Dua Belas Cara Transaksi Bisnis Berpotensi “Gharar dan Syubhat” Menyebabkan Harta Halal Menjadi Haram

Kajian Jumat Oleh : Amri Zakar Mangkuto Malin, SH, M. Kn

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْه ُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اما بعـد
قال الله تعالى: اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.

Pembaca Topsumbar yang beriman dan bertaqwa.

Kita bersyukur kepada Allah SWT yang senantiasa melindungi kita dari segala musibah dan bencana yang datang sekejap mata, seperti itu juga MAUT yang datang tiba-tiba kepada setiap orang yang HIDUP maka dari itu jangan lupa bersyukur kepada Allah SWT.

Selawat dan salam untuk Nabi kita tercinta, Muhammad SAW yang telah meninggalkan pegangan hidup yaitu ALQURAN DAN HADIST yang mana dengan itu dijamin dan PASTI tidak akan tersesat dalam hidup dan matinya.

Marilah kita ingat lagi khutbah pada Haji Wada’, antara lain dari Ibnu Abbas ra. menuturkan bahwa Rasulullah bersabda ”Wahai manusia, sungguh telah aku tinggalkan di tengah-tengah kalian suatu perkara yang jika kalian pegang teguh niscaya kalian tidak akan tersesat selamanya: Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya (HR al-Hakim, al-Baihaqi dan Malik).

MANUSIA SETELAH RASULULLAH MENINGGAL TIDAK BOLEH MEMBUAT HUKUM, DILARANG MENAMBAH, DILARANG MENGURANGI APALAGI MEMBUAT HUKUM TANDINGAN SESUAI KEBUTUHAN MANUSIA PADA ZAMANNYA

Karena Hukum Allah telah sempurna, jika tidak tahu tinggal cari hukumnya di Alquran dan hadist BUKAN DENGAN ANALOGI ATAU DINARASIKAN, sebagaimana hadist: ”Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu… (Al-Ma’idah:3)”.

Dari Abu Muhammad Al-Hasan bin ‘Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kesayangannya radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Aku hafal (sebuah hadits) dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Tinggalkanlah yang meragukanmu lalu ambillah yang tidak meragukanmu.’” (HR. Tirmidzi, An-Nasa’i. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih) [HR. Tirmidzi dan An-Nasa’i).

JALAN SESAT ORANG YANG MENGGUNAKAN PEDOMAN HUKUM BERIBADAH SELAIN KEPADA ALQURAN DAN HADIST, KARENA DISESATKAN OLEH ALLAH SEBAB MENINGGALKAN PEDOMAN ALQURAN DAN HADIST

Sebagaimana hadist dari Ali bin Abi Thalib RA, Rasulullah SAW bersabda: “Ingatlah, sesungguhnya akan terjadi fitnah.”…….…alquran  yang memisahkan (antara yang hak dan yang bathil), bukan senda gurau, barangsiapa meninggalkannya karena bersikap sombong, maka Allah akan membinasakannya, dan barangsiapa mencari petunjuk pada selainnya, maka Allah akan menyesatkannya, ia adalah tali Allah yang kokoh, ia adalah peringatan yang bijaksana, ia adalah jalan yang lurus. (HR Tirmidzi dan Abu Daud).

MEMBUAT HUKUM MENANDINGI HUKUM DALAM ALQURAN DAN HADIST DI CAP SEBAGAI MUSUH ALLAH DAN RASULULLAH

Sebagaimana hadist: ”Nanti pada hari Kiamat Alquran (yaitu amalan bacaan Alquran) akan dibentuk menjadi seseorang. Maka didatangkan seseorang yang memikulnya tapi dia menyelisihi perintah Alquran, maka jadilah Alquran itu musuh baginya, seraya berkata: “Wahai Robbku, Engkau menjadikan dia dia memikulku, tapi dia adalah pemikul yang paling buruk, dia melampaui batasan-batasanku, menyia-nyiakan kewajiban-kewajibanku, melanggar larangan-laranganku, meninggalkan ketaatan padaku.” Terus-menerus Alquran melemparkan tuduhan padanya dengan hujjah-hujjah sampai dikatakan padanya: “Lakukan terhadapnya apapun yang engkau ingin lakukan.” Maka Alquran tidak melepaskannya sampai dia melemparkannya hingga tertelungkup di atas hidungnya di dalam.” (HR Ibnu Abi Syaibah).

