Oleh : Adpi Gunawan
Pada tulisan terdahulu, telah dikupas sosok Dick Tamimi dan kawan-kawan saat terjadinya peristiwa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang berlangsung di Sumbar-Riau saat ini melalui alat komunikasi radio.
Tahun 2024 ini, Hari Bela Negara (HBN) yang dilatarbelakangi oleh PDRI mengusung tema, “Gelorakan Bela Negara Untuk Indonesia Maju”.
Kali ini kita akan telusuri lebih jauh peranan radio dimasa PDRI, yang telah menjadi penyelamat nyawa NKRI di mata internasional, pasca Agresi Militer Belanda.
Komunikasi dari Sumatera Tengah dengan beberapa daerah di Pulau Sumatera dan Jawa hingga luar negeri guna konsolidasi, dilakukan PDRI melalui stasiun radio (zender).
Zender berfungsi untuk mengirim dan menerima berita (message), instruksi-instruksi maupun laporan dari berbagai daerah.
Selain message, zender juga memantau berita (news) dari berbagai stasiun radio siaran (broadcast), RRI, Radio Rimba, BBC, ABC, radio siaran Singapura hibgga Malaya.
Salahsatu zender mengikuti kemanapun Ketua PDRI Mr. Syafroeddin Prawiranegara pergi (mobile), sejak 22 Desember 1948 bergerilya.
Rute gerilya PDRI yaitu Halaban (50 Kota), Bangkinang, Taratak Buluh, Lipat Kain, Taluk Kuantan (Riau), Sungai Dareh (Dharmasraya), Bidar Alam (Solok Selatan), Tanjung Ampalu, Sabiluru, Sumpur Kudus, Silantai (Sijunjung), Lintau (Tanah Datar), Koto Tinggi (50 Kota), hingga berakhir di Yogyakarta pada tanggal 8 Juli 1949.
Zender itu diberi nama “UDO” diambil dari nama Sersan Mayor Udara Udoyo, seorang telegrafis yang sehari-hari membantu Kapten Dick Tamimi.
Pada tanggal 19 Juni 1949 di Nagari Silantai, Mr. Syafroeddin Prawiranegara menyatakan, “Zonder jullie, beteken ik niet” (Tanpa kalian saya tak ada artinya apa-apa), ujarnya kepada Dick dan kawan-kawan, sebagaimana tertuang dalam buku PDRI dalam Perang Kemerdekaan (Imran, Djamhari, Chaniago).
Di Calau, Sumpur Kudus, zender diletakan tidak jauh dari pinggir sungai Batang Sumpu, berada dihalaman Rumah Gadang Dt. Rajo Malayu (orangtua Ahmad Syafi’i Ma’arif).
Mobilitas ketua dan anggota PDRI disertai zender mendapat dukungan penuh dari rakyat, dimanapun berada.
Maklumat Komandan Sub Teritorium Sumatera Barat Letkol Dahlan Djambek pada tanggal 16 Juni 1949 menyatakan, “Dengan tidak mendapat simpati rakyat, kita tidak dapat melakukan perang gerilya. Rakyat yang seperti itu akan menolak kita tinggal dikampungnya dan kemudian tidak memberi kita perbekalan malah mungkin lebih dulu membantu Belanda daripada membantu kita”.
“Dengan kesatuan yang kecil dibantu oleh seluruh rakyat, kita akan lebih besar mendapat hasil daripada kesatuan besar tetapi tidak didukung rakyat,” ujar Dahlan.
Guna mendukung aktivitas gerilya, dibentuklah BPNK (Badan Pengawal Nagari dan Kota).
BPNK adalah organisasi non militer di Sumbar yang dibentuk tahun 1947 dengan anggota para pemuda berumur 17-35 tahun.
Tugas BPNK yaitu menjaga keamanan nagari, mengadakan persiapan-persiapan antisipasi serangan Belanda, mengkoordinir pengumpulan dan penyaluran perbekalan dan menyelidiki setiap orang yang dicurigai.
Itulah sekelumit kisah mengenai zender dan BPNK sebagai komponen pendukung PDRI.
Selamat memperingati Hari Bela Negara, 19 Desember 2024.
Penulis merupakan pemerhati sosial berdomisili di Sijunjung.