Kelegaan di Ambang Batas: Refleksi dari Malam Panjang Seleksi PPPK Kota Pariaman

Kelegaan di Ambang Batas Refleksi dari Malam Panjang Seleksi PPPK Kota Pariaman

TOPSUMBAR – Waktu menunjukkan pukul 22.30 WIB. Di Kota Pariaman, semangat dan ketegangan terasa menggantung di udara.

Batas akhir pendaftaran Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) gelombang kedua tinggal 89 menit lagi.

Kamis malam itu menjadi saksi perjuangan tiada henti para honorer yang bersiap mengubah nasib.

Bacaan Lainnya

Di tengah malam yang dingin, perjuangan tidak hanya datang dari para pelamar, tetapi juga dari pejabat Pemerintah Kota Pariaman yang berperan sebagai pengawal utama proses pendaftaran ini.

Mereka berjibaku dengan waktu, mengatasi kendala teknis, dan memastikan semua pelamar dapat mengakses sistem daring yang disediakan oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN).

Pj Wali Kota Pariaman, Roberia, menyebut malam itu sebagai wujud nyata pengabdian.

Pejabat dan staf Pemko Pariaman tanpa lelah memandu honorer yang terkendala teknis, memastikan dokumen memenuhi syarat, dan membuka peluang di menit-menit terakhir.

“Alhamdulillah, ini semua karunia Allah,” ungkap Roberia dengan penuh rasa syukur.

Tantangan Teknologi dan Solidaritas

Zoom meeting bersambung menjadi medan perjuangan, dengan keterbatasan durasi yang kerap memaksa tim berganti sesi setiap 40 menit.

Namun, semangat mereka tidak surut. Dari mana saja, kapan saja, mereka bekerja dengan laptop di tangan dan hati penuh tekad.

“Bayangkan saja, ada yang baru mendarat dari perjalanan langsung membuka laptop demi membantu honorer yang terkendala,” ujar Roberia, mengapresiasi dedikasi luar biasa bawahannya.

Teknologi seperti sistem tanda tangan elektronik bernama Srikandi memungkinkan kerja dilakukan di mana saja.

Namun, di tengah kerja keras, banyak momen lucu dan menggelitik muncul. Dari pelamar yang gugup di zoom hingga riuh tanya jawab tentang formasi, suasana malam itu tidak hanya tegang tetapi juga mengundang senyum.

Saat jarum jam menunjuk pukul 23.15 WIB, kabar baik akhirnya datang: sistem yang semula terkunci bagi sebagian honorer mulai terbuka. Riuh rendah suara di zoom menggambarkan semangat yang luar biasa.

“Alah bisa lanjut ambo, pak! (Sudah bisa lanjut saya, pak!),” gumam seorang pelamar dengan penuh kelegaan.
Namun, tak sedikit pula yang masih terjebak dalam kesulitan, memohon bantuan di tengah malam yang semakin larut.

Namun, Tuhan bekerja dengan caranya sendiri. Tepat ketika waktu hampir habis, pengumuman datang bahwa masa pendaftaran diperpanjang. Kelegaan pun menyelimuti semua pihak.

“Alhamdulillah, ya Rabb. Terharu dan lega rasanya melihat sebagian besar honorer akhirnya berhasil daftar,” kata Roberia, menutup malam panjang itu dengan penuh rasa syukur.

Refleksi Akhir: Sebuah Pembelajaran Kolektif

Malam itu mengajarkan kita banyak hal tentang kerja keras, solidaritas, dan ketahanan mental.

Para pejabat Pemko Pariaman menunjukkan bahwa tanggung jawab tidak mengenal waktu dan tempat.

Di sisi lain, para honorer membuktikan bahwa semangat dan usaha pantang menyerah mampu menembus batas apa pun, termasuk keterbatasan teknologi dan waktu.

Kelegaan di ambang batas ini adalah bukti bahwa kerja kolektif, doa, dan pengorbanan akan selalu menemukan jalan untuk membuahkan hasil.

Semoga semangat yang terpancar malam itu menjadi inspirasi bagi kita semua dalam menghadapi tantangan hidup.

Karena seperti malam di Pariaman itu, setiap perjuangan pasti membawa harapan di ujungnya.

(Zaituni)

Pos terkait