PEMBUAT HUKUM IBADAH ATAS DASAR ILMU DAN PENGETAHUANNYA DIIKUTI OLEH ORANG LAIN MAKA AMAL ATAS HUKUM YANG DIBUAT TERSEBUT MENJADI DEBU YANG BETERBANGAN AKAN SIA-SIA

Akan banyak orang yang MERUJUK KEPADA HUKUM BUATAN MANUSIA UNTUK MENGHALALKAN PERBUATANNYA, LANTAS JADI AMALAN, MAKA INGATLAH:: ”Sehingga perbuatan yang dikira amal sholeh sia-sia sebagaimana disebut dalam alquran: “Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan”. (Al-Furqan : 23).

APABILA ADA PERSELISIHAN PENDAPAT DIKALANGAN ULAMA,USTAD DAN KYAI BAHKAN AHLI DALAM IBADAH MAKA JANGAN PEDOMANI PENDAPAT SALAH SATU TAPI PEDOMANI ALQURAN

Sebagaimana Allah SWT berfirman, Artinya: ”Apapun yang kalian perselisihkan, putusannya (kembali) kepada Allah (surat asy-Syura [42]: 10).

PRILAKU GHARAR DALAM HUKUM IBADAH DAN MUAMALAH

Menurut https://tirto.id/mengenal-gharar-hukum-dampak-dan-contohnya-dalam-islam  menyebutkan Gharar adalah risiko, bahaya, mengisap, atau upaya merusak jika diartikan secara etimologis. Gharar juga mengandung arti penipuan, penyesatan, sesuatu yang berbahaya, hingga sesuatu yang tidak jelas keadaan dan akibatnya. Sehingga gharar dapat terjadi pada objek transaksi, Jual beli sesuatu yang belum ada, Jual beli barang yang tidak mampu diserahterimakan, Jual beli barang yang belum diketahui, Gharar pada harga dan Gharar waktu serah terima.

Menurut https://konsultasisyariah.com diantara bentuk transaksi yang terindikasi GHARAR adalah jual beli yang belum ada wujud barang dan tidak terjadi serahterima barang, seperti : Jual-beli barang yang belum ada (ma’dum), seperti jual beli habal al habalah (janin dari hewan ternak) atau Ketiga: Jual-beli barang yang tidak mampu diserah terimakan.

Seperti  menjual barang secara berantai dari orang ke orang tetapi barangnya tetap berada di pabrik atau gudang,hanya lewat poto barang dan contoh barang lalu dijual belikan tanpa ada serah terimanya dan bahkan DIPERJUAL BELIKAN LAGI.

Sehingga prilaku Gharar tersebut dapat terjadi pada sikap sebagaimana firman Allah SWT: “Janganlah engkau mengikuti sesuatu yang tidak kauketahui. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya,” (QS. Al-Isra [17]: 36).

JENIS KELOMPOK TRANSAKSI YANG DILARANG ALLAH DAN RASULULLAH SAW BERPOTENSI GHARAR

Pertama
MENJUAL BELIKAN BARANG ORANG LAIN

Sebagaimana hadist: ”Janganlah engkau menjual sesuatu yang bukan milikmu [HR Ahmad, Abu Dâwud,  an-Nasâ’i, at-Tirmidzi  dan Ibnu Mâjah].

Kedua
SEPAKAT ATAU MENOLAK JUAL BELI SETELAH BERPISAH DARI MAJELIS JUAL BELI

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, ”“Penjual dan pembeli masih boleh memilih (untuk meneruskan transaksi atau membatalkannya) selama mereka belum berpisah. Jika keduanya jujur dan menjelaskan apa adanya, maka keduanya diberkahi dalam jual belinya. Jika keduanya menyembunyikan (cacat)  dan berdusta, maka akan dihapus berkah pada keduanya.” [HR. Bukhari dan  Muslim].

Ketiga
TRANSAKSI BARANG YANG BELUM JELAS PISIK

Transaksi yang belum jelas pisiknya ini adalah ketika terjadi jual beli “WUJUD BARANG’ sebagai objek jual beli belum ada tetapi bisa jadi yang ada video, poto, surat-surat yang dikemas dalam bentuk PENAWARAN BARANG.

