TOPSUMBAR – Tradisi Tabuik atau Batabuik telah menjadi perayaan tahunan yang selalu diadakan di Pariaman.
Perayaan yang berlangsung dari tanggal 1 hingga 10 Muharram ini telah berkembang jadi festival resmi dan merupakan perhelatan terbesar di Minangkabau.
Namun, meski tradisi ini jadi daya tarik utama bagi wisatawan, ternyata ada sebuah kontroversi tentang tradisi Tabuik.
Apakah kontroversi tentang tradisi yang sarat akan pesan agama ini?
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai kontroversi yang dimaksud, mari ketahui sejarah dan asal-usul perkembangan Tabuik di Pariaman.
Asal-Usul Tabuik
Tabuik telah menjadi bagian dari masyarakat sejak zaman dahulu, tepatnya sejak abad ke-19.
Nama “Tabuik” berasal dari bahasa Arab, “Tabut” yang berarti peti kayu, yang merujuk pada legenda kuda bersayap dengan kepala manusia yang membawa jenazah Husain.
Awalnya, cuman ada satu Tabuik di Pariaman, namun pada tahun 1915, tradisi ini bertambah menjadi 2, yaitu Tabuik Pasa dan Tabuik Subarang.
Dibawa oleh Bangsa Cipei, India
Meski sejarahnya berkaitan dengan peristiwa di Irak, namun ada juga yang mengatakan jika tradisi Tabuik di Pariaman berasal dari Bengkulu, tepatnya dari Bangsa Cipei di India.
Menurut Refisrul dalam bukunya yang terbit tahun 2016, bangsa Cipei didatangkan oleh Inggris sebagai serdadu untuk merebut Bengkulu dari Belanda.