Tiga Mantan Kadis ESDM Babel Dituntut 6-7 Tahun Penjara atas Kasus Korupsi Timah

Tiga Mantan Kadis ESDM Babel Dituntut 6-7 Tahun Penjara atas Kasus Korupsi Timah

TOPSUMBAR – Tiga mantan Kepala Dinas (Kadis) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) menghadapi tuntutan 6 hingga 7 tahun penjara atas dugaan korupsi pengelolaan timah ilegal yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 300 triliun.

Sidang kasus ini berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Senin (18/11/2024).

Ketiga terdakwa adalah Suranto Wibowo, Kepala Dinas ESDM Babel periode 2015-2019; Amir Syahbana, Kepala Dinas ESDM Babel periode 2021-2024; dan Rusbani, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas ESDM pada Maret 2019.

Bacaan Lainnya

Mereka dinilai bersalah karena bekerja sama dengan pihak swasta dalam pengelolaan timah secara ilegal.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Suranto dan Amir masing-masing 7 tahun penjara serta denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan.

Selain itu, Amir diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 325.999.998 subsider 2 tahun kurungan.

Sementara itu, Rusbani dituntut 6 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan.

“Perbuatan para terdakwa tidak mendukung upaya pemerintah dalam menciptakan tata kelola negara yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Kerugian yang ditimbulkan sangat besar, termasuk kerusakan lingkungan yang masif,” ujar jaksa dikutip dari Detik pada Selasa, 19 November 2024.

Jaksa juga mengungkapkan bahwa Suranto dkk terlibat dalam menyetujui Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB) ilegal untuk lima perusahaan smelter dan afiliasinya.

Kelima perusahaan tersebut adalah PT Refined Bangka Tin, CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa.

RKAB tersebut tidak hanya digunakan sebagai dasar operasional, tetapi juga sebagai legitimasi bagi penambangan ilegal di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah, Tbk.

Berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian negara dari kasus ini mencapai Rp 300,003 triliun.

“RKAB yang disetujui hanya dijadikan formalitas untuk mengakomodasi pengelolaan bijih timah hasil penambangan ilegal,” tambah jaksa.

Selain itu, Suranto disebut menerima fasilitas berupa akomodasi hotel dan transportasi dari salah satu perusahaan yang terlibat, yakni PT Stanindo Inti Perkasa.

Ia juga dianggap lalai dalam melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap perusahaan pemegang izin usaha jasa pertambangan (IUJP).

Meski demikian, jaksa menyatakan bahwa ketiga terdakwa memiliki hal yang meringankan, yaitu belum pernah dihukum sebelumnya.

Agenda persidangan selanjutnya adalah pembelaan dari para terdakwa.

(HR)

Dapatkan update berita terbaru dari  Topsumbar. Mari bergabung di Grup Telegram  Topsumbar News Update, caranya klik link https://t.me/topsumbar kemudian join. Anda harus instal aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel

Pos terkait