam kaum sampai hari kiamat.

Sehingga ketika ada paham yang berpendapat sistem kekerabatan adat Minang menganut matrilineal (garis keturunan ibu) tidak sesuai dengan islam yang menganut sistem patrilineal (garis keturunan bapak) adalah PEMAHAMAN YANG KURANG LENGKAP karena garis keturunan matrilineal adalah untuk sistem kekerabatan adat dan pewarisan harta Pusaka Tinggi bukan harta pencarian orangtua yang menganut sistem islam, dengan tetap menjadikan bapak sebagai wali dan ditempat sebagai keluarga BAKO dalam adat yang hubungannya bertali nasab dari garis laki-laki.

Sukabumi, Rabu, 19 Maret 2025)

Penulis berprofesi sebagai Notaris dan PPAT serta dosen dan pendakwah

Pos terkait