Mengenang Gempa Padang Panjang 6 Maret 2007: Padang Panjang Perlu Blue Print Mitigasi Bencana

Oleh : Nova Indra

Selasa, 6 Maret 2007 menyisakan kenangan pahit bagi warga Kota Padang Panjang, Sumatra Barat dan sekitarnya.

Setidaknya ada tiga kali gempa bumi yang terjadi dalam waktu berdekatan pada hari tersebut. Hal itu seperti tercatat pada Stasiun Geofisika Silaing Bawah Padang Panjang.

Gempa bumi pertama berkekuatan 5,8 SR terjadi di koordinat 0,480° LS, 100,370 BT pada kedalaman 33 kilometer dengan lokasi 19 kilometer selatan Kota Bukittinggi.

Gempa bumi kedua berkekuatan 5,8 SR pada koordinat 0,5 LS dan 100,4 BT di sebelah Barat Daya Batusangkar, terjadi pukul 10.49 WIB.

Dan gempa bumi ketiga, dengan pusat gempa tak jauh dari gempa sebelumnya, pada koordinat 0,5 LS dan 100,5 BT berkekuatan 5,8 SR pada pukul 12.49 WIB.

Stasiun Geofisika Silaing Bawah Padang Panjang mencatat jumlah gempa bumi yang terjadi mencapai 226 kali. Warga kota berjuluk Serambi Mekah berhamburan menyelamatkan diri.

Gempa bumi itu, merusak bangunan milik warga, sekolah, perkantoran dan rumah ibadah. Untuk rumah rusak berat terdata sebanyak 3.110 unit, rusak sedang 3.437 unit dan rusak ringan 3.551 unit di Padang Panjang dan Tanah Datar .

Selain itu juga terdapat 68 bangunan sekolah yang mengalami rusak berat, 18 bangunan perkantoran, dan 74 bangunan Masjid.

Data Posko Penanggulangan Gempa Bumi Kota Padang Panjang pada waktu itu, mencatat kerugian materil mencapai ratusan miliar.

Gempa yang hingga kini masih diingat dengan jelas oleh semua warga Kota Padang Panjang itu, berpusat dari Patahan Semangko atau Sesar Sumatra.

Patahan Semangko adalah sistem sesar geser menganan (dextral strike-slip fault) yang membentang sepanjang Pulau Sumatra, dari Provinsi Aceh hingga Lampung sepanjang 1900 kilometer. Sesar ini merupakan bagian dari sistem tektonik kompleks akibat pergerakan Lempeng Indo-Australia yang menekan Lempeng Eurasia.

Patahan Semangko terbentuk sejak jutaan tahun lampau saat Lempeng Samudra Hindia-Australia menabrak secara menyerong bagian barat Sumatera yang menjadi bagian dari Lempeng (Benua) Eurasia. Tabrakan menyerong tersebut memicu munculnya dua komponen gaya. Komponen pertama bersifat tegak lurus, menyeret ujung Lempeng Hindia masuk ke bawah Lempeng Sumatera.

Batas kedua lempeng ini sampai kedalaman 40 kilometer, umumnya mempunyai sifat regas dan di beberapa tempat terekat erat. Suatu saat, tekanan yang terhimpun tidak sanggup lagi ditahan sehingga menghasilkan gempa bumi yang berpusat di sekitar zona penunjaman atau zona subduksi.

Sebagaimana di zona subduksi, bidang Patahan Sumatera ini sampai kedalaman 10 kilometer-20 km terkunci erat, sehingga terjadi akumulasi tekanan. Suatu saat, tekanan yang terkumpul sudah demikian besar sehingga bidang kontak di zona patahan tidak kuat lagi menahan dan kemudian pecah.

Pusat gempa di Patahan Sumatera pada umumnya dangkal dan dekat dengan permukiman. Dampak energi yang dilepaskan dirasakan sangat keras, dan biasanya sangat merusak. Apalagi gempa bumi di zona patahan selalu disertai gerakan horizontal yang menyebabkan retaknya tanah yang akan merobohkan bangunan di atasnya.

Topografi di sepanjang zona patahan yang dikepung Bukit Barisan, juga dapat memicu longsoran perbukitan. Beberapa tempat di Patahan Semangko, merupakan zona lemah yang ditembus magma dari dalam bumi. Getaran gempa bumi bisa menyebabkan air permukaan bersentuhan dengan magma. Karena itu, pada saat gempa bumi, kerap terjadi letupan uap (letupan freatik) yang dapat diikuti munculnya gas beracun.

Menurut penelitian dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Patahan Semangko terbagi menjadi beberapa segmen yang memiliki potensi gempa bumi dengan magnitudo besar. Setiap segmen memiliki karakteristik berbeda dan dapat menghasilkan gempa berkekuatan 6 hingga 7,5 magnitudo (M).

Penelitian dari Pusat Riset Geo Sains Teknik Pertambangan Universitas Negeri Padang (UNP) menyebutkan, Patahan Semangko terdiri dari sekitar 19 segmen aktif, termasuk Segmen Angkola, Segmen Sianok, Segmen Suliti, dan Segmen Semangko. Segmen-segmen ini secara berkala mengalami pelepasan energi akibat akumulasi tegangan tektonik, yang menyebabkan aktivitas seismik di wilayah Sumatra.

Menyikapi kerentanan daerah ini sebagai salah satu wilayah yang dimungkinkan terdampak serius akibat gempa bumi darat dari Patahan Semangko, tentunya semua elemen tidak boleh melupakan sejarah kegempaan itu sendiri.

Kesadaran bersama terhadap risiko yang dapat saja datang tiba-tiba, perlu diikuti dengan langkah mitigasi yang jelas dan terukur, artinya lagi Padang Panjang perlu cetak biru (blue print) mitigasi bencana. ***

Nova Indra merupakan Direktur P3SDM Melati, Editor in Chief Jurnal Warta Pendidikan, Writer, Journalist, Penulis Buku Langkah Strategis Mitigasi Bencana Kota Padang Panjang

Pos terkait