Polemik Pagar Laut di Tangerang Bakal Jadi Ujian Pemerintahan Prabowo-Gibran

Polemik Pagar Laut di Tangerang Bakal Jadi Ujian Pemerintahan Prabowo-Gibran
Polemik Pagar Laut di Tangerang Bakal Jadi Ujian Pemerintahan Prabowo-Gibran

TOPSUMBAR – Polemik keberadaan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di pesisir Kabupaten Tangerang, Banten, menjadi sorotan tajam publik.

Kasus ini dinilai sebagai ujian besar bagi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dalam menjalankan kebijakan yang berlandaskan hukum dan keadilan sosial.

Dilansir dari Sindonews, Pengamat Hukum dan Politik Pieter C. Zulkifli menilai bahwa sikap pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan ini akan menunjukkan apakah kebijakan negara mampu berjalan tegak di atas landasan hukum atau justru terpengaruh tekanan pihak tertentu.

Bacaan Lainnya

“Kasus ini menjadi ujian serius bagi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Kita sedang menunggu apakah negara akan berdiri kokoh pada prinsip hukum atau justru terseret oleh desakan pihak tertentu,” ujar Pieter dikutip pada Rabu (29/1/2025).

Polemik tersebut mencuat setelah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyegel pagar laut tersebut pada Jumat, 10 Januari 2025, dengan ultimatum pembongkaran dalam waktu 20 hari.

Namun, upaya pembongkaran yang direncanakan pada Sabtu, 18 Januari 2025, oleh 600 personel TNI Angkatan Laut tidak berjalan mulus.

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono meminta penundaan dengan alasan perlunya kajian lebih mendalam.

“Ketidaksepahaman ini memperlihatkan lemahnya koordinasi antarkementerian. Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto bahkan sudah menegaskan bahwa pembongkaran harus dilanjutkan sesuai perintah Presiden Prabowo,” tambah Pieter.

Misteri tentang siapa pihak yang membangun pagar laut tersebut masih belum terungkap.

Dengan estimasi biaya pembangunan mencapai Rp1,5 miliar, banyak pihak mempertanyakan bagaimana proyek sebesar itu bisa lolos dari pengawasan pemerintah.

Dugaan bahwa pagar laut tersebut terkait dengan proyek perluasan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2, yang merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN) era Presiden Joko Widodo, sempat mencuat. Namun, pihak pengembang membantah keterlibatannya.

Langkah terbaru diambil oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusron Wahid yang mencabut Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) serta Sertifikat Hak Milik (SHM) di kawasan tersebut setelah memeriksa dokumen hukum dan kondisi tanah. Meski menuai apresiasi, keputusan tersebut juga mendapat kritik tajam.

“Pencabutan sertifikat ini terlalu emosional dan terkesan tidak memahami aturan yang berlaku. Berdasarkan Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, definisi tanah mencakup permukaan bumi, tubuh bumi di bawahnya, serta yang berada di bawah air,” jelas Pieter.

Ia juga menekankan bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2021 mengatur secara rinci izin pendirian dan pembongkaran bangunan di laut.

Dengan demikian, langkah Nusron Wahid mencabut sertifikat tanah di lokasi tersebut dinilai berlebihan dan potensial memicu kontroversi.

“Sebagai pejabat publik, Nusron Wahid seharusnya berhati-hati dalam mengambil keputusan yang memiliki dampak luas,” kata Pieter.

Ia berharap Presiden Prabowo tidak terpengaruh oleh desakan pihak tertentu maupun opini yang sengaja digiring oleh para pembisik.

Menurutnya, penanganan kasus ini harus berdasarkan bukti kuat dan aturan hukum yang berlaku.

“Pemerintah tidak boleh gegabah dalam mengambil keputusan. Hukum harus ditegakkan secara adil tanpa pandang bulu,” pungkas Pieter.

(HR)

Dapatkan update berita terbaru dari  Topsumbar. Mari bergabung di Facebook  Topsumbar News Update, caranya klik link https://facebook.com/updatetopmedia kemudian ikuti. Anda harus instal aplikasi Facebook terlebih dulu di ponsel

Pos terkait