TOPSUMBAR – Anggota Komisi XIII DPR RI, Muslim Ayub, meminta Presiden Prabowo Subianto agar berhati-hati dalam memberikan amnesti kepada 44 ribu narapidana di Indonesia.
Ia menegaskan bahwa amnesti seharusnya diberikan kepada narapidana yang memenuhi kriteria tertentu, seperti lanjut usia, menderita penyakit kronis, atau tidak membahayakan masyarakat.
Sebaliknya, pelaku kejahatan berat seperti korupsi, narkotika berskala besar, dan tindak pidana berat lainnya, tidak seharusnya menerima amnesti.
“Kebijakan ini harus dilaksanakan dengan sangat hati-hati. Kriteria penerima amnesti harus jelas dan transparan, memastikan pelaku kejahatan berat, seperti korupsi atau tindak pidana yang merugikan negara, tidak mendapat manfaat dari kebijakan ini,” ujar Muslim dikutip dari Parlementaria pada Sabtu, 21 Desember 2024.
Muslim menilai bahwa pemberian amnesti harus mempertimbangkan keadilan bagi korban kejahatan, agar tidak menjadi celah untuk meringankan hukuman pelaku tindak pidana berat.
“Penting untuk memastikan langkah ini tidak disalahgunakan sebagai jalan pintas untuk mengurangi hukuman bagi pelaku kejahatan besar,” tegasnya.
Meski demikian, Muslim menyambut baik rencana Presiden Prabowo Subianto yang mengutamakan nilai kemanusiaan dalam kebijakan amnesti.
Menurutnya, langkah ini mencerminkan keberpihakan negara pada kelompok rentan.
“Saya mendukung langkah Presiden yang mempertimbangkan nilai kemanusiaan dan hak asasi manusia. Ini penting, terutama bagi narapidana yang lanjut usia, menderita penyakit kronis, atau mereka yang kasusnya tidak membahayakan masyarakat,” ujar politisi dari Fraksi Partai NasDem tersebut.
Muslim juga menekankan pentingnya memberikan kesempatan kedua bagi narapidana untuk memperbaiki hidup mereka.
Ia menyebutkan bahwa kebijakan ini bisa membantu memulihkan sistem peradilan di Indonesia sekaligus mengurangi beban kapasitas di lembaga pemasyarakatan (lapas).
“Amnesti ini bisa menjadi langkah strategis untuk mengurangi overkapasitas di lapas dan rutan, sekaligus meringankan beban anggaran negara. Namun, pembaruan sistem pemidanaan jangka panjang juga diperlukan, termasuk penerapan sanksi sosial dan dekriminalisasi tindak pidana ringan,” ujarnya.
Selain itu, Muslim mengusulkan agar narapidana kasus politik, terutama yang hanya menyampaikan pendapat tanpa kekerasan, diberikan prioritas dalam amnesti.
Ia juga menyoroti pentingnya keselarasan dengan revisi aturan penghinaan presiden dalam KUHP baru.
Di sisi lain, Muslim mengkritisi wacana menjadikan narapidana yang mendapatkan amnesti sebagai tenaga kerja untuk program swasembada pangan dan komponen cadangan.
Menurutnya, jika tidak diatur dengan baik, langkah ini berisiko membuka peluang eksploitasi.
“Pemberian kesempatan kerja kepada narapidana harus diarahkan pada pembinaan dan mendukung keberlangsungan hidup mereka pasca amnesti,” jelasnya.
Muslim menutup dengan menegaskan bahwa kebijakan amnesti harus menjadi bagian dari pembaruan sistem pemidanaan yang lebih manusiawi, termasuk reformasi dalam UU Narkotika dan penerapan sanksi alternatif yang tidak represif.
(HR)
Dapatkan update berita terbaru dari Topsumbar. Mari bergabung di Grup Telegram Topsumbar News Update, caranya klik link https://t.me/topsumbar kemudian join. Anda harus instal aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel