Perilaku Ambisi Mengemis  Jabatan dan Kekuasaan Serta Rintangan Penegakan Spirit Musyawarah Dalam Memilih Pemimpin

Kajian Jumat Oleh : Amri Zakar Mangkuto Malin, SH, M. Kn

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْه ُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اما بعـد
قال الله تعالى: اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.

Pembaca “TOP SUMBAR “yang dirahmati Allah SWT, marilah kita selalu ingat dan berzikir dalam segala keadaan karena Roh untuk bekal hidup adalah TITIPAN ALLAH pada tubuh, ketika roh diambil maka tubuh akan tak ada harga dan nilai sama sekali karenanya DIKUBURKAN, sebab jika roh hilang dari badan maka TUBUH AKAN MEMBUSUK dan melebur dengan tanah.

Selawat dan salam pada nabi kita kekasih Allah SWT, semoga kita diberi safaat dan pertolongan didunia dan akhirat.

Rasulullah SAW adalah PEMIMPIN SELURUH ALAM, yaitu semua ciptaan Allah berada di bawah kepemimpinan Rasulullah SAW. Tetapi untuk kepentingan dunia manusia dapat memilih pemimpin atau dikenal dengan UMARA yang sering disebut juga dengan ULUL AMRI.

Seperti Allah firmankan pada surat An-Nisa 4: 5 artinya: “Hai orang-orang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri diantara kamu”.

Dalam alquran Allah berfirman Artinya: “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang URUSAN MEREKA (DIPUTUSKAN) DENGAN MUSYAWARAH antara mereka” (Surat Asy-Syura Ayat 38).

Pada ayat lain ; “dan BERMUSYAWARAHLAH DENGAN MEREKA DALAM URUSAN ITU”. ( QS Ali Imran :159).

Perintah Allah kepada orang beriman adalah BERMUSYAWARAH dalam urusan dunia, bukan membuat sistem yang MENGHALANGI PROSES MUSYAWARAH atau menciptakan sistem yang mana musywarah dilakukan dikalangan PARTAI POLITIK DAN ELIT POLITIK SERTA LEVEL TIM SUKSES untuk menentukan calon pemimpin?

Hal ini tentunya sangat melukai prinsip musyawarah yang menjadi prinsip Allah dan rasulullah dalam mengurus makhluk.

Konsep musyawarah dalam memilih pemimpin tersebut ada pada semua level baik ketika PENCALONAN MAUPUN PENCALONAN BAHKAN DALAM MENJALANKAN PEMERINTAHAN WAJIB DILAKUKAN DENGAN MUSYAWARAH, maka negara dan pemimpin yang meninggalkan musyawah dalam urusan dunianya maka akan dipimpin oleh orang yang SUKA MEMINTA-MINTA (MENGEMIS) AKAN JABATAN.

ALLAH MELARANG MEMIMLIH PEMIMPIN YANG MENAWARKAN DIRI UNTUK DIPILIH ATAU MENCALONKAN DIRI

Pemilihan pemimpin sering terjadi dengan mekanisme PENCALONAN yang diusulkan oleh PARTAI PENGUSUNG DALAM PEMERINTAHAN dan TIM SUKSES PADA ORGANISASI ATAU LEMBAGA LAINNYA, maka kebiasaan ini tentu belum memenuhi kehendak Allah dan RasulNya sebab ada LARANGAN MEMILIH PEMIMPIN YANG MINTA DIPILIH.

Lantas bagaimana Islam memberikan panduan dalam memilih pemimpin? Yaitu BERMUSYAWARAH BERSAMA dan MEMILIH DIANTARA MEREKA PEMIMPIN YANG BAIK MENURUT ORANG BANYAK, BUKAN BAIK MENURUT PARTAI ATAU TIM SUKSES?

LARANGAN MENGANGKAT DAN MEMILIH PEMIMPIN ATAS ORANG YANG MENCALONKAN DIRI JADI PEMIMPIN

Dalam suatu riawayat ada seseorang meminta jabatan kepada Rasulullah SAW, dimana orang itu berkata: “Ya Rasulullah, berilah kepada kami jabatan pada salah satu bagian yang diberikan Allah kepadamu. “Maka jawab Rasulullah SAW: “Demi Allah Kami tidak mengangkat seseorang pada suatu jabatan kepada orang yang menginginkan atau ambisi pada jabatan itu” (H. R. Bukhari Muslim).

Dari Abu Musa Radhiyallahu anhu dia berkata, “Saya masuk menemui Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama dengan dua orang dari kaumku, lalu salah seorang dari kedua orang itu berkata, “Jadikanlah (angkatlah) kami sebagai amir (pejabat) wahai Rasulullâh!” Kemudian yang seorang lagi juga meminta hal yang sama. Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya kami tidak akan mengangkat sebagai pejabat orang yang memintanya dan tidak juga orang yang tamak terhadap jabatan itu” (Hr Bukhâri, Abu Dâwud dan an-Nasâ-i).

Dari Abu Musa berkata, “Saya dan dua orang anak pamanku menemui Rasulullah SAW, salah seorang dari keduanya lalu berkata, “wahai Rasulullah angkatlah kami sebagai pemimpin atas sebagian wilayah yang telah diberikan Allah SWT kepadamu.” Dan seorang lagi mengucapkan perkataan serupa.” Maka Rasulullah SAW bersabda, “Demi Allah, sesungguhnya kami tidak akan memberikan jabatan bagi orang yang meminta dan yang rakus terhadapnya.” (HR Muslim).

Maka barang siapa menjadi TIM SUKSES dan PRILAKU PARTAI yang mengusung Calon Pemimpin adalah bentuk pelanggaran terhadap Sunnah yang mana mengajarkan untuk mengajak dan membudayakan musyawarah dalam memilih pemimpin bukan dengan cara memaksakan calon TERTENTU untuk diusung dan dipilih oleh rakyat atau anggota organisasi.

PEMINTA MINTA JABATAN SEJATINYA ORANG YANG LEMAH, KARENA KUATIR TIDAK MENDAPATKAN JABATAN

Sebagaimana contoh pada zaman Rasulullah pernah mengingatkan Abdurrahman bin Samurah untuk tidak meminta-minta jabatan, sebagaimana tersebut dalam hadits berikut: “Dari Abdurrahman bin Samurah ia berkata : Rasulullah bersabda kepadaku: “Janganlah meminta jabatan, karena jika engkau diberi tanpa memintanya niscaya engkau akan ditolong oleh (Allah). Namun jika diberikan kepadamu karena permintaanmu maka akan dibebankan kepadamu” (H.R. al-Bukhari).

Maka dengan PERINGATAN ini kepada peminta minta jabatan untuk dipilih dalam suatu organisasi atau lembaga pemerintahan agar dipilih menjadi Menteri, menjadi kepala pemerintahan dan sebagainya adalah pilihan orang BERIMAN lebih baik MENYELAMATKAN DIRI DARI BAHAYA PEMIMPIN YANG MEMINTA MINTA JABATAN DAN HAUS AKAN JABATAN.

PEMIMPIN YANG MENGANGKAT PEMIMPIN ATAU KELOMPOK ORGANISASI YANG MEMILIH PEMIMPIN ATAS DASAR PERTEMANAN DAN KEKERABATAN ADALAH MENGKIANATI ALLAH SWT

Sebagaimana hadist: ”Barangsiapa yang mengangkat seseorang (untuk suatu jabatan) karena semata-mata hubungan kekerabatan dan kedekatan sementara masih ada orang yang lebih tepat dan ahli daripadanya maka sesungguhnya dia telah melakukan pengkhianatan terhadap Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang beriman” (H.R. al-Hakim).

SIKSAAN BAGI YANG MENGAMBIL JABATAN SECARA TIDAK BAIK DENGAN CARA CURANG DAN ATAS DASAR KEKERABATAN

Jika melihat seseorang mampu dalam memimpin tidak salah diangkat jadi pemimpin, tetapi ketika ada orang yang tidak ada kemampuan dalam menjadi pemimpin lalu MEGAJUKAN DIRI DAN TERPILIH JADI PEMIMPIN, maka bagi pemimpin terpilih dan rakyat atau anggotanya akan MENJADI BENCANA DAN MUSIBAH besar dikemudian hari.

