Waspada Tradisi Menyambut Ramadhan Berpotensi Bid’ah, Bermerek Sunnah Jalan Menuju Neraka

Kajian Jumat Oleh : Amri Zakar Mangkuto Malin, SH, M. Kn

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْه ُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اما بعـد
قال الله تعالى: اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.

MARHABAN YA RAMADHAN

Pembaca TOP SUMBAR yang dirahmati Allah SWT.

Marilah kita selalu ingat dan berzikir dalam segala keadaan karena Roh untuk bekal hidup adalah TITIPAN ALLAH pada tubuh, ketika roh diambil maka tubuh akan tak ada harga dan nilai sama sekali karenanya DIKUBURKAN, sebab jika roh hilang dari badan maka TUBUH AKAN MEMBUSUK dan melebur dengan tanah.

Selawat dan salam pada nabi kita kekasih Allah SWT, semoga kita diberi safaat dan pertolongan didunia dan akhirat.

Media elektronik seperti “TOP SUMBAR” adalah media untuk belajar yang patut dibaca,karena membaca adalah perintah Allah SWT: ”Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan!” (Qs Al alaq 1) Yang derajatnya lebih tinggi dari MENDENGAR DAN MELIHAT, sehingga media audio dan visual akan menjadi ilmu bila kita mampu MEMBACANYA.

Pada kajian menyambut bulan Ramadhan ini sangat PENTING untuk dibahas perilaku bid’ah yang disematkan pada tradisi dan budaya, sehingga orang awam mengira kegiatan menyambut Ramadhan adalah SUNNAH”.

Padahal tradisi dan budaya umat islam itu sendiri, hal ini perlu diluruskan agar tidak merubah Sunnah dengan cara menambah dan membuat CARA-CARA BARU DALAM MENGAMALKAN SUNNAH. Dan jangan menjadikan sebagai BID’AH HASANAH atau kesesatan yang baik.

SETIAP AMALAN YANG DIBUAT SENDIRI CARA MENGAMALKANNYA ADALAH BERPOTENSI SESAT DAN BALASANNYA BUKAN SYORGA TETAPI NERAKA

Persoalan ada pada CARA MENGAMALKAN BUKAN BENTUK AMALANNYA, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: ”Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan” (HR. Muslim).

dan ”…, setiap bid’ah adalah kesesatan dan SETIAP KESESATAN TEMPATNYA DI NERAKA” (HR. An Nasa’i).

Tentu ada yang ALERGI dengan bahasan bid’ah, karena bisa jadi sangat senang dengan perkara bid’ah, jika dikatakan bid’ah maka kebiasaan dan tradisi akan HILANG dan berdampak pada kepopulerannya, dan ingatlah beda SUNNAH DENGAN BID’AH pada ibadah yang disematkan dengan bid’ah hanya pada CARA PELAKSANAANNYA.

Misal salat dibuat cara salat dan waktu salat tertentu, puasa dibuat puasa tertentu dan zikir dibuat waktu zikir tertentu dan seterusnya.

Khusus menjelang Ramadhan dibuat kegiatan-kegiatan umat islam seperti berbondong bondong ke ZIARAH KUBUR pada menjelang ramadhan dan beribadah disana atau MEDIA SOSIAL DISIBUKKAN DENGAN PERMINTAAN MAAF semua hal itu adalah BUDAYA yang disematkan pada ajaran agama. Jelasnya ziarah kubur dapat kapan saja tidak perlu menjelang ramadhan, begitu juga minta maaf setiap waktu tidak perlu khusus menjelang ramdhan dan sebagainya.

BID’AH DISEMATKAN DALAM BUDAYA DAN TRADISI

Menurut https://kbbi.web.id tradisi adalah adat kebiasaan turun-temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan dalam masyarakat, sedangkan budaya menurut https://id.wikipedia.org adalah cara hidup yang berkembang dan dimiliki oleh seseorang atau sekelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi namun tidak turun temurun artinya bisa berubah sesuai zamannya.

Perbuatan bid’ah dapat saja disematkan dalam kegiatan TRADISI DAN BUDAYA setempat, menurut  https://almanhaj.or.id perbuatan bid’ah dalam adat istiadat (kebiasaan), jenis bid’ah ini dapat berbentuk PERKATAAN (bid’ah qauliyah) dan dapat berbentuk IBADAH, seperti :

a. Bid’ah yang berhubungan dengan pokok-pokok ibadah : yaitu mengadakan suatu ibadah yang tidak ada dasarnya dalam syari’at Allah Ta’ala.

b. Bid’ah yang bentuknya menambah-nambah terhadap ibadah yang disyariatkan.

c. Bid’ah yang terdapat pada sifat pelaksanaan ibadah. Yaitu menunaikan ibadah yang sifatnya tidak disyari’atkan seperti membaca dzikir-dzikir yang disyariatkan dengan cara berjama’ah dan suara yang keras. Juga seperti membebani diri (memberatkan diri) dalam ibadah.

d. Bid’ah yang bentuknya mengkhususkan suatu ibadah yang disari’atkan, tapi tidak dikhususkan oleh syari’at yang ada. Seperti mengkhususkan hari dan malam nisfu Sya’ban (tanggal 15 bulan Sya’ban) untuk shiyam dan qiyamullail.

PENGERTIAN BID’AH (AJARAN AGAMA BUATAN MANUSIA)

Bid’ah adalah KEJELEKAN DI AKHIR ZAMAN, sebagaimana hadist: dari Hudzaifah Ibnul Yaman, ia berkata: “Wahai Rasulullah, dulu kami orang biasa. Lalu Allah mendatangkan kami kebaikan (berupa Islam), dan kami sekarang berada dalam keislaman. Apakah setelah semua ini akan datang kejelekan? Nabi bersabda: ‘Ya’. Apakah setelah itu akan datang kebaikan? Nabi bersabda: ‘Ya’. Apakah setelah itu akan datang kejelekan? Nabi bersabda: ‘Ya’. Aku bertanya: ‘Apa itu?’. Nabi bersabda: ‘akan datang para pemimpin yang tidak berpegang pada petunjukku dan tidak berpegang pada sunnahku….” (HR. Muslim).

Menurut https://id.wikipedia.org: bid’at adalah perbuatan yang dikerjakan tidak menurut contoh yang sudah ditetapkan, termasuk menambahi atau mengurangi ketetapan yaitu CONTOH DAN CARA DIBUAT OLEH MANUSIA.

Hal ini dapat dilihat dari beberapa hadist yang mengingatkan perbuatan bid’ah dengan ciri-ciri sebagai berikut :

PERTAMA
MENGADA-ADA/MEMBUAT BUAT CARA IBADAH YANG TIDAK DIPERINTAHKAN ALLAH DAN RASUL DILAKUKAN DENGAN CARA DEMIKIAN
Sebagaimana hadist: “Barang siapa mengada-ada (sesuatu) dalam urusan (agama) kami ini, padahal bukan termasuk bagian di dalamnya, maka dia itu tertolak.” [Hadits Riwayat Al-Bukhari).

KEDUA
SIBUK MENGAMALKAN AJARAN ATAU IBADAH YANG TIDAK ADA DASAR HANYA ATAS PERINTAH SESEORANG MANUSIA YANG DIKAGUMI DAN IDOLAKAN

Sebagaimana hadist: “Barangsiapa mengamalkan amalan yang tidak ada dasarnya dalam urusan (agama) kami, maka dia akan tertolak.” [Hadits Riwayat. Muslim].

KETIGA
TERTARIK DAN MEMBIASAKAN CARA IBADAH BARU DAN MENINGGALKAN SUNNAH YANG SUDAH DIYAKINI SEBELUMNYA

Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa membuat suatu perkara baru dalam urusan kami ini (urusan agama) yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak” (HR. Bukhari dan Muslim).

KEEMPAT
BANI UMAYYAH ADALAH BAPAK DARI SEMUA PENGIKUT BID’AH

Sebagaimana hadist: “Orang yang akan pertama kali mengubah-ubah sunnahku berasal dari Bani Umayyah” (HR. Ibnu Abi Ashim).

KELIMA
MENGERJALAN IBADAH/AMALAN YANG TIDAK ADA CONTOH DARI RASULULLAH TETAPI DICONTOHKAN OLEH MANUSIA YANG DIIDOLAKANNYA

Sebagaimana hadist: “Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan berasal dari kami, maka amalan tersebut tertolak” (HR. Muslim).

KEENAM
MUNCULNYA PEMIMPIN YANG AHLI BID’AH DENGAN CIRI MENGAKHIRKAN WAKTU SALAT

Pemimpin yang mengakhirkan waktu salat bisa saja seorang ustad dan ulama yang lebih mementingkan TAKLIM DAN CERAMAH dan mengakhirkan waktu salatnya, perilaku ini TIDAK PATUT DICONTOH sebagaimana hadist: ”Sungguh diantara perkara yang akan datang pada kalian sepeninggalku nanti, yaitu akan ada orang (pemimpin) yang mematikan sunnah dan membuat bid’ah. Mereka juga mengakhirkan salat dari waktu sebenarnya’. Ibnu Mas’ud lalu bertanya: ‘apa yang mesti kami perbuat jika kami menemui mereka?’. Nabi bersabda: ‘Wahai anak Adam, tidak ada ketaatan pada orang yang bermaksiat pada Allah’”. Beliau mengatakannya 3 kali.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).

TRADISI /BUDAYA MENYAMBUT BULAN SUCI RAMADHAN  YANG DISEMATKAN PADA SUNNAH

Menurut https://kemenparekraf.go.id ada 8 budaya menyambut bulan suci ramdhan diberbagai daerah di Indonesia, seperti;

Pertama; JAKARTA dikenal istilah Nyorog yaitu kegiatan memberikan bingkisan makanan kepada anggota keluarga yang lebih tua..

Kedua; JAWA BARAT dikenal istilah Cucurak yaitu bersenang-senang dan berkumpul bersama keluarga besar.

Ketiga; YOGYAKARTA dikenal istilah Padusan dalam bahasa Jawa diartikan dengan padus (mandi) sebagai bentuk penyucian diri.

Keempat; SUMATERA UTARA dikenal istilah Marpangir Yaitu Tradisi mandi secara tradisional menggunakan dedaunan atau rempah.

Kelima; SUMATERA BARAT dikenal istilah Malamang yaitu membuat makanan tradisional lemang dari bahan beras ketan putih atau merah dalam bamboo yang dipanaskan menggunakan api sejenis api unggun,

Keenam; ACEH dikenal istilah Meugang yaitu kegiatan memasak daging sapi, kambing, atau kerbau sehari sebelum bulan Ramadan.

Ketujuh; SULAWESI BARAT dikenal istilah Mattunu Solong dengan menyalakan pelita tradisional yang terbuat dari buah kemiri dan ditumpuk dengan kapuk, lalu dililitkan pada potongan bamboo.

Kedelapan; BALI dikenal istilah Megibung dengan kegiatan memasak dan makan bersama sambil duduk melingkar.

Istilah lain juga dikenal dengan Tradisi Punggahan dan Pudunan digunakan oleh masyarakat sebagai sarana mendoakan leluhur Dan ZIARAH KUBUR sebagai suatu budaya dan bahkan MINTA MAAF DIMEDIA SOSIAL dan sebagainya.

Pertanyaannya adalah apakah BUDAYA TERSEBUT DIPERINTAHKAN ALLAH DAN RASUL UNTUK DILAKUKAN DALAM MENYAMBUT BULAN RAMADHAN? Atau budaya yang disematkan pada umat islam itu sendiri yang membuat PERADABAN SENDIRI? Jawabannya adalah termasuk budaya bukan agama.

SEJARAH PUASA UMAT TERDAHULU SEBELUM UMAT NABI MUHAMMAD SAW

Rasulullah SAW berpuasa sebelum Ramadhan selama 17 bulan, sehingga pada tanggal 10 sya’ban tahun ke 2 hijrah seiring turunnya perintah berpuasa pada surat Al Baqarah 183 dan perintah PENGGANTIAN KIBLAT DARI SEMULA MENGHADAP KE MASJIDIL AQSA DIPINDAHKAN MENGHADAP KE MASJIDIL HARAM

Menurut Ahmad Sarwat, Lc. MA dengan judul buku “Sejarah Puasa”, dalam menyebutkan TELAH ADA PUASA WAJIB pada umat terdahulu dengan cara yang berbeda-beda seperti:  PERTAMA; puasa Daud, KEDUA; puasa Maryam.

Sebagaimana dalam alquran: “Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini. “(QS. Maryam: 26).

KETIGA; puasa umat Katholik  Salah satunya berpuasa tidak memakan daging dalam sehari.

Di Amerika Serikat, hanya terdapat dua hari yang wajib berpuasa, yaitu Rabu Ash dan Good Friday. Dan hari Jumat Lent adalah hari menahan diri dari memakan daging.

Penganut Roma Katholik juga diwajibkan mematuhi Puasa Eukaris yang bermakna tidak mengambil apa-apa melainkan minum air atau obat selama sejam sebelum Eukaris (Holy Communion).

KEEMPAT; Puasa untuk umat Yahudi bermakna menahankan diri keseluruhannya dari makanan dan minuman (https;//diglib.stmik-amikbandung.ac.id)

KELIMA; Menurut https://www.metrouniv.ac.id puasa orang Nasrani dikenal dengan puasa mutlak yaitu jenis puasa dimana seseorang tidak makan dan minum sama sekali.

