TOPSUMBAR – Kota Pariaman kembali tercoreng akibat perbuatan tidak senonoh seorang mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Kota Pariaman 2 perode 2009-2014 berinisial Y (54).
Y diduga melakukan persetubuhan terhadap korban yang masih belia berinisal S (17) seorang pelajar SMA kelas VII.
Hal ini diungkapkan oleh Fatmiyeti Kahar yang akrab disapa Teta selaku pegiat aktif Lembaga Perlindungan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak (LPKTPA) Kota Pariaman pada media ini (30/1/2025).
Teta merupakan salahsatu pihak yang telah menyelamatkan dan mengamankan korban serta turut mendampingi untuk melaporkan terduga pelaku Y ke Bareskrim Kota Pariaman.
Namun, saat dilakukan penangkapan Jumat (24/1/2025) lalu, terduga pelaku mengaku bahwa dirinya telah difitnah.
“Meskipun terduga pelaku mengaku difitnah dan tidak mengakui perbuatannya, sesuai aturan Lembaga Perlindungan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak, setiap pengaduan dari korban harus langsung ditangani dengan serius oleh pihak kepolisian,” ujar Teta.
Kasat Reskrim Polres Pariaman, Iptu Rinto Alwi mengatakan, berdasarkan hasil pemeriksaan sementara, korban diiming-imingi uang oleh Y terduga pelaku yang merupakan mantan anggota DPRD tersebut.
“Korban memang berasal dari keluarga dengan ekonomi menengah kebawah, sehingga untuk uang jajan korban tidak dapat terpenuhi. Situasi inilah yang dimanfaatkan oleh terduga pelaku dengan memberikan uang jajan tambahan setelah melakukan persetubuhan tersebut,” jelasnya.
Iptu Rinto juga mengungkapkan bahwa aksi persetubuhan tersebut berlangsung sejak Juni 2024, dan terduga pelaku mengakui sudah melakukan perbuatan tersebut sebanyak dua kali.
“Atas perbuatan ini, tersangka akan dikenakan pasal 81 ayat (1) dan (2) Undang-undang Perlindungan Anak dan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara,” tambahnya.
Sementara itu, Teta menyebut bahwa kondisi korban saat ini tengah hamil memasuki bulan ketujuh sejak kejadian.
“Sejak mulai kami dampingi pada Jumat lalu, korban masih sulit diajak berkomunikasi dan sering berbicara tidak jelas. Selain itu, ia juga enggan berbicara banyak maupun makan. Namun, setelah beberapa waktu dalam pendampingan dan bertemu dengan korban lain yang mengalami kasus serupa, korban perlahan mulai berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Informasi sementara yang kami peroleh, korban dengan pelaku (mantan anggota DPRD) itu masih bertetangga,” ujarnya.
Teta menyebut kondisi korban saat ini membutuhkan sejumlah pendekatan supaya kepercayaan diri korban kembali dan berani untuk buka suara.
Menurut Teta yang menjadi kendala kedepan adalah biaya persalinan, ini dikarenakan korban tidak terdaftar pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Adapun saat ini LPKTPA menangani Korban persetubuhan sebanyak dua orang, saat ini mereka sedang dalam pendampingan Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA) Delima Kota Pariaman.
Teta yang juga ketua RPSA Delima Kota Pariaman, menyebut bahwa mereka adalah korban persetubuhan yang dilakukan oleh tetangga dan ayah tirinya.
“Adapun untuk korban persetubuhan ayah tiri, pelakunya masih belum tertangkap, sedangkan usia kehamilan korban sudah delapan bulan. Sedangkan korban persetubuhan mantan anggota DPRD dan anak berusia 17 tahun yang baru diamankan Polres Pariaman beberapa hari lalu usia kandungannya sudah memasuki bulan ketujuh. Kendati sudah memasuki usia kehamilan tua, kedua korban yang dirawat dan didampingi RPSA Delima ini dalam waktu dekat akan melahirkan, kondisi ini membuat saya agak kewalahan, karena kedua korban ini tidak memiliki dan terdaftar di BPJS. Bahkan, informasi yang kami dapat, BPJS juga tidak menanggung biaya melahirkan anak di luar nikah. Namun demikian, info tersebut masih perlu kami koordinasikan lagi karena belum dari sumber utama (pihak BPJS),” tambahnya.
Dikatakannya, meski belum pasti, Teta tetap harus menyiapkan berbagai opsi untuk menangani kedua korban.
Jika informasi tersebut benar, maka biaya persalinan akan menjadi tantangan tersendiri baginya.
Situasi ini cukup menyulitkan, mengingat RPSA Delima selama ini beroperasi dengan dana yang sangat terbatas.
Selain itu katanya, bantuan dari Pemerintah Kota Pariaman hanya mencakup biaya penyewaan kantor, sementara biaya harian para korban yang saat ini berjumlah tujuh orang sepenuhnya ditanggung oleh anggota secara pribadi.
“Kami sangat berharap adanya bantuan dari pemerintah maupun masyarakat luas agar kendala yang dialami para korban dapat tertangani dengan baik. Terutama terkait biaya persalinan kedua korban, yang menjadi prioritas kami jika memang tidak ditanggung oleh BPJS,” tutupnya.
(Zaituni)
Dapatkan update berita terbaru dari Topsumbar. Mari bergabung di Facebook Topsumbar News Update, caranya klik link https://facebook.com/updatetopmedia kemudian ikuti. Anda harus instal aplikasi Facebook terlebih dulu di ponsel