Dalam shahih muslim dikisahkan suatu ketika Abu Dzar berkata kepada Nabi; Wahai Rasul hendaklah engkau memberiku jabatan! Rasulullah lalu menepuk punggung Abu Dzar seraya berkata: “Wahai Abu Dzarr sesungguhnya engkau itu lemah dan sungguh jabatan itu adalah amanah dan jabatan itu pada hari kiamat hanyalah kehinaan dan penyesalan kecuali bagi orang yang mengambilnya secara benar dan melaksanakannya dengan sebaik-baiknya”.

CONTOH PEMIMPIN YANG MAMPU DAN MEMPUNYAI KOMPETENSI JUJUR DAN DIPERCAYA ADALAH NABI YUSUF AS

Nabi Yusuf as yang secara terang-terangan meminta Raja Mesir mengangkat dirinya sebagai bendaharawan negara. Seperti disebutkan pada surah Yusuf ayat 54-56 dikisahkan suatu ketika negeri Mesir ditimpa bahaya kelaparan akibat kemarau yang sudah berlangsung tujuh tahun. Dalam kondisi demikian Raja Mesir sulit mencari pejabat yang pantas untuk dipromosikan. Atas saran seseorang sang raja memanggil Yusuf untuk menjalani fit and propertest. Pada kesempatan itulah Yusuf dengan penuh keyakinan berkata kepada Raja: “Jadikanlah aku bendahawaran negara sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengetahuan.”

Dalam kasus ini apa yang dilakukan Yusuf adalah sebuah keterpaksaan. Ia terpaksa meminta jabatan karena dua alasan: Pertama Yusuf prihatin dengan kondisi negara dan berniat ingin menyelamatkan negeri itu dari bahaya kelaparan. Kedua ia menilai dirinya cukup kapabel dan berpengetahuan di bidang keuangan dan perbendaharaan. Terpenting dari itu semua Yusuf juga tahu bagaimana menjaga amanah.

Jika Nabi Yusuf meminta jabatan karena merasa dirinya mampu maka sebaliknya bagi mereka yang merasa diri tidak mampu memegang jabatan sebaiknya tidak perlu memaksakan diri mengejar-ngejar jabatan.

CALON PEMIMPIN YANG BERAMBISI MENDAPATKAN JABATAN LEBIH BERBAHAYA DARI DARI SRIGALA

Dari Ibnu Ka’ab bin Malik al-Anshari, dari ayahnya, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Tidaklah dua ekor serigala yang lapar dilepas di tengah gerombolan kambing lebih merusak daripada rusaknya seseorang terhadap agamanya karena ambisinya untuk mendapatkan harta dan kehormatan.”(H.R. at-Tirmidzi).

Tetapi KETAMAKAN DAN AMBISI JADI PEMIMPIN telah diingatkan oleh Rasulullah SAW: ”Dari Abu Hurairah, Dari nabi Saw. beliau bersabda: “Sesungguhnya kalian akan begitu tamak pada kekuasaan, dan kelak engkau akan menyesal di hari kiamat.” (H.R. al-Bukhari).

PEMIMPIN YANG TERPILIH DENGAN MUSYAWARAH AKAN DITOLONG ALLAH DAN YANG TERPILIH KARENA MENCALONKAN DIRI TIDAK AKAN DITOLONG ALLAH HANYA AKAN MENOLONG TIM YANG MENDUKUNGNYA

Dari Abdurrahman bin Samurah dia berkata: Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda kepadaku, “Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah kamu meminta jabatan! Karena sesungguhnya jika diberikan jabatan itu kepadamu dengan sebab permintaan, pasti jabatan itu (sepenuhnya) akan diserahkan kepadamu (tanpa pertolongan dari Allâh). Dan jika jabatan itu diberikan kepadamu BUKAN DENGAN PERMINTAAN, PASTI KAMU AKAN DITOLONG (oleh Allâh Azza wa Jalla) dalam melaksanakan jabatan itu. Dan apabila kamu bersumpah dengan satu sumpah kemudian kamu melihat selainnya lebih baik darinya (dan kamu ingin membatalkan sumpahmu), maka bayarlah kaffârah (tebusan) dari sumpahmu itu dan kerjakanlah yang lebih baik (darinya)”. (Hr al-Bukhâri  dan Muslim, Tirmidzi, An-Nasâ-i dan Abu Dâwud).

