Sembilan Ciri-Ciri Umara dan Ulama yang Meraih Taqwa dan Sorga dalam Menjalankan Jabatan

Taklim Ramadan Hari Ke-22

Oleh: Amri Zakar Mangkuto Malin, SH, M.Kn

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
إِنَّ الحَمْدَ لِله، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُه، ونَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلَا هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أنْ لَا إلهَ إلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.
اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى هَذا النَّبِيِّ الكَرِيمِ، وَعَلَى آلِهِ وَأصْحَابِهِ الطَّيِّبِينَ الطَّاهِرِينَ.
. اما بعـد

Selamat menjalankan ibadah Puasa Ramadan kepada orang beriman yang akan dijanjikan peringkat tertinggi dalam iman yaitu “ INSAN MUTTAQIN”.

Selama Ramadan 1446 H ini, kajian kita akan berlangsung selama Ramadan melalui “Jendela Ramadan Taklim Top Sumbar”.

Marilah kita meningkatkan kualitas ibadah wajib dan Sunnat selama Ramadan karena bagian dari bentuk syukur kepada Allah dan rasulNya, agar pada akhir Ramadan nanti kita meraih titel MUTTAQIN dan tidak lupa berselawat kepada Nabi kita tercinta MUHAMMAD SAW dengan ucapan “Allahuma shalli alaa Muhammadin wa ala ali a Muhammad”.

Pembaca Top Sumbar Yang bertaqwa

Ulama adalah Pemimpin Umat dalam menyampaikan Alquran dan Hadist sebagaimana tugas Rasulullah SAW yang didapat atas KEINGINAN SENDIRI KARENA TIDAK ADA PEMILIHAN ULAMA, sedangkan Umara adalah Pemimpin yang DIPILIH BERSAMA dengan mekanisme Pemilihan seperti PEMILU.

Pemimpin bukan hanya Ulama dan Umara tetapi SETIAP ORANG adalah PEMIMPIN sehingga bila seseorang jadi Pemimpin dia MERANGKAP jabatan kepemimpinan, yaitu MEMIMPIN DIRI SENDIRI, MEMIMPIN KELUARGA dan seterusnya sesuai BANYAK JABATAN DAN STATUS sosial kepemimpinannya.

Semua jabatan itu akan diminta pertanggung jawaban oleh ALLAH SWT, sebagaimana hadist :
كلكم راع وكلكم مسؤول عن رعيته
“Setiap orang adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya. (HR. Bukhori).

Sehingganya pada kajian ini antara ulama dan umara keduanya ADALAH PEMIMPIN dengan tanggungjawab yang berbeda, tetapi sama-sama bertanggungjawab kepada Allah SWT.

FITNAH ULAMA YANG MENDEKATI PENGUASA DAN DICINTAI ALLAH JIKA PENGUASA YANG DATANG KE ULAMA

Antara ulama dan umara harus ada sinergi atau silaturahmi yang baik,begtu juga antara ulama dengan umat dan umara dengan yang dipimpinnya, sebagaimana dituliskan https://kepri.kemenag.go.id bahwa “Ulama dan Umara Tak Bisa Dipisahkan, Keduanya Harus Bersinergi Membangun Negeri dan antara Ulama dan Umara tidak boleh pecah. Harus dekat, harus bersatu, untuk anak cucu kita kemudian hari. Kalau bukan kita yang berbuat hari ini siapa lagi”.

Sedangkan Menurut  https://nu.or.id dengan judul tulisan ”Maksud Ulama akan Kehilangan Otoritasnya ketika Berkolaborasi dengan Pemerintah. Bahkan Rasulullah. bersabda,….. “Iyyâkum wa abwâbi as-sulthân (Jauhilah oleh kalian pintu-pintu penguasa).” (HR al-Baihaqi).

Kolaborasi dimaksud lebih kepada adanya Ulama yang meminta JABATAN KEPADA UMARA sehingga KEBENARAN YANG MESTI DISAMPAIKAN DITUKAR DENGAN HUKUM DUNIA.

Maka apabila ulama mendekati pintu penguasa maka akan muncul FITNAH YANG BERKEPANJANGAN. Hal itu dapat dirasakan akhir-akhir ini bahwa ulama dengan berbagai status sosial seperti ustad, buya, kyai, gus dan sebagainya seakan berlomba lomba untuk meraih pintu penguasa, sehingga begitu ada pergantian kepemimpinan maka ULAMA AKAN ADA YANG DIMINTA MENGISI JABATAN TERTENTU?

Sebagaimana dikemukakan oleh  https://alwaie.net  menuliskan “Fitnah  Mengintai Siapa Saja yang Mendatangi Pintu Penguasa”.

Dalam riwayat yang lain, Rasulullah SAW bersabda: Artinya, “Jika kamu melihat orang alim berbaur dengan penguasa, maka ketahuilah bahwa dia adalah pencuri.” (HR Abu Hurairah).

