TOPSUMBAR – Konflik kepemilikan lahan seluas 112 hektare di Desa Sido Mulyo, Kecamatan Tungkal Jaya, Kabupaten Musi Banyuasin, terus memanas.
Warga desa mengklaim tanah tersebut adalah milik mereka yang telah dirintis sejak 1984-1985, sementara pihak CV Jaya Duta Perkasa mengklaim sebagai pemilik sah berdasarkan sertifikat yang mereka miliki.
Menurut warga, tanah tersebut merupakan warisan turun-temurun dan dikuatkan dengan dokumen kepemilikan seperti Surat Pengakuan Hak (SPH) dan Sertifikat Hak Milik (SHM).
Selain itu, mereka juga memiliki surat pengolahan lahan pancung alas yang dikeluarkan oleh Kecamatan Bayung Lincir pada 5 Februari 1990 di Pangkalan Tungkal.
Kemudian pada tahun 1994-1996, lahan tersebut diambil alih oleh PT Bumi Harja Makmur yang bergerak di bidang pembuatan tepung tapioka.
Lalu, pada tahun 1996, lahan tersebut dikuasai oleh PT BSS dan sempat terjadi keributan.
Hingga pada tahun 2002-2003, PT Bumi Harja Makmur mundur dan lahan tersebut dikelola oleh masyarakat setempat dengan dijadikan sebagai lahan sawit mandiri.
Seorang warga yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan kekecewaannya karena lahan yang mereka garap kini telah dikuasai pihak lain.
“Itu tanah milik kami, warisan keluarga kami. Kami yang menanam sawit, tapi sekarang kami tidak bisa panen lagi. Jelas sekali, sekarang ada portal, pondok, dan alat berat yang mereka masukkan untuk membuat parit batas. Mereka bahkan memanen sawit yang kami tanam sendiri,” ujarnya, Minggu (9/3/2025).
Masyarakat setempat mengklaim bahwa tanah tersebut tidak pernah dihibahkan, diperjualbelikan, disita pengadilan, atau disertifikatkan dalam bentuk apa pun.
Berdasarkan surat Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nomor 270.200.16.06/X/2002, hasil overlay peta pendaftaran digital melalui aplikasi komputerisasi kegiatan pertanahan (KKP) pada 18 Oktober 2022 menunjukkan bahwa lahan tersebut belum dipetakan secara manual atau offline.
Hasil plot sementara juga mengindikasikan bahwa tanah tersebut tidak termasuk dalam Hak Guna Usaha (HGU).
Sementara itu, pihak CV Jaya Duta Perkasa melalui manajernya, Muktar Edi, mengklaim memiliki hak atas tanah tersebut berdasarkan 61 sertifikat yang mereka miliki sejak 2009.
Ia menyebut tanah tersebut diperoleh melalui proses jual beli dengan almarhum Daniat dan dilakukan di hadapan notaris Merleni, SH., M.Kn.
Adapun katanya, dari 61 sertifikat tersebut, 41 menjadi agunan di Bank BNI atas nama CV Jaya Duta Perkasa, dan 20 lainnya dikuasai oleh Muktar Edi cs.
Sementara itu, kepada tim media yang turun langsung ke lapangan, warga setempat mengatakan bahwa lahan tersebut telah dikelola sesuai prosedur pemerintah sejak awal dibuka.
Didampingi oleh masyarakat Desa Sido Mulyo, tim media meninjau langsung lokasi yang menjadi sengketa.
Dari keterangan warga, lahan tersebut diduga telah dikuasai secara sepihak oleh pihak yang mereka sebut sebagai mafia tanah, yakni kelompok yang berafiliasi dengan Muktar Edi dan rekan-rekannya.
Saat tiba di lokasi bersama dua warga yang memiliki hak atas lahan tersebut, tim media sempat dihentikan di sebuah portal yang dijaga oleh pihak yang diduga kelompok Muktar Edi cs.
Namun, setelah melakukan komunikasi, tim akhirnya diperbolehkan masuk oleh seseorang yang mengaku sebagai anggota Perkumpulan PMPB.
Salah satu perwakilan kelompok tersebut, yang diketahui bernama Gerin, warga Simpang Gas, memberikan pernyataan kepada media.
“Kami hanya menjalankan instruksi dari atasan untuk mengamankan lahan ini. Kami juga meminta agar warga Sido Mulyo tidak memasuki area ini demi menghindari bentrokan dengan pihak kami,” ujar perwakilan dari CV Jaya Duta Perkasa, Gerin, yang ditemui di lokasi.
Lebih lanjut, ia mengklaim bahwa pihaknya telah berupaya mengadakan mediasi pada 25 Januari 2025, namun warga tidak hadir dalam pertemuan tersebut.
“Kami sudah menempuh jalur hukum untuk menyelesaikan masalah ini, dan sudah ada upaya mediasi pada 25 Januari 2025, tapi pihak warga tidak hadir,” tambahnya.
Ia juga menegaskan bahwa kasus ini telah dibawa ke jalur hukum, sehingga pihak pengadilanlah yang akan menentukan siapa yang berhak atas lahan tersebut.
Di sisi lain, salah seorang warga yang enggan disebutkan namanya menyatakan keberatannya atas situasi yang terjadi.
“Itu tanah warisan kami, kami yang menanam sawit di sana, jadi kami berhak memanennya untuk kebutuhan hidup dan biaya sekolah anak-anak kami. Kami akan mempertahankannya sampai titik darah penghabisan. Sekarang lahan itu telah dikuasai pihak lain, kami tidak bisa lagi panen, padahal bukti-bukti kepemilikan kami jelas. Mereka bahkan sudah mendirikan portal, pondok, serta membawa alat berat untuk menggali parit sebagai pembatas. Lebih menyakitkan lagi, mereka juga memanen sawit yang kami tanam sendiri,” keluhnya.
Sementara itu, Kepala Desa Sido Mulyo, Suwito, turut memberikan tanggapan terkait konflik yang terjadi.
“Saya mengimbau warga yang memiliki lahan sengketa ini untuk menghindari bentrokan dengan pihak Muktar Edi cs. Sebaiknya kita tempuh jalur hukum agar tidak terjadi konflik fisik. Biarlah pengadilan yang menentukan siapa yang benar dan siapa yang salah,” tegasnya.
Ia juga menyampaikan kekhawatirannya terhadap situasi yang semakin memanas.
“Saya sangat khawatir jika warga tidak dapat menahan emosi, yang akhirnya bisa memicu bentrokan. Semoga permasalahan ini segera menemukan titik terang tanpa adanya pertumpahan darah,” pungkasnya.
(Sutikno)
Dapatkan update berita terbaru dari Topsumbar. Mari bergabung di Facebook Topsumbar News Update, caranya klik link https://facebook.com/updatetopmedia kemudian ikuti. Anda harus instal aplikasi Facebook terlebih dulu di ponsel