Marak Alih Fungsi Lahan, Komisi IV DPR RI Usul RUU Perlindungan Lahan Pertanian

Marak Alih Fungsi Lahan, Komisi IV DPR RI Usul RUU Perlindungan Lahan Pertanian
Marak Alih Fungsi Lahan, Komisi IV DPR RI Usul RUU Perlindungan Lahan Pertanian

TOPSUMBAR – Swasembada pangan menjadi salah satu misi utama dalam program Astacita Presiden RI, Prabowo Subianto.

Untuk mencapai tujuan ini, berbagai langkah dirancang untuk mendukung peningkatan produksi sektor pertanian, perkebunan, hortikultura, dan peternakan.

Pemerintah juga menitikberatkan peningkatan produktivitas melalui pengadaan sarana dan prasarana pendukung pertanian rakyat.

Bacaan Lainnya

Namun, keberhasilan misi ini tidak terlepas dari berbagai tantangan. Beberapa kendala utama adalah penurunan produktivitas akibat gagal panen, serangan hama, dampak perubahan iklim, dan fenomena El Nino.

Selain itu, alih fungsi lahan pertanian, terutama di wilayah padat penduduk seperti Jawa dan Bali, menjadi ancaman signifikan terhadap ketahanan pangan nasional.

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Panggah Susanto, menyoroti masalah alih fungsi lahan yang kian marak.

“Alih fungsi lahan menjadi perumahan, pabrik, atau bangunan lainnya semakin memperburuk kondisi pertanian. Terutama di Jawa dan Bali, fenomena ini berjalan sangat cepat, menggantikan lahan pertanian yang selama ini menjadi sumber utama pangan,” jelasnya di Denpasar, Bali, usai pertemuan dengan Kementerian Pertanian dan sejumlah mitra kerja, Senin (9/12/2024).

Dalam pertemuan tersebut, Panggah menyampaikan bahwa Komisi IV DPR RI tengah merancang Undang-Undang Perlindungan Lahan.

“Kami berharap undang-undang ini dapat dibahas tahun depan. Fokusnya adalah pengaturan penggunaan lahan dengan prioritas melindungi lahan pertanian yang kian tergerus urbanisasi dan kenaikan nilai tanah,” tambahnya.

Salah satu solusi yang tengah dibahas adalah mewajibkan penyediaan lahan pengganti untuk setiap lahan pertanian yang dialihfungsikan.

Misalnya, jika 10 hektare lahan pertanian digunakan untuk keperluan lain, maka 10 hektare lahan baru harus disediakan sebagai kompensasi.

Namun, Panggah mengakui bahwa penerapan kebijakan ini bukan hal yang mudah.

“Kebanyakan lahan pertanian dimiliki oleh masyarakat, bukan pemerintah. Tantangan ini membutuhkan pendekatan yang bijaksana. Selain itu, kita perlu memanfaatkan teknologi pertanian yang lebih canggih agar produktivitas tetap terjaga meskipun luas lahan semakin sempit,” jelas politisi Fraksi Golkar tersebut.

Ia juga menegaskan bahwa pemerintah harus berhati-hati dalam menerapkan kebijakan yang mengatur alih fungsi lahan.

Meskipun pembatasan seperti pengurangan akses listrik atau infrastruktur dapat dilakukan, pendekatan ini harus mempertimbangkan hak milik masyarakat.

“Disiplin dalam penerapan kebijakan penting, tetapi kita harus memastikan kebijakan tersebut tidak menimbulkan dampak sosial yang merugikan masyarakat,” tambahnya.

Dengan semakin sempitnya lahan pertanian, terutama di daerah padat penduduk, pemerintah dan masyarakat dituntut untuk bekerja sama menjaga keseimbangan antara pembangunan dan keberlanjutan sektor pertanian.

Upaya ini diharapkan dapat memastikan ketahanan pangan nasional sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi di masa depan.

(HR)

Dapatkan update berita terbaru dari  Topsumbar. Mari bergabung di Grup Telegram  Topsumbar News Update, caranya klik link https://t.me/topsumbar kemudian join. Anda harus instal aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel

Pos terkait