Kajian Jumat Oleh : Amri Zakar Mangkuto Malin, SH, M. Kn
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْه ُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اما بعـد
قال الله تعالى: اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.
Pembaca “TOP SUMBAR” yang setia.
Kami mengajak mari meninggalkan PUJIAN DAN SANJUNGAN kepada makhluk apapun titel dan statusnya, dan mari PUJIAN DAN SANJUNGAN SERTA SEGALA PERIMNTAAN ditujukan kepada Allah SWT agar setiap kata,niat dan perbuatan bernilai AMAL SHOLEH.
Kemudian selawat dan salam kepada Nabi tercinta Muhammad SAW yang diutus kepada umat terbelakang yang berprilaku seperti HEWAN yang dikenal dengan JAMAN JAHILIYAH diubah menjadi zaman yang BERMORAL DAN BERKHLAKUL KARIMAH.
Kaumuslimin yang dirahmati Alloh SWT.
Mentaati orangtua adalah wajib, tetapi ada batasannya, seperti dalam alquran: ”Dan jika keduanya memaksamu untuk MEMPERSEKUTUKAN DENGAN AKU SESUATU YANG TIDAK ADA PENGETAHUANMU TENTANG ITU, MAKA JANGANLAH KAMU MENGIKUTI KEDUANYA, DAN PERGAULILAH KEDUANYA DI DUNIA DENGAN BAIK, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepadaKu-lah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Luqman: 15).
DOKTRIN SUAMI BAHWA ISTERI AKAN MENJADI DURHAKA KARENA PERILAKUNYA YANG TIDAK DISUKAI DAN TIDAK MENURUTI KEHENDAK SUAMI
Taat dan patuh kepada Suami harus dibarengi dengan MEMPERLAKUKAN ISTERI SECARA BAIK, sehingga apabila suami hanya mengedepankan HAK dalam agama dengan doktrin ISTERI HARUS PATUH dan TAAT PADA PERINTAH SUAMI maka hal tersebut bukan TANPA BATAS artinya tidak dapat semena-mana.
Ketika kehendak ingin dipenuhi PAKAI AYAT DAN HADIST AJARAN AGAMA untuk agar isteri taat, tetapi ketika ada kesalahan dan keburukan serta penyimpangan TIDAK MAU DIINGATKAN maka hal ini suatu KEDURHAKAAN kepada Allah SWT. Maka seimbangkanlah kehendak suami meminta isteri taat dan patuh ada batasan kepatuhan sesuai kemampuan isteri.
Salah satunya jika diminta taat dan patuh untuk melakukan hal-hal yang dilarang Allah maka WAJIB TIDAK DITAATI DAN TIDAK DIPATUHI, sebagaimana hadist: “Tidak ada ketaatan dalam hal berbuat maksiat akan tetapi ketaatan adalah pada hal-hal yang baik.” (HR. Al-Bukhari, Muslim dan Abu Daud).
dan “Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam berbuat maksiat kepada Allah” (HR. Imam Ahmad) bahkan ditegaskan dalam hadist: “Sesungguhnya ketaatan itu hanya pada kebaikan saja” (HR. Bukhari).
SUAMI DAN ISTERI WAJIB TAAT KEPADA ALLAH SWT DAN KEDUA ORANGTUANYA DALAM MENJALANKAN HAK DAN KEWAJIBAN KEDUANYA
Sebagai suami atau isteri yang lahir dan dibesarkan oleh orangtua, mempunyai kewajiban taat kepada kedua orangtua, sehingga seorang suami TIDAK DAPAT MELARANG ISTERI BERBAKTI KEPADA ORANGTUANYA DEMIKIAN JUGA SEORANG ISTERI TIDAK DAPAT MELARANG SUAMI BERBAKTI KEPADA ORANGTUANYA, karena perintah Allah di atas perintah suami dan isteri, sebagaimana firman Allah SWT: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) terhadap kedua orang tuanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah, bahkan menyusukan pula selama kurang lebih 2 tahun. Maka dari itu bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu, hanya kepada-Ku sajalah tempat kamu kembali”. (Q.S. Luqman [31]: 15 .
dan “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya”. (Q.S. Al-Ahqaf [46]: 15).
Maka dengan ketaatan tersebut seorang anak MERAIH RIDHO ORANGTUA, sebagaimana hadist: “Ridho Allah SWT ada pada ridho kedua orang tua dan kemurkaan Allah SWT ada pada kemurkaan orang tua.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Hibban, Hakim).
Dan anak yang diredhai akan menjadi anak sholeh yang mendoakan kedua orangtuanya baik dikala hidup maupun matinya, sebagaimana hadist: “Apabila manusia meninggal dunia maka terputuslah amalnya kecuali karena tiga hal, yaitu sedekah jariyah, ilmu bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakannya.” (HR. Muslim).
MENTAATI ALLAH SWT DI ATAS KETAATAN KEPADA ORANGTUA DAN PEMIMPIN
Mentaati pemimpin adalah perintah Allah sebagai kewajiban yang mempunyai batasan, bukan ketaatan tanpa batas, batasannya adalah apabila dalam hal kebaikan dan PEMIMPINYA BERBUAT BAIK KEPADA YANG DIPIMPINNYA, tetapi apabila melakukan keburukan dan kemaksiatan maka GUGURLAH KEWAJIBAN TAAT KEPADA PEMIMPIN sebagaimana hadist: “Tidak ada kewajiban ta’at dalam rangka bermaksiat (kepada Allah). Ketaatan hanyalah dalam perkara yang ma’ruf (bukan maksiat).” (HR. Bukhari).
dan Rasulullah juga bersabda, “Seorang muslim wajib mendengar dan taat dalam perkara yang dia sukai atau benci selama tidak diperintahkan untuk bermaksiat. Apabila diperintahkan untuk bermaksiat, maka tidak ada kewajiban mendengar dan taat.” (HR. Bukhari).
Pada hadist lain disabdakan: ”Tidak beriman salah seorang diantara kalian, hingga aku (Rasulullah) menjadi yang paling dicintainya daripada anaknya, orang tuanya dan seluruh manusia” (HR. Bukhari dan Muslim).
Maka apabila pemimpin melakukan kesalahan dan memimpin dengan keburukan dan dipaksa mentaati maka sama dengan MENDURHAKAI ALLAH DAN RAUSLULLAH SAW.
MENJAGA ORANGTUA MELEBIHI DARI PAHALA KEBAIKAN LAINNYA
Sering karena BERDINAS, BERTUGAS AKTIVITAS DUNIA, orangtua ditelantarkan dan tidak diurus kehidupannya ketika sudah tua dan usia lanjut, maka dalam kisah disebutkan seseorang meminta ijin kepada Rasulullah untuk BERJIHAD, padahal itu wajib, maka nabi melarang berjihad, tetapi memerintahkan untuk MENJAGA ORANGTUA, sebagaimana hadist: Artinya, “Dari sahabat Abdullah bin Amr bin Ash ra, seorang sahabat mendatangi Rasulullah SAW lalu meminta izin untuk berjihad. Rasulullah SAW bertanya, ‘Apakah kedua orang tuamu masih hidup?’ ‘Masih,’ jawabnya. Rasulullah SAW mengatakan, ‘Pada (perawatan) keduanya, berjihadlah,’” (HR Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah).
Dan Artinya, “Dari Muawiyah bin Jahimah As-Sulami, Jahimah ra mendatangi Nabi Muhammad SAW dan berkata, ‘Aku ingin berperang bersamamu dan aku datang untuk meminta petunjukmu.’ Rasul bertanya, ‘Apakah kamu mempunyai ibu?’ ‘Ya,’ jawabnya. ‘Lazimkanlah ibumu karena surga berada di bawah telapak kakinya,’” (HR An-Nasa’i, Ibnu Majah, dan Al-Hakim).
Kisah lainnya ada yang BERANGKAT PERGI meninggalkan orangtuanya dalam keadaan SEDIH/ MENANGIS maka Nabi perintahkan untuk kembali ke orangtua dan membuatnya TERSENYUM, sebagaimana hadist:Artinya, “Dari sahabat Abdullah bin Amr ra, ia bercerita, seorang sahabat mendatangi Rasulullah SAW dan mengatakan, ‘Aku datang kepadamu untuk berbaiat hijrah dan kutinggalkan kedua orangtuaku dalam keadaan menangis. Rasul menjawab, ‘Pulanglah, buatlah keduanya tertawa sebagaimana kau membuat mereka menangis,” (HR Abu Dawud).
PERMINTAAN ORANGTUA UNTUK MEMISAHKAN SUAMI ISTERI ATAU MENJODOHKANNYA
Terkenal kisah KAWIN PAKSA atau DIJODOHKAN? Hal ini menurut Islam tidaklah terlarang apabila mendapat persetujuan, tetapi apabila mendapat penolakan bukanlah suatu KEDURHAKAAN (tidak patuh kepada orangtua) apabila alasannya adalah alasan yang benar dan membawa manfaat lebih baik daripada menerima, maka menolak lebih baik akibatnya.
Sebagaimana hadist: ”Tidak boleh seorang janda dinikahkan sampai ia menyatakan persetujuan dengan lisan, dan tidak boleh seorang perawan dinikahkan sampai ia menyatakan persetujuan”. Seorang sahabat bertanya: “Bagaimana persetujuan seorang perawan?”. Nabi bersabda: “dengan diamnya ketika ditanya” (HR. Bukhari – Muslim).
Keadaan menjodohkan sudah lazim dianggap sebagai BHAKTI kepada kedua orangtua walau anak akan menderita dan tidak ada rasa cinta, tetapi demi berbakti kepada orangtua dikabulkan, walau akibatnya terjadi pertengkaran dan perceraian setelahnya.
Kedaan lain ada orangtua menemukan keburukan atau hal tak baik pada pasangan anaknya, apakah pada Suami atau pada isteri, maka orangtua meminta untuk menceraikan? Hal ini adalah pernah terjadi di zaman Rasulullah SAW sebagaimana hadist: Artinya, “Dari sahabat Abu Darda ra, seseorang mendatanginya dan berkata, ‘Aku mempunyai seorang istri, tetapi ibuku memintaku untuk menceraikannya.’ Abu Darda ra berkata, ‘Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Orang tua adalah pintu surga paling tengah. Jika mau, kau boleh menyia-nyiakan pintu tersebut atau kau boleh merawatnya,’’ (HR At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Dan Artinya, “Dari sahabat Abdullah bin Umar ra, dari Nabi Muhammad SAW, ia bersabda, ‘Ridha Allah berada pada ridha kedua orang tua. Sedangkan murka-Nya berada pada murka keduanya,’” (HR At-Tirmidzi, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim).
Permintaan menjodohkan dan menceraikan tersebut apabila dilakukan dengan ikhlas dan bisa menerima akibatnya maka itu lebih baik jika tidak ada pilihan lain, tetapi apabila dapat memberikan pemahaman dan pengertian kepada orangtua tentu jauh lebih baik daripada MENGIKUTI DAN MENGORBANKAN DIRI karena akibat dikemudian hari, tentunya perlu memberikan pemahaman dan pengertian ke orangtua, yang mana hal tersebut bukan suatu KEDURHAKAAN, tetapi hal yang Mubah bahkan apabila dapat meyakinkan orangtua dan ternyata ditemukan KEBAIKAN maka itu adalah bhakti yang menyeleamatkan diri dan orangtua dari MASALAH KEMUDIAN HARI.
ISTERI YANG BAIK HARUS DIIMBANGI DENGAN SUAMI YANG BAIK, TETAPI BILA ISTERI BAIK DIPASANGKAN DENGAN SUAMI TIDAK BAIK, MAKA TIDAK BISA DITERAPKAN HUKUM YANG TIDAK SEIMBANG
Suami yang baik adalah yang mempergauli isterinya dengan baik, sebagaimana perintah Allah SWT: ”Dan gaulilah para istri dengan baik. (QS al-Nisa’: 19).
ISTERI YAG BAIK DISEBUTKAN DALAM HADIST: Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, pernah ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Siapakah wanita yang paling baik?” Jawab beliau, “Yaitu yang paling menyenangkan jika dilihat suaminya, mentaati suami jika diperintah, dan tidak menyelisihi suami pada diri dan hartanya sehingga membuat suami benci” (HR. An-Nasai dan Ahmad).
Maka ketika salah seorang baik dan lainnya tidak, maka itu sama dengan mencampur adukkan yang baik dengan yang buruk, hal itu DILARANG OLEH ALLAH SWT: ”Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui” (Surah Al Baqarah Ayat 42).
PERILAKU BURUK SUAMI YANG MENJADIKANNYA DURHAKA KEPADA ALLAH SWT
Pertama
MENELANTARKAN ANAK DAN ISTERI DAN TIDAK MEMBERIKAN PERLINDUNGAN LAHIR DAN BATHIN
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, ia berkata: ”Rasulullah bersabda: ’seseorang cukup dipandang berdosa bila ia menelantarkan belanja orang yang menjadi tanggung jawabnya.’” (HR.Abu Dawud, Muslim,Ahmad,dan Thabarani).
