Sementara itu, Hakim MK Daniel Yusmic P. Foekh dan Anwar Usman mengajukan dissenting opinion (red: perbedaan pendapat) terkait putusan ini.
Keduanya menilai bahwa pemohon tidak memiliki kedudukan hukum yang cukup untuk mengajukan gugatan.
Menurutnya, dalam menentukan apakah pemohon memiliki kedudukan hukum atau tidak, pemohon harus mampu menjelaskan kualifikasi serta kerugian konstitusional yang dialami akibat diberlakukannya suatu undang-undang.
Menurut mereka, pembatasan pihak yang dapat mengajukan uji materi terhadap Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tidak berarti norma tersebut “kebal” atau tidak dapat diuji.
Namun, hal ini lebih disebabkan karena pemohon tidak mengalami kerugian konstitusional yang nyata.
“Berdasarkan seluruh analisis hukum yang telah disampaikan, kami berpendapat bahwa Mahkamah seharusnya menyatakan bahwa para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum. Oleh karena itu, permohonan yang diajukan oleh Pemohon seharusnya dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard),” jelas mereka.
Meskipun mendapat pandangan yang berbeda, pendapat tersebut tidak mengubah keputusan mayoritas hakim MK.
Untuk menanggapi kekhawatiran ini, Mahkamah Konstitusi memberikan panduan kepada pembuat undang-undang agar melakukan rekayasa konstitusional (constitutional engineering).
Panduan tersebut bertujuan untuk memastikan agar aturan yang dihasilkan tetap konstitusional dan melindungi hak-hak politik seluruh warga negara.
Pertama, semua partai politik peserta pemilu memiliki hak untuk mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden tanpa terkecuali.
Kedua, pengajuan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh partai politik atau koalisi partai politik peserta pemilu tidak lagi didasarkan pada persentase perolehan kursi di DPR atau suara sah secara nasional pada pemilu sebelumnya.
Ketiga, dalam proses pengajuan pasangan calon, partai politik peserta pemilu dapat bergabung dengan partai lain.
Namun, koalisi tersebut tidak boleh menyebabkan dominasi satu partai atau gabungan partai, yang dapat membatasi jumlah pasangan calon dan pilihan bagi pemilih.
Keempat, partai politik peserta pemilu yang tidak mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden akan dikenakan sanksi berupa larangan mengikuti pemilu pada periode berikutnya.
Kelima, proses pembentukan rekayasa konstitusional, termasuk perubahan UU Pemilu, harus melibatkan semua pihak yang memiliki kepentingan terhadap penyelenggaraan pemilu.
Hal ini termasuk partai politik yang tidak memiliki kursi di DPR, dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang berarti dan inklusif.