TOPSUMBAR – Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu menuai kontroversi di kalangan masyarakat Minangkabau.
Masyarakat Minang yang dikenal dengan falsafah “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah” bereaksi keras terhadap pasal 103 ayat 4 dalam PP tersebut, yang mereka nilai memberikan izin penyediaan alat kontrasepsi bagi anak sekolah atau pelajar.
Dalam pandangan masyarakat Minang, pasal ini dinilai berpotensi melegalkan hubungan seksual di kalangan remaja atau anak sekolah.
Pemerintah, di sisi lain, beralasan bahwa kebijakan ini ditujukan untuk memberikan edukasi dan perlindungan kesehatan reproduksi bagi remaja, termasuk mereka yang telah menikah atau membutuhkan kontrasepsi untuk alasan medis.
Diharapkan dengan adanya penyediaan alat kontrasepsi ini, risiko kehamilan yang tidak diinginkan dan penyakit menular seksual di kalangan remaja dapat diminimalkan.
Namun, kebijakan ini menuai kritik tajam dari Perkumpulan Pusat Kajian Adat Bersendi Syarak Syarak Bersendi Kitabullah dan Hukum Adat Minangkabau (PUJIAN-ABSSBK-HAM) yang diketuai oleh Dr. Drs. M. Sayuti, M.Pd., DT. Rajo Panghulu.
Sayuti menyatakan bahwa kebijakan tersebut tidak sejalan dengan ajaran agama Islam serta adat dan budaya Minangkabau.
“Jika penggunaan kontrasepsi di kalangan remaja atau anak sekolah difasilitasi, itu sama saja dengan membiarkan mereka berbuat yang bertentangan dengan ajaran agama, terutama Islam,” ujar Sayuti.
Ia menegaskan bahwa pihaknya akan melakukan langkah hukum dengan mengajukan uji materiil ke Mahkamah Agung.
Menurut Sayuti, hak uji materiil adalah hak Mahkamah Agung untuk menilai materi muatan peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang terhadap peraturan perundang-undangan tingkat lebih tinggi.
Untuk langkah hukum ini, Sayuti menyebutkan pihaknya telah menunjuk tim kuasa hukum di bawah bendera “Merah Putih Minangkabau”.
Tim hukum “Merah Putih Minangkabau” yang dipimpin oleh Anul Zufri, S.H., M.H., Ph.D, juga didukung oleh sejumlah pengacara terkemuka seperti Miko Kamal, S.H., LL.M., Ph.D, Yunizal, S.H, dan lainnya.
Anul Zufri menegaskan bahwa ketentuan pasal 103 ayat 4 dalam PP No. 28 Tahun 2024 sangat bertentangan dengan karakteristik dan nilai-nilai masyarakat Sumatera Barat, yang berlandaskan pada falsafah “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah”.
Menurutnya, pasal ini juga dapat diartikan sebagai anjuran tidak langsung kepada anak usia sekolah untuk melakukan hubungan seksual pranikah.
“Ketentuan tersebut tidak hanya bertentangan dengan ajaran agama, tetapi juga merusak tatanan adat dan budaya Minangkabau yang religius,” ungkapnya.
Tim hukum berharap Mahkamah Agung dapat membatalkan pasal tersebut, agar tidak merusak moral generasi muda dan tetap menjaga kehormatan budaya Minangkabau.
(Riko)
Dapatkan update berita terbaru dari Topsumbar. Mari bergabung di Grup Telegram Topsumbar News Update, caranya klik link https://t.me/topsumbar kemudian join. Anda harus instal aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel