Majelis Hakim Soroti Perhitungan Kerugian Negara dalam Kasus Korupsi Tata Niaga Timah

Majelis Hakim Soroti Perhitungan Kerugian Negara dalam Kasus Korupsi Tata Niaga Timah (Foto: dok.istimewa)

TOPSUMBAR – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta mempertanyakan konsep perhitungan kerugian negara dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah yang disebut merugikan negara hingga Rp 300 triliun.

Pertanyaan itu disampaikan oleh Anggota Majelis Hakim, Alfis Setyawan, saat sidang lanjutan dengan menghadirkan Auditor Investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Suaedi, sebagai ahli.

Sidang tersebut turut melibatkan terdakwa Helena Lim, yang dikenal sebagai crazy rich Pantai Indah Kapuk; mantan Direktur Utama PT Timah Tbk, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani; mantan Direktur Keuangan PT Timah Tbk, Emil Ermindra; serta Direktur PT Stanindo Inti Perkasa, MB Gunawan.

Bacaan Lainnya

“Ada laporan keuangan yang digunakan sebagai data, berarti ada pemasukan untuk PT Timah. Apakah pemasukan itu tidak diperhitungkan dalam kerugian negara? Ataukah hanya pembayaran saja yang dihitung?” tanya Hakim dikutip dari Tribunnews pada Sabtu, 16 November 2024.

Suaedi menjelaskan bahwa kerugian negara dihitung berdasarkan pembayaran bijih timah ilegal yang dilakukan oleh PT Timah Tbk.

“Jumlah pembayaran itu menjadi bagian dari perhitungan kerugian negara,” jelasnya.

Namun, Hakim kembali mempertanyakan apakah pendapatan dari penjualan logam timah tidak dimasukkan dalam perhitungan kerugian tersebut.

“Dalam perhitungan kerugian, apakah pendapatan itu juga tidak dihitung?” tanya Hakim lagi.

Menjawab pertanyaan itu, Suaedi menyatakan bahwa perhitungan mereka fokus pada transaksi yang dinilai ilegal.

“Kepemilikan bijih yang diperoleh dari transaksi tersebut merupakan bagian dari pemulihan kerugian negara,” jawabnya.

Hakim pun mengkritik metode ini, karena hanya menyoroti kerugian tanpa mempertimbangkan pemasukan yang diperoleh PT Timah.

“Masyarakat bisa bingung karena hanya melihat kerugian tanpa tahu adanya pemasukan,” tegas Hakim.

Menurut Suaedi, pihaknya hanya menjalankan tugas untuk menghitung kerugian negara berdasarkan data dari penyidik dan laporan keuangan perusahaan.

“Tugas kami menghitung kerugian negara, sesuai data yang diberikan,” tutupnya.

Berdasarkan surat dakwaan jaksa penuntut umum, total kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 300 triliun.

Angka ini mencakup kerugian dari kerja sama penyewaan alat hingga pembayaran bijih timah ilegal, serta kerusakan lingkungan yang mencapai Rp 271 triliun.

Awal Mula Kasus Korupsi Timah

Dilansir dari Bangkapos, kasus dugaan megakorupsi di sektor tata niaga timah ini kembali mencuat setelah tim auditor dari BPKP melakukan pemeriksaan langsung ke Bangka Belitung.

Pemeriksaan tersebut menyasar ke sejumlah perusahaan smelter timah yang memiliki kerja sama dengan PT Timah Tbk.

Auditor Investigasi BPKP, Suhaedi, menyatakan dalam persidangan bahwa indikasi megakorupsi ini terungkap setelah ditemukan penyimpangan dalam kerja sama penyewaan smelter, pembelian bijih timah, hingga dampak kerusakan lingkungan.

Menurut hasil audit, potensi kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 300 triliun.

Jumlah ini mencakup kerugian dari penyewaan smelter, pembelian bijih timah, serta kerusakan lingkungan yang ditimbulkan.

BPKP kemudian mengirimkan tim auditor untuk melakukan investigasi di Bangka Belitung.

Fokusnya adalah pada perusahaan-perusahaan smelter timah yang bekerja sama dengan PT Timah Tbk.

Dalam investigasi tersebut, tim menemukan berbagai penyimpangan yang mengarah pada dugaan megakorupsi di sektor ini.

Temuan kerugian negara ini mencakup kerja sama antara PT Timah Tbk dan empat smelter swasta, yaitu PT Sariwiguna Binasentosa, CV Venus Inti Perkasa, PT Stanindo Inti Perkasa, serta PT Refined Bangka Tin.

Setelah kasus ini terungkap, penyidik Kejaksaan Agung meminta BPKP untuk melakukan audit dan menghitung kerugian negara akibat dugaan korupsi ini. Permintaan tersebut kemudian diajukan pada 14 November 2023.

“Proses di kami tidak langsung berlanjut ke audit. Ada tahapan ekspose sebelum surat tugas diterbitkan. Surat tugas audit baru kami terbitkan pada 26 Februari 2024,” ujar Suhaedi.

Dalam proses audit, ditemukan bahwa PT Timah Tbk telah mengeluarkan dana lebih dari Rp 3 triliun untuk penyewaan smelter yang menghasilkan 63,16 ton logam timah.

Selain itu, PT Timah juga membayar Rp 11,1 triliun untuk 68,01 ton bijih timah yang diolah di smelter swasta dan Rp 15,5 triliun untuk 85,99 ton bijih timah yang diolah di fasilitas PT Timah sendiri.

Selain itu, BPKP juga mengungkap bahwa PT Timah diduga membeli bijih timah dari wilayah konsesi mereka sendiri dan penambang ilegal.

“Bijih timah yang digunakan ternyata berasal dari tambang ilegal yang beroperasi di area konsesi PT Timah,” ungkap Suhaedi.

Praktik ini tidak hanya berpotensi merugikan keuangan negara tetapi juga melanggar regulasi pertambangan.

Selain kerugian keuangan, aktivitas penambangan ilegal ini berdampak besar pada kerusakan lingkungan.

Berdasarkan temuan BPKP, kerugian akibat kerusakan lingkungan mencapai Rp 271 triliun.

Sementara itu, ahli lingkungan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Bambang Hero Saharjo, memaparkan bahwa kerusakan lingkungan di kawasan hutan dan non-hutan akibat aktivitas tambang ini membebani negara dalam jumlah yang sangat besar.

Berikut Rincian Kerugian Lingkungan:

Kawasan Hutan:

  1. Kerugian ekologis: Rp 157,83 triliun
  2. Kerugian ekonomi: Rp 60,27 triliun
  3. Biaya pemulihan: Rp 5,25 triliun

Kawasan Non-Hutan:

  1. Kerugian ekologis: Rp 25,87 triliun
  2. Kerugian ekonomi: Rp 15,20 triliun
  3. Biaya pemulihan: Rp 6,62 triliun

Kerugian negara sebesar Rp 300 triliun ini tercantum dalam laporan audit BPKP dengan nomor PE.04.03/S-522/D5/03/2024, yang diterbitkan pada 28 Mei 2024.

Laporan inilah menjadi salah satu dokumen utama yang digunakan jaksa dalam proses persidangan kasus ini.

(HR)

Dapatkan update berita terbaru dari  Topsumbar. Mari bergabung di Grup Telegram  Topsumbar News Update, caranya klik link https://t.me/topsumbar kemudian join. Anda harus instal aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel

Pos terkait