Pengajian dan Kepikunan

Oleh : Eddy Yatman

Dari sejumlah literatur dan podcast kesehatan di media sosial kita ketahui bahwa agar senantiasa sehat, manusia sebaiknya tak hidup dalam kesendirian. Terutama di usia lanjut. Maka, amatlah wajar bila banyak pakar kesehatan dan mental health yang memberikan nasihat untuk mereka. Tentu juga untuk saya, karena sebentar lagi usia saya sudah masuk 64 tahun.

Kata para pakar tersebut, untuk memperlambat mampirnya senility, amnesia, atau kepikunan, kita harus rajin-rajin bersosialisasi. Saya rasa ini amat benar, karena sesuai dengan hadis Nabi yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Imam Muslim. “Barang siapa yang ingin diluaskan rezeki dan dipanjangkan umurnya, dia harus memperbanyak silaturahmi.” Begitu kata Nabi.

Namun, sejak usia berapa kegiatan itu mesti kita lakukan? Saya tidak tahu karena saya bukan pakarnya. Tapi, menurut insting saya, hal itu sebaiknya dilakukan sejak muda, sejak fisik masih prima. Sebab, jika hal itu baru dimulai di usia senja, biasanya banyak handicap fisik ataupun mental block yang bakal muncul untuk melemahkan keinginan.

Seperti kita ketahui, di usia sekitar 60 aneka penyakit degeneratif telah bercokol dalam diri. Ada yang bernama penyakit asam urat, rematik, diabetes, kolesterol, hipertensi, dan lain-lain. Semua ini akan jadi penghalang bagi seseorang untuk berkumpul-kumpul.

Juga faktor kebiasaan, pemicu mental block tadi. Mereka yang ketika muda jarang bersosialisasi biasanya sulit untuk berubah di hari tua. Karena sifat itu akan terbawa-bawa ke hari tua. Sehingga, banyak di antara mereka yang hanya bersepi diri di dalam rumah. Ini kerap membuat daya ingat gampang turun. Bahkan kebugaran fisik pun cepat mendera. Dan ini, dalam kehidupan nyata, banyak sekali saya saksikan.

Sehubungan dengan itu, kami yang sama-sama bersekolah di Kota Bukit Tinggi dan satu angkatan di level SLTA–ada SMA 1, ada SMA 2, ada SMA 3, ada STM, ada SMEA–sengaja membentuk suatu ikatan kekerabatan yang punya agenda kumpul- kumpul dengan frekuensi dua bulan sekali.

Tapi, supaya tak sekadar ajang kumpul-kumpul, pertemuan itu sengaja diisi dengan pengajian. Pematerinya berganti-ganti. Untuk hari ini, di rumah saya di Pondok Bambu, Jakarta Timur, yang memberikan tausiah adalah Ustaz Sihabuddin Umar, S.E.,M.M.

Lho, kok gelarnya bukan Lc., M.A.? Ya. Karena, dari pendidikan formalnya, beliau adalah ahli ekonomi. Tapi, dari pendidikan informal, beliau sangat expert dan mumpuni di bidang agama Islam. Dan, topik yang beliau berikan pada hari ini adalah Persiapan-persiapan Menuju Kematian. Klop sekali dengan usia kami, sehingga sesi tanya-jawab di forum yang ringan dan santai ini berlangsung sangat dinamis.

Lalu, siapa yang bisa menjadi ketua organisasi paguyuban ini? Dan berapa lama masa jabatan ketuanya? Jawabannya adalah: Siapa saja yang bersedia. Dan seberapa lama dia sanggup.

Meskipun demikian, belum pernah terdengar ketua organisasi ini meminta perpanjangan masa jabatan. Dan tak pernah pula terbetik niat untuk mengubah “konstitusi” paguyuban supaya anak ketua yang sebelumnya bisa terpilih menjadi wakil ketua di periode kepengurusan ketua berikutnya.

Jakarta, 30 November 2024

Eddy Yatman merupakan alumni SMA Negeri 1 Bukittinggi, lulus tahun 1980. Kini, akademisi, pengusaha, dan traveler, tinggal di Jakarta

Pos terkait