Apakah Salat Sunnat Tarawih Rasulullah SAW di Masjid Berjamaah atau di Rumah?

Taklim Ramadhan Hari Ke-5

Oleh: Amri Zakar Mangkuto Malin, SH, M.Kn

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْه ُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اما بعـد.

Selamat menjalankan ibadah Puasa Ramadhan kepada orang beriman yang akan dijanjikan peringkat tertinggi dalam iman yaitu “ INSAN MUTTAQIN”.

Selama Ramadhan 1446 H ini, kajian kita akan berlangsung selama Ramadhan melalui “Jendela Ramadhan Taklim Top Sumbar”.

Marilah kita meningkatkan kualitas ibadah wajib dan Sunnat selama Ramadhan karena bagian dari bentuk syukur kepada Allah dan rasulNya, agar pada akhir Ramadhan nanti kita meraih titel MUTTAQIN dan tidak lupa berselawat kepada Nabi kita tercinta MUHAMMAD SAW dengan ucapan “Allahuma shalli alaa Muhammadin wa ala ali a Muhammad”.

Kita sudah terbiasa dengan mendirikan salat tarawih BERJAMAAH DI MASJID pada malam bulan ramadhan, bahkan ada yang membuat PANITIA KHUSUS RAMADHAN dengan agenda mengatur IMAM, PENCERAMAH, PEMUNGUTAN ZAKAT DAN PELAKSANAAN SALAT HARI RAYA IDUL FITRI.

Hal ini adalah suatu BUDAYA ISLAM yang disematkan pada IBADAH ISLAM, maka perlu kita mempedomani alquran dan hadist manakah yang benar berasal dari ibadah Rasulullah dan mana yang BUDAYA ATAU CARA MELAKSANAKAN YANG DIBUAT OLEH MANUSIA. Hal ini dimaksudkan agar jangan melaksanakan ibadah Ramadhan TIDAK ADA ILMU, karena ibadah tanpa ilmu anggota tubuh yang menjalankan akan dimintakan PERTANGGUNGJAWABAN oleh Allah SWT sebagaimana disebutkan dalam Surah Al-Isra ayat 36, Artinya: “Janganlah engkau mengikuti sesuatu yang tidak engkau ketahui. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya.”

Dan jika amal ibadah tanpa ilmu dihadapkan kepada Allah SWT maka BAGAIKAN DEBU sebagaimana dalam alquran: ”Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan. [Al Furqan/25:23].

SEJARAH PELAKSANAAN SALAT TARAWIH ZAMAN RASULULLAH DILAKUKAN DI RUMAH DAN PADA MASA SAHABAT DILAKUKAN DI MASJID

Menurut Hasanuddin dalam  https://dinasdayahaceh.acehprov.go.id sejarah salat tarawih dimulai tahun ke 2 Hijriyah, dimana di awal Ramadhan Nabi salat seperti biasa di Masjid Nabawi melaksanakan salat tarawih berjamaah di masjid hanya dua malam.

Nabi mengurungkan niatnya datang ke masjid pada hari ketiga atau keempat dengan alasan :

Pertama, khawatir, sewaktu-waktu Allah menurunkan wahyu yang mewajibkan salat tarawih kepada umatnya. Tentu hal tersebut BAKAL MEMBERATKAN umat generasi berikutnya yang belum tentu memiliki semangat yang sama dengan para sahabat Nabi itu.

Kedua, Rasul takut timbulnya salah persepsi di kalangan umat bahwa SALAT TARAWIH MENJADI WAJIB, SEHINGGA NABI MELAKSANAKAN TARAWIH TIDAK SELALU DI MASJID DAN LEBIH BANYAK DIRUMAH.

Sebagaimana hadist Artinya : “Dari ‘Aisyah Ummil Mu’minin radliyallahu ‘anha, sesungguhnya Rasulullah pada suatu malam salat di masjid, lalu banyak orang salat mengikuti beliau. Pada hari ketiga atau keempat, jamaah sudah berkumpul (menunggu Nabi) tapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam justru tidak keluar menemui mereka. Pagi harinya beliau bersabda, ‘Sunguh aku lihat apa yang kalian perbuat tadi malam. Tapi aku tidak datang ke masjid karena aku takut sekali bila salat ini diwajibkan pada kalian.” Sayyidah ‘Aisyah berkata, ‘Hal itu terjadi pada bulan Ramadhan’.” (HR Bukhari dan Muslim).

Bilangan Rakaat salat tarawih semasa Khalifah Abu Bakar adalah 20 sampai dengan 36 rakaat, pada masa Khalifah Umar Bin Khatab dilakukan salat tarawih secara SENDIRI-SENDIRI atau BERKELOMPOK-KELOMPOK dengan 8 rakaat. Sebagaimana hadist “Dari ‘Abdirrahman bin ‘Abdil Qari’, beliau berkata: ‘Saya keluar bersama Sayyidina Umar bin Khattab radliyallahu ‘anh ke masjid pada bulan Ramadhan. (Didapati dalam masjid tersebut) orang yang salat tarawih berbeda-beda. Ada yang salat sendiri-sendiri dan ada juga yang salat berjamaah. Lalu Sayyidina Umar berkata: ‘SAYA PUNYA PENDAPAT ANDAI MEREKA AKU KUMPULKAN DALAM JAMAAH SATU IMAM, NISCAYA ITU LEBIH BAGUS.” Lalu beliau mengumpulkan kepada mereka dengan seorang imam, yakni sahabat Ubay bin Ka’ab. Kemudian satu malam berikutnya, kami datang lagi ke masjid. Orang-orang sudah melaksanakan salat tarawih dengan berjamaah di belakang satu imam. Umar berkata, ‘Sebaik-baiknya bid’ah adalah ini (salat tarawih dengan berjamaah),”. (HR Bukhari).

Sehingga pada masa Khalifah Umar salat Tarawih dilakukan 23 rakaat, sebagaimana hadist  “Dari Yazid bin Ruman telah berkata, ‘Manusia senantiasa melaksanakan salat pada masa Umar radliyallahu ‘anh di bulan Ramadhan sebanyak 23 rakaat (20 rakaat tarawih, disambung 3 rakaat witir),” (HR Malik).

Dan Artinya: “Dari Sa’ib bin Yazid, ia berkata, ‘Para sahabat melaksanakan salat (tarawih) pada masa Umar ra di bulan Ramadhan sebanyak 20 rakaat,” (HR. Al-Baihaqi).

Menuurut https://www.unpak.ac.id bahwa “Dari Sayyidah ‘Aisyah RA, beliau berkata: orang-orang melaksanakan salat di masjid Rasulullah SAW di malam-malam Ramadan itu berpisah-pisah. Mereka mengikuti orang yang punya hafalan Qur’an untuk dijadikan imam salatnya. Ada yang berjamaah dengan 5 orang, ada juga yang berenam, atau lebih sedikit atau bahkan lebih banyak dari itu. (HR Ahmad).

Rasulullah mendirikan salat tarawih dirumah, sebagaimana hadist “Ketika pagi datang, kami bertanya kepada Nabi SAW: “Ya Rasulullah, apakah kau khawatir memberatkan kami?”, Nabi SAW menjawab: “Ya. Itu yang membuatku melakukan itu (mempercepat dan meneruskannya di rumah)”. (HR Ibn Khuzaimah).

Dari jabir bin Abdullah, disebutkan bahwa Ubai bin Ka’ab datang kepada Nabi SAW kemudian bertanya: “Wahai Rasul, semalam ada sesuatu di rumah ku.”Nabi SAW bertanya: “Apa itu?” Beliau menjawab: “Wanita-wanita di rumahku mengaku tidak punya hafalan Qur’an, maka mereka salat menjadi makmumku di rumah, dan akupun salat menjadi imam mereka dengan 8 rakaat!” Nabi SAW pun diam seakan memberikan isyarat ridha (kebolehan). (HR al-Marwadzi).