Pada hadist lain disebutkan:
… وَمَنْ أَتَى أَبْوَابَ السُّلْطَانِ افْتُتِنَ وَمَا ازْدَادَ عَبْدٌ مِنْ السُّلْطَانِ قُرْبًا إِلَّا ازْدَادَ مِنْ اللَّهِ بُعْدًا
“…dan siapa yang mendatangi pintu-pintu penguasa niscaya terkena fitnah. Tidaklah seorang hamba makin dekat dari penguasa kecuali makin jauh dari Allah.” (HR Ahmad, Abu Dawud, al-Baihaqi, Ibnu ‘Adi dan al-Bukhari).

Dan dalam hadist: ”Sesungguh Allah mencintai penguasa (pemerintah) yang mendatangi ulama. Dan (Allah) membenci ulama yang mendatangi penguasa, karena ulama ketika dekat dengan penguasa akan senang pada dunia, namun jika penguasa yang mendekati ulama maka mereka akan senang pada akhirat.” (HR ad-Dailami).

ULAMA DAN UMARA KEDUANYA WAJIB DITAATI BUKAN TANPA BATAS

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ وَأُو۟لِى ٱلْأَمْرِ مِنكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.” (Q.S. An-Nisa: 59).

Dan batasan ketaatan kepada ulama dan umara adalah selama berbuat baik dan MENOLAK SERTA MEMBERANTAS KEBURUKAN DAN MAKSIAT YANG DILAKUKAN PENGUASA, sebagaimana hadist:”…..Tidak ada ketaatan di dalam maksiat, taat itu hanya dalam perkara yang ma’ruf”. [HR Bukhari dan  Muslim].

Kenapa demikian? Karena pemimpin yang melakukan maksiat akan MENYESATKAN, sebagaimana hadist : ”..Sesungguhnya yang aku khawatirkan pada umatku adalah imam-imam (tokoh-tokoh panutan) yang menyesatkan. [HR Abu Dawud, Ahmad dan al-Baihaqi].

CIRI-CIRI ULAMA DAN UMARA YANG MERAIH TAQWA DAN  DIRINDUKAN SORGA

Pertama
ULAMA DAN UMARA YANG MERUJUK KEPADA ALQURAN DAN HADIST TERHADAP MASALAH DAN PERKARA YANG DIDATANGKAN KEPADANYA

….Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka KEMBALIKANLAH IA KEPADA ALLAH (AL QURAN) DAN RASUL (SUNNAHNYA), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya (surah An Nisa ayat 59).

Kedua
ULAMA DAN UMARA YANG DIRESTUI PENDAPATNYA OLEH RASULULLAH SAW  DALAM MEMUTUS PERKARA

Dalam kecerdasan otak dan keberaniannya mengemukakan pendapat, Mu’adz hampir sama dengan Umar bin Khathab. Ketika Rasulullah SAW hendak mengirimnya ke Yaman, lebih dulu ditanyainya, “Apa yang menjadi pedomanmu dalam mengadili sesuatu, hai Mu’adz? “Kitabullah,” jawab Mu’adz. Bagaimana jika kamu tidak jumpai dalam Kitabullah?”, tanya Rasulullah pula., saya putuskan dengan Sunah Rasul. “Jika tidak kamu temui dalam Sunah Rasulullah?, saya pergunakan pikiranku untuk berijtihad, dan saya takkan berlaku sia-sia,” jawab Muadz.

Percakapan Muaz ini menjadi dasar dalam melakukan ijtihad atas hukum tetapi ada yang membuat pengertian luas yaitu ijtihad dalam HUKUM IBADAH, padahal jelas ijtihad hanya dibolehkan dalam hukum muamalah tentang pengambilan keputusan oleh pemimpin dalam suatu perkara, implementasinya sekarang adalah IJTIHAD HAKIM dalam memutuskan perkara yang dihadapkan kepadanya.

Ketiga
ULAMA DAN UMARA YANG MENJAGA LISAN DAN TINGKAH LAKUNYA

Ibnu Abbas r.a. yang berbunyi: “Surga merindukan 4 golongan yaitu orang yang membaca Al-Qur’an, SEORANG MUSLIM YANG MAMPU MENJAGA LISANNYA (UCAPAN) UNTUK TIDAK MENYAKITI ORANG LAIN, muslim yang memberi makan orang lapar, dan muslim yang melaksanakan puasa di bulan Ramadan.” (H.R. Abu Daud dan Tirmidzi).

Keempat
ULAMA DAN UMARA YANG MENJADIKAN ALLAH SEBAGAI TEMPAT MENENANGKAN KEJOLAK JIWA DAN MASALAH

Dalam Q.S. Ar-Rad ayat 28 yang artinya: “(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram”.

