TOPSUMBAR – Menteri Kehutanan (Menhut) RI menetapkan tim Operation Management Office Indonesia Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030, yang bertugas menjalankan program pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) di sektor kehutanan dan lahan.
Namun, keputusan ini menuai sorotan setelah diketahui bahwa 25 persen anggota tim berasal dari kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Alex Indra Lukman, menilai perlu adanya transparansi dalam proses seleksi tim tersebut.
“Kami tidak bermaksud meragukan kompetensi mereka, tapi publik berhak tahu bagaimana proses seleksinya dan siapa yang menentukan,” ujar Alex, Jumat (7/3/2025).
Raja Juli Antoni, yang juga menjabat sebagai Sekjen DPP PSI, diketahui melibatkan sedikitnya 11 kader partainya dalam tim lembaga yang mendapatkan pendanaan dari hibah Norway Contribution melalui Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH).
Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 168 Tahun 2022, struktur tim FOLU Net Sink 2030 terbagi dalam lima bidang, yakni Pengelolaan Hutan Lestari, Peningkatan Cadangan Karbon, Konservasi, Pengelolaan Ekosistem Gambut, serta Instrumen dan Informasi.
Sementara itu, dalam lampiran Kepmenhut 32/2025, Raja Juli Antoni menetapkan dirinya sebagai penanggung jawab sekaligus pengarah tim, dengan didampingi seorang wakil penanggung jawab.
Berdasarkan dokumen yang beredar, dari 43 orang dalam tim, 12 di antaranya berlatar belakang kader PSI dan menempati berbagai posisi strategis.
Keberadaan kader partai dalam tim yang dibiayai hibah Norway Contribution melalui Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) ini juga menimbulkan pertanyaan, terutama terkait alokasi anggaran.
“Seharusnya, dana hibah lebih banyak digunakan untuk pembiayaan program. Tapi kalau kita lihat detail honorarium dalam SK Menhut, tampaknya harapan itu sulit terwujud,” tambah Alex, yang juga Ketua PDI Perjuangan Sumatera Barat.
Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 32 Tahun 2025, honorarium bagi anggota tim bervariasi sesuai posisi.
Penanggung jawab tim menerima Rp50 juta per bulan, wakilnya Rp40 juta, dan dewan penasihat ahli Rp25 juta.
Sementara itu, ketua pelaksana serta beberapa posisi strategis lainnya mendapatkan Rp30 juta, anggota bidang Rp20 juta, dan staf kesekretariatan Rp8 juta per bulan.
Alex menilai penunjukan tim kali ini tidak mencerminkan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih.
Ia membandingkan dengan periode sebelumnya, di mana mayoritas anggota tim berasal dari pejabat struktural Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta akademisi yang fokus pada isu lingkungan.
“Kalau transparansi dalam perekrutan tidak ditegakkan, keputusan ini bisa dianggap sekadar bagi-bagi jabatan dan bertentangan dengan semangat Asta Cita Presiden Prabowo Subianto,” tegasnya.
FOLU Net Sink 2030 sendiri merupakan amanat Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan nilai ekonomi karbon untuk pengurangan emisi GRK.
Program ini bertujuan mencapai tingkat emisi negatif -140 juta ton CO2e pada 2030, dengan strategi utama seperti pencegahan deforestasi, konservasi hutan, perlindungan lahan gambut, dan peningkatan serapan karbon.
Dengan target tersebut, sektor kehutanan diharapkan berkontribusi hingga 60 persen terhadap total penurunan emisi Indonesia.
Namun, agar program ini berjalan efektif, berbagai pihak mendesak pemerintah memastikan proses perekrutan berjalan transparan dan bebas dari kepentingan politik.
(HT)
Dapatkan update berita terbaru dari Topsumbar. Mari bergabung di Facebook Topsumbar News Update, caranya klik link https://facebook.com/updatetopmedia kemudian ikuti. Anda harus instal aplikasi Facebook terlebih dulu di ponsel