Kedua
BOLEH MENGAMBIL HARTA SUAMI UNTUK MELUNASI KEWAJIBAN YANG TIDAK DIA TUNAIKAN KEPADA ISTERI DAN ANAK
Dari Asyah ra, bahwa Hindun binti Utbah pernah berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan adalah orang yang kikir dan tidak mau memberikan kepadaku belanja yang cukup untuk aku dan anakku, sehingga terpaksa aku mengambil dari hartanya tanpa sepengetahuannya.” beliau besabda: ’Ambillah sekadar cukup untuk dirimu dan anakmu dengan wajar.” (HR.Bukhari, Muslim, Nasa’i, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad, dan Darimi).
Ketiga
SUAMI JADI ORANG FASIQ APABILA BERNIAT MENIKAHI WANITA UNTUK TUJUAN TAK BAIK, TERMASUK DENGAN MAHAR BESAR TETAPI DIPENUHI ITIKAD BURUK
Dari Maimun Al-Kurady dari bapaknya, ia berkata: ”saya mendengar nabi SAW.(bersabda): “siapa saja laki laki yang menikahi seorang perempuan dengan mahar sedikit atau banyak, tetapi dalam hatinya bermaksud tidak akan menunaikan apa yang menjadi hak perempuan itu, berarti ia telah mengacuhkannya. Bila ia mati sebelum menunaikan hak perempuan itu, kelak pada hari kiamat ia akan bertemu dengan Allah sebagai orang yang fasiq…” (HR.Thabarani).
Keempat
SUAMI YANG AWALNYA SAYANG TETAPI SETELAHNYA MEMBENCI ISTERINYA DAN SEBALIKNYA
Sering rasa benci dan sayang muncul karena sebab sesuatu? Bisa karena KECANTIKAN, KEKAYAAN, JABATAN DAN KETURUNAN, tetapi ada rasa itu muncul karena SIFAT DAN PERILAKU, maka jika suka dan benci diTAUTKAN dengan hal di atas maka akan SIRNA ditelan waktu selama berumahtangga, maka Rasulullah bersabda: “Janganlah seorang suami yang beriman membenci isterinya yang beriman. Jika dia tidak menyukai satu akhlak darinya, dia pasti meridhai akhlak lain darinya,” (HR. Muslim).
Kelima
SUAMI YANG TIDAK MAU TAHU DENGAN PEKERJAAN DIRUMAH TANGGA, SEHINGGA SEMUA DIBEBANKAN KEPADA ISTERI
Rasulullah telah mencontohkan hidup berumahtangga: “Beliau (Rasulullah) membantu pekerjaan isterinya dan jika datang waktu salat, maka beliau pun keluar untuk salat,” (HR. Bukhari).
Keenam
SUKA MEMBANDING-BANDINGKAN PASANGAN DENGAN LAINNYA
Bahwa sering apabila suami bertemu teman atau isteri berkumpul sama-sama, sering menunya MEMBANDINGKAN PASANGAN maka hal itu perilaku buruk keduanya, tak ada yang lebih baik jika demikian perilaku: “Sesungguhnya di antara orang yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah seseorang yang menggauli isterinya dan isterinya menggaulinya kemudian dia menyebarkan rahasia-rahasia isterinya,” (HR. Muslim).
Dari uraian di atas dapatlah kita simpulkan bahwa Taat kepada Orangtua, kepada Suami dan kepada pemimpin ada batasannya selama mentaati Allah dan Rasulullah SAW wajib ditaati, tetapi jika diajak untuk bermaksiat (melanggar perintah Allah SWT) atau Pemimpin yang melakukan hal buruk begitu juga dengan suami atau isteri melakukan hal buruk yang menimbulkan dosa maka TIDAK ADA KETAATAN DALAM BERMAKSIAT KEPADA ALLAH SWT (melanggar larangan Allah SWT) sehingga jangan salah menggunakan hukum Allah dan Rasulullah giliran untuk kepentingan diri sendiri digunakan Hukum Allah untuk memaksa orang lain taat, tetapi diri sendiri mengingkari (berlaku buruk) maka LEBIH BESAR DOSA pemimpin dan suami yang demikian karena dia DURHAKA KEPADA ALLAH SWT.
NUUN WALQOLAMI WAMA YASTHURUN.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
(Sukabumi, Jumat, 1 November 2024)
Penulis merupakan seorang pendakwah, dosen, penulis buku dan praktisi hukum