TOPSUMBAR – Mahkamah Konstitusi (MK) telah menerima hampir 300 permohonan sengketa hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
Anggota Komisi II DPR RI, Ahmad Irawan berharap putusan MK nantinya dapat menjadi akhir dari semua perselisihan terkait Pilkada.
“Saya berharap putusan Mahkamah Konstitusi menjadi akhir dari sengketa yang ada. MK harus berhati-hati dalam memutuskan, karena apapun hasilnya harus diterima oleh semua pihak,” ujar Ahmad Irawan dikutip dari Parlementaria pada Sabtu, 14 Desember 2024.
Menurut data di laman resmi MK, hingga Kamis 12 Desember 2024, terdapat 275 permohonan sengketa Pilkada yang telah terdaftar.
Jumlah ini terdiri atas 15 sengketa Pilgub, 213 sengketa Pilbup, dan 47 sengketa Pilwalkot.
Ahmad Irawan menilai pengalaman panjang MK dalam menangani sengketa hasil Pemilu memberikan kepercayaan bahwa penanganan sengketa Pilkada 2024 dapat berlangsung dengan lebih baik.
“Dengan pengalaman yang dimiliki MK, proses penyelesaian sengketa hasil Pilkada 2024 seharusnya bisa lebih profesional dan transparan,” ujarnya.
Ia juga menambahkan bahwa pengajuan gugatan ke MK merupakan upaya pasangan calon untuk mencari keadilan atas hasil Pilkada yang mereka nilai tidak sesuai.
“Proses ini adalah bentuk perlindungan terhadap hak konstitusional warga negara, terutama terkait dugaan pelanggaran dalam pelaksanaan Pilkada,” jelasnya.
Ahmad juga mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk mempersiapkan diri menghadapi proses sengketa.
“KPU dan Bawaslu harus membuktikan bahwa mereka telah bekerja sesuai prinsip dan aturan yang berlaku dalam penyelenggaraan Pilkada,” katanya.
Legislator dari Dapil Jawa Timur V itu turut mengapresiasi pasangan calon yang tidak mengajukan gugatan ke MK, karena menerima hasil Pilkada secara langsung.
“Saya sangat menghormati para calon yang menerima hasil Pilkada tanpa menggugat. Itu adalah sikap kenegarawanan yang patut dicontoh,” tambahnya.
Selain itu, Ahmad juga menyoroti daerah dengan sistem pemilihan noken (red: sistem pemilihan menggunakan tas tradisional khas masyarakat Papua), seperti Papua Tengah dan Papua Pegunungan.
Ia berharap MK mempertimbangkan aspek kearifan lokal dalam memutus sengketa dari daerah-daerah tersebut.
“Keputusan MK harus memperhatikan bukti, keyakinan, dan kebijakan yang sesuai dengan praktik demokrasi di wilayah tersebut,” pungkasnya.
(HR)
Dapatkan update berita terbaru dari Topsumbar. Mari bergabung di Grup Telegram Topsumbar News Update, caranya klik link https://t.me/topsumbar kemudian join. Anda harus instal aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel