Oleh: Idzki Arrusman
Di bawah langit kelam,
Seorang pria rebah di tanah tandus,
Bagai daun luruh diterpa angin,
Dihakimi badai tanpa belas kasih.
Tiba-tiba, gemuruh menggema di kejauhan,
mengusik sunyi mencekam,
lalu suara bening menyeruak,
“Ayah, sudahkah kau bawa pulang beras?”
Hati semesta membatu,
diliputi mendung penyesalan,
realita pahit di tanah yang gersang,
rakyat menggigil, pemangku berpesta.
Seperti tikus di bawah gerimis,
Bersembunyi di lubang kehinaan,
Rakyat menjelajahi kabut,
Menadah hujan demi seteguk kehidupan.
Inilah negeriku yang pilu,
Perut kosong berteriak dalam sunyi,
Para wakil berpesta di singgasana,
Meneguk tawa di meja tak pernah sepi.
Korupsi bagai hujan di musim basah,
turun deras tanpa pernah henti,
sementara kayu bakar yang hilang,
dianggap nyala api kejahatan yang membakar negeri.
Tangisan luruh bersama embun pagi,
ratapan tenggelam di riak kehidupan,
di meja panjang berlimpah hidangan,
mereka tak dengar perut-perut yang menggigil.
Malam makin pekat,
bintang pun enggan berkedip,
dan di suatu sudut yang terlupa,
seorang bocah masih bertanya lirih,
“Ayah, sudahkah kau bawa pulang beras?”
Madinah, 30 Januari 2025
Idzki Arrusman merupakan mahasiswa asal Kabupaten Solok, sedang menempuh pendidikan di Universitas Islam Madinah, Saudi Arabia.