Sama halnya dengan lisan yang menceritakan atau memasarkan barang dengan media gambar dan poto barang, tetapi ketika transaksi wujud barangnya belum ada, sehingga jenis transaksi ini hanya UNTUK MEDIA PENAWARAN, tetapi sebelum jual beli WAJIB DILIHAT BARANGNYA DAN BERTEMU BARANG DENGAN CALON PEMBELI, sehingga terhindar dari jual beli MUNABADZAH DAN  MULAMASAH,

Sebagaimana dilarang dalam hadist: “Dari  Abu  Hurairah Radhiyallahu anhu mengatakan : ”Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari jual beli mulâmasah dan jual beli munâbadzah [HR al-Bukhâri dan Muslim).

Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari jual beli hashoh (hasil lemparan kerikil, itulah yang dibeli) dan melarang dari jual beli ghoror (mengandung unsur ketidak jelasan)” (HR. Muslim).

Jenis jual beli Munabadzah adalah jenis transaksi jual beli yang tidak sah dalam Islam, di mana barang ditawarkan melalui metode pelemparan tanpa melihat atau memeriksa barang tersebut terlebih dahulu.

Dan jenis jual beli Mulamasah adalah bentuk transaksi jual beli dimana kesepakatan dibuat melalui sentuhan singkat terhadap barang tanpa pemeriksaan mendalam. Jual beli ini jika dilihat dari perkembangannya bisa terjadi di akhir zaman karena kecanggihan teknologi seperti JUAL BELI BARANG SECARA ONLINE. Sehingga harus benar-benar diperhatikan KEHALALAN jual beli agar jangan barang yang halal dibeli dengan uang halal tetapi karena CARA TRANSAKSI TERLARANG menyebabkan mendapatkan hasil barang yang didapat secara haram.

Contoh Dari Abu Sa’id, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari munabadzah, yaitu seseorang melempar pakaiannya kepada yang lain dan itulah yang dibeli tanpa dibolak-balik terlebih dahulu atau tanpa dilihat keadaan pakaiannya. Begitu pula beliau melarang dari mulamasah, yaitu pakaian yang disentuh itulah yang dibeli tanpa melihat keadaaannya” (HR. Bukhari).

Keempat
MENOLAK PENGEMBALIAN BARANG YANG DIJUAL BELIKAN KARENA TIDAK SESUAI DENGAN PESANAN DAN CIRI BARANG YANG DIPESAN ATAU DIBELI

Dengan perkembangan tekhnologi belanja online yang di perdagangkan secara online atau sering dikenal dengan E-COMMERCE yaitu aktivitas perdagangan yang terjadi melalui media elektronik, dengan model CASH ON DELIVERY (COD) adalah sebuah sistem pembayaran yang dilakukan seseorang dalam bertransaksi antara penjual dan pembeli di suatu tempat, dan waktu yang sebelumnya sudah disepakati atau sering dikenal dengan BAYAR SETELAH BARANG SAMPAI.

Maka ada pedagang online yang MENOLAK BARANG YANG DIPERJUAL BELIKAN TERSEBUT UNTUK DIKEMBALIKAN padahal jenis dan bentuk barang yang di iklankan dan dipajang di media ecommerce tidak sesuai dengan kenyataan atau rusak dan sebagainya.

Maka jika melakukan hal ini tentu tergolong pada pelanggaran hadist yang menyuruh dan menganjurkan menerima barang yang dikembalikan adalah sifat mulia.

Sebagaimana hadist Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang menerima kembali barang yang telah dibeli darinya apabila pembeli mengurungkan pembelian, maka Allah akan mengangkatnya dari ketergelinciran di hari kiamat.” [HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).

Kelima
MEMAKSA ORANG YANG BERUTANG UNTUK MEMBAYAR UTANG TANPA MEMBERI TANGGUH SESUAI KEMAMPUAN ATAU DIPAKSA MENJUAL UNTUK PELUNASAN UTANG

Perkembangan transaksi jual beli ada yang terjadi JUAL BELI KARENA TERPAKSA, yaitu terpaksa dijual KARENA SEBELUMNYA SUDAH DIAGUNKAN ATAU DI KREDITKAN, sehingga JIKA UTANG TIDAK TERBAYAR AGUNAN DI JUAL, Maka sikap ini TIDAK sesuai dengan sunnah, karena memaksa orang yang berutang menjual adalah perbuatan zolim karena berutang tersebab tidak mampu memiliki uang tunai, maka sikap terbaik dalam islam adalah MEMBERI TANGGUH atas kesulitan yang berutang atau MEMBEBASKANNYA dari utang tersebut akan mendapatkan kebaikan yang banyak dari Allah SWT.

Sebagaimana hadist Dari Abi Al-Yusr radhiallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang memberi tangguh kepada orang yang kesulitan (untuk membayar hutang), atau membebaskan hutangnya, maka Allah akan berikan naungan dalam naungan-Nya.” [HR. Muslim].