Kelima
ULAMA DAN UMARA YANG MENUNAIKAN PUASA DENGAN IMAN DAN TAQWA

Dari Sahl r.a. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Sesungguhnya di surga ada pintu yang dinamakan Ar-Rayyan. Orang-orang yang berpuasa, pada hari kiamat masuk dari pintu itu. Tidak dibolehkan seorang pun memasukinya selain mereka. Lalu dikatakan, ‘Di mana orang-orang yang berpuasa?’ Mereka pun bangkit, tidak ada seorang pun yang masuk kecuali dari mereka. Ketika mereka telah masuk, (pintunya) ditutup dan tidak seorang pun masuk lagi.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Keenam
ULAMA DAN UMARA YANG DICINTAI RAKYAT DAN MENDOAKANNYA

Hadits Nabi yang diriwatkan sahabat ‘Auf bin Malik RA, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik pemimpin kalian adalah yang kalian mencintai mereka dan mereka pun mencintai kalian. Mereka mendoakan kalian dan kalian pun mendoakan mereka….(HR. Muslim).

Ketujuh
ULAMA DAN UMARA YANG TIDAK MEMINTA JABATAN

Dari Abdurrahman bin Samurah, beliau mengatakan, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadaku: “Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah kamu meminta jabatan, sebab jika kamu diberi jabatan dengan tanpa meminta, maka kamu akan ditolong, dan jika kamu diberinya karena meminta, maka kamu akan ditelantarkan, dan jika kamu bersumpah, lantas kamu lihat ada suatu yang lebih baik, maka bayarlah kafarat sumpahmu dan lakukanlah yang lebih baik.” (Hadis riwayat Imam al-Bukhari).

Kedelapan
ULAMA DAN UMARA YANG AMANAH

Rasulullah dalam hadist Riwayat Muslim bersabda:… “Sesungguhnya kepemimpinan merupakan sebuah amanah, di mana kelak di hari kiamat akan mengakibatkan kerugian dan penyesalan. Kecuali mereka yang melaksanakannya dengan cara baik, serta dapat menjalankan amanahnya sebagai pemimpin.” (Riwayat Muslim).

Sembilan
ULAMA DAN UMARA YANG ADIL

Dari Abu Hurairah dari Nabi SAW (diriwayatkan) beliau bersabda, “Ada tujuh golongan yang Allah melindungi mereka dalam lindungan-Nya pada hari kiamat, di hari ketika tiada perlindungan selain perlindungan-Nya, yaitu; imam yang adil, ….. [HR. al-Bukhari].

PERTANGGUNGJAWABAN  ULAMA KEPADA ALLAH SWT DAN UMARA KEPADA MANUSIA DAN ALLAH SWT

Karena ulama tidak ada sekolah dan pemilihannya maka menjadi STATUS SOSIAL yang melekat pada orang yang memiliki keahlian dibidang agama, sedangkan umara dipilih melalui mekanisme pemilihan, keduanya AKAN DIMINTAI PERTANGGUNGJAWABAN SESUAI DENGAN JABATAN DAN STATUS SOSIALNYA.

Sebagaimana hadist: Artinya, “Ketahuilah Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang di pimpin, penguasa yang memimpin rakyat banyak dia akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, setiap kepala keluarga adalah pemimpin anggota keluarganya dan dia dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, istri pemimpin terhadap keluarga rumah suaminya dan juga anak-anaknya. Dia akan dimintai pertanggungjawabannya terhadap mereka, dan budak seseorang juga pemimpin terhadap harta tuannya dan akan dimintai pertanggungjawaban terhadapnya, ketahuilah, setiap kalian adalah bertanggung jawab atas yang dipimpinnya.” (HR Bukhari).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ulama dan umara adalah pemimpin umat dengan tugas berbeda, UMARA  yang dekat dan mendekati ulama adalah dicintai Allah baginya adalah taqwa dan sorga dan ULAMA yang mendekati pintu kekuasaan adalah PENCURI, SUMBER FITNAH DAN JAUH DARI ALLAH SWT.

Maka dari itu antara ulama dan umara hendaklah saling mendukung akan suatu hal baik dalam menjalankan jabatan masing-masing, bukan bersaing atau mencampur adukan tugas ulama dengan umara, sehingga menimbulkan FITNAH dikalangan umat.

Atau seorang ulama haus dengan kekuasaan sehingga tugas sebagai ulama dilalaikan dan membuat fatwa yang dapat menyesatkan umat dalam beragama.
عباد الله:
إنَّ الله يأمُر بالعدل والإحسان وإيتاء ذي القُربى، وينهى عن الفحشاء والمنكر والبغْي، يعظُكم لعلَّكم تذكَّرون، فاذكُروا الله العظيم يذكُركم، واشكُروه على نِعَمِه يزدْكم، ولَذِكرُ الله أكبر، والله يعلَمُ ما تصنَعون

Sukabumi, Sabtu, 22  Maret 2025)

Penulis berprofesi sebagai Notaris dan PPAT serta dosen dan pendakwah

Pos terkait