TOPSUMBAR – Ketua DPD PDI Perjuangan Sumatera Barat (Sumbar), Alex Indra Lukman, menegaskan bahwa mendudukkan kembali definisi otonomi daerah merupakan solusi untuk menekan biaya pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak yang kian membebani anggaran.
“Otonomi daerah kita sebenarnya harus jelas, apakah di tingkat provinsi, kabupaten, atau kota. Definisi ini perlu kita perjelas kembali agar perdebatan soal tingginya biaya Pilkada bisa lebih fokus dan terarah,” ujar Alex dalam keterangan tertulisnya, Selasa (17/12/2024).
Alex mengingatkan bahwa Sumatera Barat menjadi salah satu daerah pelopor Pilkada serentak. Hal ini dimulai sejak 2005 ketika pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota di Sumbar dilaksanakan secara bersamaan.
“Pada 2005, Sumbar melaksanakan pemilihan gubernur serentak dengan pemilihan 11 bupati dan 2 wali kota. Ini menjadi tonggak sejarah bagi Sumatera Barat dalam pelaksanaan Pilkada serentak,” jelas Alex.
Adapun 13 daerah yang melaksanakan Pilkada serentak kala itu meliputi Kabupaten Solok, Agam, Dharmasraya, Limapuluh Kota, Padang Pariaman, Pasaman, Pasaman Barat, Pesisir Selatan, Sijunjung, Solok Selatan, Tanah Datar, serta Kota Bukittinggi dan Kota Solok.
Sejak saat itu hingga 2024, Sumbar konsisten menggelar Pilkada serentak di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota.
Menurut Alex, mekanisme ini memberikan sejumlah efisiensi, baik dari sisi logistik maupun anggaran.
“Secara teknis, ada penghematan biaya seperti pemutakhiran data pemilih yang hanya dilakukan sekali. Begitu juga dengan honor panitia adhoc, biaya TPS, serta kebutuhan lain seperti sewa tenda, kursi, dan honor petugas KPPS dan Linmas,” paparnya.
Terkait wacana mahalnya biaya Pilkada yang sebelumnya disampaikan Presiden ke-8 RI, Prabowo Subianto, dalam HUT ke-60 Partai Golkar, Alex meminta pemerintah untuk segera mendiskusikan ulang konsep otonomi daerah agar isu tersebut tidak melebar ke hal yang kurang substansial.
“Di tingkat desa saja, pemilihan kepala desa sudah dilaksanakan secara langsung, bahkan sudah ada yang menggunakan e-voting, seperti pemilihan wali nagari di Kabupaten Agam pada 2021 lalu,” ungkap Alex yang berasal dari daerah pemilihan Sumbar I.
Meski begitu, Alex menilai bahwa pemilihan kepala daerah melalui lembaga legislatif tingkat provinsi, kabupaten, atau kota justru dapat berpotensi menurunkan legitimasi kepala daerah di mata publik.
“Jika kepala daerah dipilih melalui mekanisme perwakilan, ini justru bisa men-delegitimasi kepemimpinan mereka,” ujar Alex yang juga menjabat Wakil Ketua Komisi IV DPR RI.
Meski menghargai wacana Presiden Prabowo sebagai bagian dari upaya perbaikan sistem pemilu, Alex menegaskan bahwa ide tersebut harus memastikan kemajuan demokrasi, bukan menjadi langkah mundur.
“Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur serta mengurus kepentingan pemerintahan secara mandiri. Karena itu, setiap perubahan sistem harus tetap berpijak pada penguatan demokrasi dan kesejahteraan masyarakat,” tutupnya.
Diketahui, otonomi daerah di Indonesia telah mengalami beberapa perubahan mendasar, yakni melalui UU Nomor 2 Tahun 2015, UU Nomor 9 Tahun 2015, dan UU Nomor 11 Tahun 2020.
(HT)
Dapatkan update berita terbaru dari Topsumbar. Mari bergabung di Grup Telegram Topsumbar News Update, caranya klik link https://t.me/topsumbar kemudian join. Anda harus instal aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel