TOPSUMBAR – Video yang menampilkan pengendara motor mengenakan jas hujan atau membawa kayu untuk menghindari ulat jati di sejumlah ruas jalan di Gunungkidul viral di sosial media.
Meski terlihat mengganggu, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gunungkidul menegaskan bahwa masyarakat dan wisatawan tidak perlu khawatir secara berlebihan menghadapi fenomena ini.
Kepala Bidang Pengembangan Destinasi Wisata Dinas Pariwisata Gunungkidul, Supriyanta, menjelaskan bahwa munculnya ulat jati merupakan fenomena musiman yang kerap terjadi di awal musim hujan setiap tahunnya.
“Kami mengimbau masyarakat untuk tetap tenang. Fenomena ini biasa terjadi dan tidak membahayakan,” ujar Supriyanta dikutip dari Detik pada Rabu, 20 November 2024.
Namun, ia juga mengingatkan bahwa kontak langsung dengan ulat tertentu dapat menyebabkan iritasi kulit atau alergi pada sebagian orang.
Oleh sebab itu, masyarakat dan wisatawan diminta untuk mengenakan pakaian tertutup seperti lengan panjang, celana panjang, dan sepatu untuk mengurangi risiko kontak.
Sutopo, seorang warga Desa Wareng, Wonosari, turut membagikan pengalamannya ketika melintasi jalan yang dipenuhi ulat jati di wilayah Pulegundes, Tepus.
“Kalau pagi, biasanya ulat turun dari pohon. Kemarin saya berkendara ke arah pantai, tubuh saya sampai dipenuhi ulat. Meski begitu, saya tetap hati-hati agar tidak terganggu,” ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa beberapa pengendara lain memilih berhenti karena khawatir menghadapi situasi tersebut.
Kasat Lantas Polres Gunungkidul, AKP Kevin Ibrahim, juga memberikan imbauan kepada pengendara agar selalu berhati-hati saat melintas di jalan yang terkena fenomena ulat jati.
“Kami menyarankan agar pengendara memakai pakaian tertutup untuk melindungi diri dan tetap fokus agar perjalanan tetap aman,” ucapnya.
Sementara itu, dilansir dari Tribunnews, ahli entomologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Hari Purwanto, menjelaskan bahwa ulat jati hidup di daun pohon jati sebagai sumber makanan.
Ia mengatakan bahwa ulat ini tidak berbahaya bagi manusia.
“Mereka tidak menyebabkan gatal, jadi tidak perlu khawatir,” kata Hari.
Menurutnya, ulat ini akan segera berubah menjadi kepompong sebelum menjadi kupu-kupu jenis Hyblaea puera yang memiliki sayap indah.
Hari juga menambahkan bahwa fenomena ini biasanya hanya berlangsung dalam waktu singkat, beberapa hari saja.
Bahkan, masyarakat di Gunungkidul kerap memanfaatkan kepompong ulat jati untuk diolah menjadi makanan khas.
(HR)
Dapatkan update berita terbaru dari Topsumbar. Mari bergabung di Grup Telegram Topsumbar News Update, caranya klik link https://t.me/topsumbar kemudian join. Anda harus instal aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel