TOPSUMBAR – Pemerintah dan DPR RI telah menyepakati Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2025 dengan kebijakan efisiensi yang tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja APBN dan APBD.
Imbas dari kebijakan ini, setiap kementerian dan lembaga (K/L) harus menyesuaikan anggarannya, termasuk Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA).
Menindaklanjutin kebijakan tersebut, Menteri Keuangan telah menerbitkan Surat Menteri Keuangan Nomor S-37/MK.02/2025 dan S-75/MK.02/2025, yang mengatur tentang pemotongan anggaran bagi setiap K/L.
Dalam Rapat Kerja dengan Komisi VIII DPR RI, Menteri PPPA mengungkapkan bahwa anggaran kementeriannya yang semula Rp300,6 miliar mengalami pemotongan hampir 50 persen, menjadi Rp153,7 miliar.
Menanggapi hal itu, anggota Komisi VIII DPR RI, Matindas J. Rumambi, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap program perlindungan perempuan dan anak.
“Ini artinya anggaran dipotong hampir 50 persen dari yang semula ditetapkan,” ujar Matindas dikutip dari Parlementaria, Sabtu (15/2/2025).
Ia menekankan bahwa pemangkasan ini mengancam keberlangsungan program pendampingan, perlindungan, dan rehabilitasi bagi perempuan serta anak korban kekerasan.
Berdasarkan hasil Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional serta Anak dan Remaja (SPHPN dan SPNHAR), tingkat kekerasan terhadap perempuan mencapai satu banding empat, sementara kekerasan terhadap anak berada pada angka satu banding dua.
“Program-program ini merupakan mandat dari berbagai undang-undang, seperti UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS),” jelasnya.
Matindas menilai, efisiensi anggaran seharusnya tidak menghilangkan program-program esensial yang berkaitan langsung dengan perlindungan perempuan dan anak.
“Seharusnya efisiensi anggaran tidak boleh mengorbankan program perlindungan perempuan dan anak yang sangat dibutuhkan,” tandasnya.
Sementara itu, Direktur WCC Nurani Perempuan Sumbar Rahmi Meri Yenti beberapa waktu lalu mengungkapkan bahwa pemerintah telah memangkas anggaran untuk program perlindungan perempuan dan anak.
Menurutnya, hal ini dapat mengkhawatirkan dimana kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak semakin meningkat khususnya di Sumatera Barat.
“Tiap tahun, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak terus meningkat. Jika anggaran untuk program perlindungan perempuan dan anak juga dipangkas, bagaimana kita dapat memberi perlindungan terhadap korban. Tidak sedikit biaya yang dibutuhkan untuk membantu korban dalam hal pengobatan dan pendampingan,” jelasnya, Kamis (16/1/2025).
Ia menambahkan, terdapat berbagai langkah yang bisa dilakukan untuk mencegah kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Salah satunya adalah memperluas sosialisasi serta meningkatkan edukasi bagi calon pengantin melalui bimbingan dan pembinaan dari Kementerian Agama sebelum menikah.
Selain itu, materi tentang bahaya kekerasan dapat dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah, dan yang paling penting, orang tua harus menerapkan pola asuh yang tepat dalam mendidik anak.
“Semua upaya ini tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Bagaimana kita menghilangkan kekerasan terhadap perempuan dan anak, sedangkan upaya yang diberikan tidak maksimal. Kita berharap pemerintah dapat mempertimbangkan keputusan ini lagi,” tutupnya.
(HR)
Dapatkan update berita terbaru dari Topsumbar. Mari bergabung di Facebook Topsumbar News Update, caranya klik link https://facebook.com/updatetopmedia kemudian ikuti. Anda harus instal aplikasi Facebook terlebih dulu di ponsel