Demikian pula, Abu Dzar berkata, “Wahai Rasulullah tidakkah anda menjadikanku sebagai pegawai (pejabat). Abu Dzar berkata, “Kemudian beliau (Rasulullah) menepuk bahuku dengan tangan.”Kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Wahai Abu Dzar, kamu ini lemah (untuk memegang jabatan) padahal jabatan merupakan amanah. Pada hari kiamat ia adalah kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi siapa yang mengambilnya dengan haq dan melaksanakan tugas dengan benar.” (HR Muslim).

Dari uraian di atas setiap jabatan dan kekuasaan di dunia, baik dalam bidang agama dengan menjadi MAJELIS ULAMA,USTAD, KYAI, HABIB, SYEH dan ULAMA dan jabatan dunia seperti Presiden, Gubernur, Walikota/Bupati, Camat, Kepala Desa, RW,RT, Ketua ORGANISASI, pimpinan PERUSAHAAN dll semuanya AKAN DIPERTANGGUNGJAWABKAN kepada Allah.

Jangan mengira MENTANG-MENTANG JADI ULAMA DAN JADI USTAD bebas dari pertanggungjawaban? Tidak.

Hal ini karena semua jabatan akan jadi penyesalan, KHUSUSNYA YANG TAMAK DAN MEMINTA-MINTA JABATAN, sebagaimana Hadist Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إنَّكُمْ سَتَحْرِصُونَ عَلَى الإمَارَةِ ، وَسَتَكونُ نَدَامَةً يَوْمَ القِيَامَة
“Nanti engkau akan begitu tamak pada kekuasaan. Namun kelak di hari kiamat, engkau akan benar-benar menyesal” (HR. Bukhari)..

Konsep pertanggungjawaban pemimpin ini sebagaimana disebutkan dalam hadist: “Ketahuilah Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang di pimpin, PENGUASA YANG MEMIMPIN RAKYAT BANYAK DIA AKAN DIMINTAI PERTANGGUNGJAWABAN ATAS YANG DIPIMPINNYA, setiap kepala keluarga adalah pemimpin anggota keluarganya dan dia dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, istri pemimpin terhadap keluarga rumah suaminya dan juga anak-anaknya. Dia akan dimintai pertanggungjawabannya terhadap mereka, dan budak seseorang juga pemimpin terhadap harta tuannya dan akan dimintai pertanggungjawaban terhadapnya, ketahuilah, setiap kalian adalah bertanggung jawab atas yang dipimpinnya.” (HR Bukhari).

Sehingga Orang Minangkabau mengibaratkan seorang pemimpin SEPERTI POHON BESAR, dengan pesan moral: “Kayu gadang di tangah koto, bapucuak sabana bulek, baurek sabana tunggang, batangnyo tampek basanda, dahannyo tampek bagantuang, ureknyo tampek baselo, daunnyo tampek balinduang, tampek balinduang kapanehan, tampek bataduah kahujanan”.

Artinya seorang pemimpin itu haruslah menjadi panutan dan dapat melindungi anggotanya, situasi seperti ini akan melahirkan keakraban yang berlandaskan kekeluargaan.

Karenanya JAUHILAH SIFAT MEMINTA-MINTA (MENGEMIS) JABATAN DAN KEKUASAAN, agar tidak menjadi penyesalan di hari kiamat dan pilihlah pemimpin dengan proses dan cara Musyawarah, baik UNTUK MENGANGKAT MAUPUN UNTUK MEMBERHENTIKAN PEMIMPIN.

Tetapi apabila memilih pemimpin yang memita jabatan dan dicalonkan oleh kelompok dan tim sukses maka ambisi pejabat demikian akan mementingkan orang/ kelompok pengusung dan Allah TIDAK MENOLONG PEMIMPIN YANG DEMIKIAN.

NUUN WALQOLAMI WAMA YASTHURUN.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

(Sukabumi, Jumat, 18 Oktober 2024)

Penulis merupakan seorang pendakwah, dosen, penulis buku dan praktisi hukum

Pos terkait