BAGAIMANA DENGAN ANJURAN IBADAH PADA MALAM NISFU SYA’BAN?

Sebagaimana disebutkan  https://muhammadiyah.or.id , umat muslim boleh melakukan ibadah apapun tanpa mengkhususkan satu bentuk ibadah tertentu. Seperti “banyak tradisi kalau malam Nisfu Sya’ban berkumpul di masjid lalu baca Yasin sekian, itu tidak pernah disyariatkan ada acara semacam itu, tapi bagi sebagian ulama itu adalah malam dimana diangkat semua pahala, sehingga kita sebaiknya memperbanyak amal,” hal ini mengada-ada dalam URUSAN AGAMA, ingatlah hadist: “Barang siapa yang mengada-adakan hal-hal baru dalam urusan (agama) kami ini yang bukan berasal dari (agama) tersebut, hal tersebut tertolak.” Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry dan Muslim].

Dan “Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang (amalan) itu bukan berasal dari perkara kami, (amalan) itu tertolak.” [Diriwayatkan oleh Muslim].

Demikian juga dalam hadist Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian mengkhususkan malam Jumat dengan salat malam di antara malam-malam yang lain, dan jangan pula mengkhususkan hari Jumat dengan berpuasa, kecuali memang bertepatan dengan hari puasanya.” (HR. Muslim).

Jika ASAL IBADAH ANJURAN USTAD, BUKAN DARI RASULULLAH SAW, MAKA  “Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan berasal dari kami, maka amalan tersebut tertolak” (HR. Muslim), bahwa ANJURAN IBADAH YANG DIBUAT BUAT OLEH USTAD TANPA ADA PERINTAH YANG SAMA DENGAN IBADAH BUATAN TERSEBUT.

Berdasarkan uraian di atas marilah sebagai orang beriman dalam menyambut bulan suci Ramadhan TIDAK ADA HAL KHUSUS yang harus dilakukan KECUALI MELATIH DIRI BERPUASA itu dilakukan SENDIRI-SENDIRI BUKAN BERJAMAAH.

Sedangkan serangkaian kegiatan seperti NISFU SYA’BAN, ZIARAH KUBUR, BERKUMPUL BERSAMA KELUARGA adalah IBADAH YANG DILAKUKAN DENGAN CARA BUDAYA ATAU TRADISI sehingganya ibadah tersebut tentu atas anjuran dan perintah manusia yang disematkan kepada ajaran agama, artinya perintah ziarah tidak ada khusus sebelum Ramadhan, perintah membaca yasin tidak ada khusus menjelang Ramadhan atau khusus malam nisfu Sya’ban, perintah makan-makan bersama tidak ada khusus menjelang ramadhan karenanya hal itu menjadi TRADISI YANG DISEMATKAN KEPADA AJARAN AGAMA.

Jika hal ini tidak JELAS hukumnya oleh pelaku akan DIANGGAP AJARAN AGAMA maka akan HILANG SUNNAH karena PERKARA BID’AH, bahkan perilaku MENIRU ATAU IKUT-IKUTAN AMALAN KAUM TERTENTU MENJADIKAN SEBAGAI BAGIAN KAUM TERSEBUT, sebagaimana sabda Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, dia tergolong ke dalam kaum tersebut”  [Diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud].

Akhirnya sebagai PERINGATAN kepada pembuat ajaran yang mengada-ada dan membuat sendiri cara mengamalkan salat, zikir dan puasa, jika tergolong bid’ah maka AKAN MENDAPAT DOSA BERJAMAAH, sebagaimana hadist: “Barang siapa yang membuat sebuah bid’ah dhalalah yang tidak diridhai oleh Allah dan Rasul-Nya, maka ia akan mendapatkan dosa semisal dengan dosa orang-orang yang melakukannya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun” (HR. Tirmidzi).

Dan TERHALANG TAUBATNYA KARENA BID’AH TERSEBUT  sebagaimana hadist: ”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh Allah menghalangi taubat dari setiap pelaku bid’ah sampai ia meninggalkan bid’ahnya”  (HR. Ath Thabrani).

Maka menjelang ramadhan jauhi bid’ah dekati SUNNAH.

NUUN WALQOLAMI WAMA YASTHURUN.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

(Sukabumi, Jumat, 28  Februari 2025)

Penulis berprofesi sebagai Notaris dan PPAT serta dosen dan pendakwah

Pos terkait