Keenam
MEMBUAT OPSI PILIHAN JUAL BELI DALAM AKAD PINJAM MEMINJAM DAN SEWA MENYEWA

Adanya pilihan cara berniaga atas barang dengan cara JUAL BELI KREDIT atau SEWA BELI yang sering disebut juga dengan jual beli secara leasing, dapat berpotensi masuk kategori gharar apabila dilakukan dengan cara yang salah tidak sesuai dengan aturan agama, misalnya MENGGUNAKAN DUA AKAD DALAM MELAKUKAN TRANSAKSI misal SEWA DAN BELI sehingga ada unsur awalnya menyewa lama lama membeli dan sebagaimana.

Sebagaimana hadist Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dua bentuk transaksi dalam satu akad” (HR. An Nasai , Tirmidzi  dan Ahmad).

Ketujuh
JUAL BELI BUAH DIBATANG ATAU MEMBELI PADI YANG MASIH BELUM DIPANEN

Dari sahabat Anas bin Malik radhiyalahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang penjualan buah-buahan (hasil tanaman) hingga menua?” Para sahabat bertanya, “Apa maksudnya telah menua?” Beliau menjawab, “Bila telah berwarna merah.” Kemudian beliau bersabda, “Bila Allah menghalangi masa penen buah-buahan tersebut (gagal panen), maka dengan sebab apa engkau memakan harta saudaramu (uang pembeli)?” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dari Anas bin Malik juga meriwayatkan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang penjualan anggur hingga berubah menjadi kehitam-hitaman, dan penjualan biji-bijian hingga mengeras” (HR. Abu Daud, Tirmidzi Ibnu Majah dan Ahmad).

Rasulullah SAW bersabda, Artinya: Dari Jabir r.a, “Sesungguhnya Nabi SAW melarang muhaqalah, muzabanah, mukhabarah, dan tsunya kecuali bila diketahui.” (HR. Abu Daud).

(muhaqalah adalah jual beli buah yang masih di pohon, muzabanah adalah jual beli anggur basah dengan anggur kering, mukhabarah adalah mengadakan pengolahan atau penyewaan tanah dengan memberikan tuan tanah sebagian hasil panen, tsunya adalah jual beli sesuatu dan mengecualikan).

Kedelapan
JUAL BELI  HABALUL HABALAH YAITU JUAL BELI BERSYARAT KEPADA KEADAAN TERTENTU YAG BELUM JELAS KAPAN WUJUDNYA SEPERTI DILAKUKAN KAUM JAHILIYAH

Jual beli ini tergolong jenis jual beli kredit (tidak tunai) yang pembayarannya disyaratkan kepada syarat tertentu yang disepakati tetapi apa yang di sepakati dilarang cara dan syaratnya oleh Allah dan rasul. Atau dengan ucapan saya akan membayar jual beli setelah panen padi atau setelah rumah dan tanah saya terjual dan sebagainya sehingga memuat syarat yang belum pasti terujud.

Contoh hadist Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkataأَ “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang transaksi jual beli yang disebut dengan “habalul habalah”. Itu adalah jenis jual beli yang dilakoni masyarakat jahiliyah. “Habalul habalah” adalah transaksi jual beli yang bentuknya adalah: seorang yang membeli barang semisal unta secara tidak tunai. Jatuh tempo pembayarannya adalah ketika cucu dari seekor unta yang dimiliki oleh penjual lahir” (HR. Bukhari dan Muslim).

Kesembilan
JUAL BELI DENGAN PERANTARAAN ORANG

Bahwa jual beli yang baik adalah dilakukan sendiri bukan dengan perantara oranglain, sebab rasulullah pernah ditanya, Usaha (pekerjaan/profesi) apakah yang paling baik (paling ideal)?, Rasulullah SAW bersabda; pekerjaan (usaha) seseorang dengan tangannya dan setiap jual beli yang baik.” (HR. Bazzar dan al-Hakim).

Sehingga jelas apakah penjual dan pembeli sama ridho dan suka atas jual beli tersebut, baik tentang HARGA ATAU BENTUK BARANG HARUS JELAS agar jangan terjadi cacat dan komplein di kemudian hari, sebagaimana hadist: “Sesungguhnya jual beli (harus) atas dasar saling ridha (suka sama suka).” (HR. Al-Baihaqi).

