2. Perlawanan terhadap Revisi RUU Pilkada
Dilansir dari laman cnnindonesia.com, perlawanan publik dipicu oleh anggapan bahwa revisi RUU Pilkada yang tidak sepenuhnya mengakomodasi keputusan MK, terutama terkait batas usia minimal calon gubernur dan wakil gubernur yang diatur dalam Pasal 7.
Alih-alih mengikuti putusan MK, Baleg di DPR memutuskan untuk mengadopsi putusan Mahkamah Agung (MA) yang menetapkan batas usia calon dihitung pada saat pelantikan terpilih.
Hal ini tentu berbeda dari ketentuan MK yang mengharuskan batas usia dihitung sejak penetapan pasangan calon.
Selain itu, revisi RUU Pilkada yang disepakati DPR juga menetapkan bahwa perubahan syarat ambang batas pencalonan hanya berlaku untuk partai yang tidak memiliki kursi di DPRD.
Dalam hal ini, partai yang memiliki kursi di DPRD tetap harus memenuhi syarat 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara pemilu sebelumnya, sebuah ketentuan yang dinilai tidak adil dan menguntungkan partai besar.