Dan tersebut Rasulullah pernah datang ke masjid pada malam tertentu sebagaimana hadist: ”Dan beliau tidak datang kepada kami di malam 26, dan datang lagi di malam ke-27, dan di malam itu kami salat bersama beliau dengan manusia yang banyak dan salat yang lama sampai kami khawatir melewatkan sahur. (HR al-Baihaqi).

SALAT TARAWIH DILAKUKAN DIRUMAH, KARENA KUATIR DIANGGAP SEBAGAI SALAT WAJIB

Dari Aisyah RA, istri Rasulullah SAW, Rasulullah SAW melakukan salat (tarawih) di masjid pada suatu malam. Orang-orang bermakmum kepadanya. Malam berikutnya, Rasulullah SAW kembali salat tarawih dan jamaahnya semakin banyak. Pada malam ketiga atau keempat, jamaah telah berkumpul, tetapi Rasulullah SAW tidak keluar rumah. Ketika pagi Rasulullah mengatakan, ‘Aku melihat apa yang kalian perbuat. Aku pun tidak ada uzur yang menghalangiku untuk keluar menemui kalian, tetapi aku khawatir ia (salat tarawih) diwajibkan,’” (HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud, An-Nasa’i, Malik dan Ahmad).

Menurut Alhafiz Kurniawan dalam https://nu.or.id bahwa BOLEH SALAT SUNNAT BERJAMAAH, tetapi salat sunnah lebih utama dilakukan secara sendiri-sendiri kecuali salat tarawih.

Ulama juga menyimpulkan kebolehan salat sunnah di masjid sekalipun salat sunnah di rumah lebih utama. Sebagaimaa hadist Dari Said bin Ishaq bin Kaab bin ‘Ujrah dari ayahnya dari kakeknya berkata bahwa ketika Rasulullah selesai melakukan salat maghrib di masjid Bani Abdil Ashal, beberapa orang kemudian melakukan salat sunnat. Kemudian Rasul SAW bersabda, ‘Lakukanlah salat ini di rumah-rumah kalian,’ (Hr At-Tirmidzi).

Sehingga salat SUNNAT LEBIH UTAMA dilakukan di rumah sebagaimana hadist Dari Zaid bin Tsabit, dari Rasulullah SAW bersabda, ‘Salat yang paling utama adalah di rumah kalian kecuali salat maktubah (salat fardhu),’” (HR Bukhari dan Tirmidzi).

Dan riwayat Aisyah Artinya, “Salatlah kalian di rumah kalian. Jangan jadikan rumah kalian seperti kuburan.” ( HR Ahmad).

SALAT WANITA MUSLIMAH LEBIH UTAMA DIRUMAH

Berdasarkan hadist Dari Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi ﷺ bersabda, “Salatlah kalian wahai manusia, di rumah-rumah kalian. Karena sebaik-baiknya salat adalah salat seseorang di rumahnya, kecuali salat wajib.”(HR. Bukhari dan Muslim).

Menurut https://rumaysho.com dengan judul “Shalat Wanita di Masjid Ternyata Kalah Utama dengan Shalat Wanita di Rumahnya“, artinya salat wanita lebih utama dirumahnya daripada di masjid. Tetapi jika ingin ke masjid maka ijinkanlah sebagaimana hadist Dari Salim bin ‘Abdullah bin ‘Umar bahwasanya ‘Abdullah bin ‘Umar berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Janganlah kalian menghalangi istri-istri kalian untuk ke masjid. Jika mereka meminta izin pada kalian maka izinkanlah dia.” (HR. Muslim).