Sepuluh
JUAL BELI DENGAN CARA RIBA, AKAN MENYEBABKAN SEMUA YANG MENDAPATKAN ALIRAN DANA DAN BERPERAN DALAM RANSAKSI RIBA AKAN MENDAPATKAN LAKNAT ALLAH SWT

Jual beli dengan cara riba dapat saja terjadi dalam jual beli barang halal, tetapi karena TIDAK PAHAM HUKUM RIBA dan TIDAK MENGETAHUI SUATU PERUSAHAAN MELAKUKAN RIBA ATAU BUKAN maka sering seseorang TERJEBAK dalam lingkaran BISNIS yang RIBANYA DILAKUKAN OLEH PERUSAHAAN dan PROMO DAN PENJUALNYA dimanfaatkan orang orang yang bagus keislamannya untuk menjualkan produk tersebut.

Allah Ta’ala berfirman,
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
“Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba” (QS. Al Baqarah: 275).

Dari Jabir radhiallahu ‘anhu, beliau berkata: “Rasulullah SAW melaknat pemakan riba, pemberinya, penulisnya, dan kedua saksinya, lalu beliau bersabda, ‘Mereka semua sama’.” ( Muslim  dan al-Bukhari).

Sebelas
MENJUAL KEMBALI BARANG DAGANGAN YANG BELUM DISERAH TERIMAKAN KE PEMBELI PERTAMA

Syaikh ‘Isa bin Ibrahim ad-Duwaisy dalam https://almanhaj.or.id  menyebutkn Dari Hakim bin Hizam Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah aku telah banyak melakukan jual beli, manakah jual beli yang di halalkan untukku dan mana yang di haramkan?’ Lalu beliau menjawab: ‘Apabila engkau membeli sesuatu, maka janganlah engkau menjualnya kembali sampai engkau menerima (barang tersebut).’” (Hr Imam Ahmad).

dan Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa membeli makanan, maka ia tidak boleh menjualnya kembali sebelum ia menerimanya.”

Duabelas
JUAL BELI URBUN DENGAN PANJAR YANG TIDAK SAMPAI KEPADA JUAL BELI

Sering pelaku bisnis tanah dan bangunan sebelum membeli melakukan pengikatan dengan membayar PANJAR (URBUN) maka berhati-hatilah dalam melakukannya karena bisa terjurus kepada jual beli terlarang apabila dilakukan dengan itikad buruk.

Sebagaimana hadist Dari ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya Radhiyallahu anhum, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli ‘urbun.” (Hr Malik, Abu Dawud, dan Ibnu Majah).

Berdasarkan uraian di atas, marilah PERIKSA DAN TELITI SERTA PAHAMI HUKUM TRANSAKSI DENGAN BAIK DAN BENAR agar selamat dari JERAT SERUPA DENGAN JERAMI (bahwa yang haram/riba itu disamarkan dalam transaksi halal) sehingga sulit dibedakan bahkan Ribanya pada perusahaan yang menjual produk tidak tahu, maka telah ikut kepada pemakan dan penolong riba bahkan saksi dari riba itu sendiri.

Jika masih ragu dengan hukum Allah ingatlah bahwa Allah sudah menjelaskan hukum yang membuat RAGU DAN SAMAR BAHKAN YANG HARAM DISAMARKAN JADI HALAL ADALAH MANUSIA YANG PINTAR DAN AHLI MEMUTAR BALIKKAN BAHKAN SUKSES MENGHIPNOTIS UMAT DENGAN IKUT FATWA DAN AJARAN BUATANNYA SEHINGGA LUPA HUKUM ALLAH SWT.

Hal ini dijelaskan dalam hadist:
“Dari Abu ‘Abdillah Nu’man bin Basyir Radhiyallahu anhuma berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya yang halal itu telah jelas dan yang haram pun telah jelas pula. Sedangkan di antaranya ada perkara syubhat (samar-samar) yang kebanyakan manusia tidak mengetahui (hukum)-Nya. Barangsiapa yang menghindari perkara syubhat (samar-samar), maka ia telah membersihkan agama dan kehormatannya. Barangsiapa yang jatuh ke dalam perkara yang samar-samar, maka ia telah jatuh ke dalam perkara yang haram. (Hr al Bukhari dan Muslim].

NUUN WALQOLAMI WAMA YASTHURUN.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

(Sukabumi, Jumat, 9 Agustus 2024)

Penulis merupakan seorang pendakwah, dosen, penulis buku dan praktisi hukum

Pos terkait