Kisah Kehidupan Mantan Karyawan PT Gapersil Silungkang Pasca Kebangkrutan, Bertahan Hidup dengan Usaha Serabutan

Kisah Kehidupan Mantan Karyawan PT Gapersil Silungkang Pasca Kebangkrutan, Bertahan Hidup dengan Usaha Serabutan

TOPSUMBAR – Kehidupan terus berjalan meski tantangan silih berganti, begitu pula nasib para mantan karyawan PT Gapersil Silungkang.

PT Gapersil merupakan sebuah perusahaan tenun yang tutup sebelum tahun 1990-an, meninggalkan ratusan pekerja yang terpaksa mencari penghidupan baru.

Inilah hasil investigasi yang dilakukan oleh tim media ini pada Rabu, 11 September 2024.

Bacaan Lainnya

Banyak dari para mantan karyawan yang berasal dari Kecamatan Silungkang dan daerah sekitar seperti Solok, Payakumbuh, Sijunjung, Batu Sangkar, serta kota-kota lain terpaksa meninggalkan pekerjaan mereka tanpa menerima pesangon sepeser pun.

Rafles, salah seorang mantan karyawan, mengungkapkan di depan rekan-rekan kerjanya bahwa mereka tidak mendapatkan hak mereka meski sudah puluhan tahun mengabdi.

“Setelah diberhentikan, kita tidak mendapatkan hak atau pesangon sedikitpun meski sudah puluhan tahun mengabdi di perusahaan ini,” ujarnya.

Asbon Thaher, Direktur PT Gapersil yang mewarisi perusahaan dari orang tuanya, mengakui bahwa ia tak mampu mengatasi kondisi perusahaan yang semakin memburuk.

Upaya yang dilakukan oleh para karyawan melalui jalur Komisaris dan Departemen Tenaga Kerja untuk mendapatkan pesangon berakhir tanpa hasil, menambah kekecewaan di antara mereka.

Sejak perusahaan ditutup, banyak mantan karyawan beralih ke berbagai pekerjaan serabutan untuk menyambung hidup.
Beberapa di antaranya memilih mendulang emas secara manual di sekitar aliran Batang Lasi, yang terletak di depan bekas lokasi perusahaan yang kini hanya menyisakan puing-puing bangunan.

Selain itu, sebagian mantan karyawan memilih mengais rezeki dengan mengambil pasir dari sungai, seperti yang dilakukan oleh Ujang, seorang pria berusia hampir 70 tahun.

“Saat ini proyek pemerintah belum banyak berjalan, jadi dalam seminggu kami hanya bisa menjual 2 hingga 3 mobil pasir L-300 seharga Rp 110 ribu per mobil,” ujar Ujang.

Meskipun penghasilannya tidak menentu, ia tetap bersyukur masih diberi kesehatan untuk menjalani pekerjaan berat ini.

Sementara itu, pasangan suami istri, Rafles dan Enna, hampir setiap hari mendulang emas di Batang Lasi Sawah Taratak Mudik.

Meski terkadang pulang dengan tangan kosong, mereka tetap berusaha, karena pekerjaan di industri tenun lokal tidak menentu, bekerja seminggu, libur dua hingga tiga minggu.

“Kami setiap hari mendulang emas di Batang Lasi Sawah Taratak Mudik, meskipun hanya pulang dengan tangan kosong, namun kami tetap berusaha. Karena bekerja di usaha tenun hanya bagaikan ‘Saluang Dangdut’ yang seminggu kerja, istirahat 2 atau 3 minggu,” tutupnya.

(ROL)

Dapatkan update berita terbaru dari  Topsumbar. Mari bergabung di Grup Telegram  Topsumbar News Update, caranya klik link https://t.me/topsumbar kemudian join. Anda harus instal aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel

Pos terkait