Dengan syarat TIDAK BOLEH MEMAKAI WEWANGIAN, sebagaimana hadist Dari Abu Musa Al-Asy’ary bahwanya ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang perempuan yang mengenakan wewangian lalu melalui sekumpulan laki-laki agar mereka mencium bau harum yang dia pakai maka perempuan tersebut adalah seorang pelacur.” (HR. An-Nasa’I, Tirmidzi dan  Ahmad).

Suatu hadist menerangkan bahwa Istri dari Abu Humaid As-Sa’idi, yaitu Ummu Humaid pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu berkata, “Wahai Rasulullah, saya sangat ingin sekali salat berjamaah bersamamu.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas menjawab, “Aku telah mengetahui hal itu bahwa engkau sangat ingin salat berjamaah bersamaku. Namun salatmu di dalam KAMAR KHUSUS UNTUKMU (bait) lebih utama dari salat di ruang tengah rumahmu (hujrah). Salatmu di ruang tengah rumahmu lebih utama dari salatmu di ruang terdepan rumahmu. Salatmu di ruang luar rumahmu lebih utama dari salat di masjid kaummu. Salat di masjid kaummu lebih utama dari salat di masjidku ini (Masjid Nabawi).” Ummu Humaid lantas meminta dibangunkan tempat salat di pojok kamar khusus miliknya, beliau melakukan salat di situ hingga berjumpa dengan Allah (HR. Ahmad).

Maka dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa salat Sunnat lebih utama dilakukan sendiri-sendiri DI RUMAH sehingga panjang dan lamanya bisa sesuai keinginan, sedangkan salat fardhu wajib dilakukan di masjid dan diringankan bacaan ayatnya (jangan panjang).

Dan salat tarawih pada zaman rasulullah beliau mendirikan DI RUMAH sepanjang malam sampai terbit fajar dengan menghidupkan ibadah bulan Ramadhan, begitu juga diperintahkan kepada PARA WANITA hendaklah salat dirumah agar terjaga aurat dan keimanannya dari GANGGUAN LAKI-LAKI.

Tetapi apabila WANITA ingin didirikan salat tarawih berjamaah di masjid jangan MENJADI BEBAN dan MEMBERATKAN sebab itu salat Sunnat dapat dilakukan di rumah tanpa menggangu aktivitas kewajiban di rumah.

Artinya salat tarawih DAPAT DILAKUKAN SENDIRI-SENDIRI DI RUMAH DAN TIDAK WAJIB BERJAMAAH DIMASJID (DAPAT BERJAMAAH DI RUMAH BRSAMA KELUARGA). Tetapi apabila ingin menjalankan secara berjamaah suatu hal MUBAH.

Lain hal adanya kegiatan CERAMAH MALAM RAMADHAN DAN KEGIATAN LAIN SELAMA RAMADHAN DI MASJID jangan sampai arena kegiatan SALAT JADI TIDAK KONDUSIF karena yang utama SALAT TARAWIH bukan ceramah dan kegiatan lain seperti pengumuman, kunjungan, pengumpulan sedekah dan sebagainya. Tetapi bisa diubah dengan ke masjid DIUTAMAKAN BAGAIMANA SALAT BSA LEBIH BAIK dan umat bisa belajar salat menjadi lebih baik, jangan tergangu dengan jamaah lain dan kegiatan lain di masjid.

Sehingga menghidupkan syiar agama di masjid pada bulan Ramadhan perlu dengan cara yang lebih baik menjaga adab dan kegiatan yang positif mendukung SALAT MENJADI LEBIH BAIK, jangan dijadikan sebagai tempat berkumpul dan bertemu menceritakan SEGALA SESUATU tiap malam Ramadhan yang melahirkan GHIBAH dan bagi pedagang juga menjadikan keramaian masjid sebagai momen mendapatkan keuntungan, hal ini perlu dipahami bahwa bulan Ramadhan untuk IBADAH MENINGGAKATKAN KEIMANAN kepada Allah SWT.

Sukabumi, Rabu, 5 Maret 2025)

Penulis berprofesi sebagai Notaris dan PPAT serta dosen dan pendakwah

Pos terkait