TOPSUMBAR – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Barat (DPRD Sumbar) bersama Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota akan menggelar Festival Maek pada 17-20 Juli 2024.
Untuk memperkaya narasi panjang dan misteri peradaban Maek, sebuah pameran dan diskusi dalam rangkaian pra-festival akan diselenggarakan di Payakumbuh.
Pameran dan diskusi ini berlangsung selama tiga hari, yakni dari 14-16 Juli 2024, dengan bertajuk “Membentangkan Maek” yang akan diadakan di Gedung Gambir (Fakultas Pertanian Unand) Payakumbuh.
Direktur Festival, Donny Eros, menyatakan bahwa pameran ini bertujuan untuk menyampaikan sejumlah kemajuan penelitian tentang Maek.
“Hasil-hasil temuan tim ahli dan tim riset dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang pada 2023 lalu melakukan serangkaian riset untuk mendudukkan pengetahuan tentang peradaban kuno Maek, dipajang di galeri pameran,” ungkapnya pada Kamis, 11 Juli 2024.
Ia menambahkan bahwa sebagian materi yang dipamerkan adalah hasil riset terbaru atas kerangka manusia Maek yang diekskavasi pada tahun 1986 lalu.
Beberapa temuan baru dari Tim Pengkajian Kawasan Budaya Maek juga akan dipamerkan, termasuk tipologi menhir yang sebelumnya belum dikenal hingga penemuan situs-situs menhir terbaru di Maek.
Hasil-hasil riset tersebut tidak hanya dipamerkan tetapi juga akan didiskusikan dalam sebuah forum diskusi internasional.
Arkeolog dan praktisi cagar budaya dari Jepang akan hadir untuk berbagi pandangan mengenai peradaban kuno dan cagar budaya di tingkat global.
Bahkan, Tim riset dari BRIN juga akan memaparkan hasil penelitian terbarunya atas kerangka manusia Maek.
Kegiatan ini rencananya akan dibuka pada Minggu, 14 Juli 2024 di Gedung Gambir dan akan diikuti oleh pelajar, mahasiswa, peneliti, dan masyarakat Maek.
Sementara, Ketua DPRD Sumatera Barat dan Dinas Kebudayaan Sumbar akan memaparkan kebijakan pemerintah provinsi terkait warisan dan pelestarian budaya.
Kegiatan tersebut selama tiga hari ke depan akan diikuti oleh berbagai kalangan, termasuk Dinas Kebudayaan dari berbagai kabupaten/kota, masyarakat Maek, tokoh masyarakat, akademisi, mahasiswa, jurnalis, dan beberapa komunitas.
Bertempat di Aula Balaikota Payakumbuh, pada hari yang sama setelah Ishoma akan diadakan pemaparan “Riset Perjalanan Maek” oleh peneliti dari BRIN.
Di hari kedua pra-festival, para pakar arkeologi dari dalam dan luar negeri akan menggelar diskusi dengan dua tajuk.
Pertama, diskusi “Simbol dan Peradaban Kuno” oleh ahli dari Mesir. Kedua, workshop “Maek Sebagai Warisan Dunia” oleh guru besar dari Universitas Andalas.
“Pada hari terakhir, kita akan mengulas ‘Maek dan Masa Depan Peradaban’. Arkeolog dari Jepang juga akan menyampaikan hasil temuannya tentang ‘Maek dan Asal Mula Bahasa Minangkabau’,” jelas Donny.
Pameran pada 15 dan 16 Juli akan dibuka mulai pukul 10.00 – 18.00 WIB. Masyarakat dapat mengunjungi dan melihat langsung hasil riset tentang Maek di sana.
Mengumpulkan Yang Terserak
Donny menceritakan bahwa pada 2023 lalu, Tim Ahli yang diketuai Prof Herwandi, Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Andalas, melakukan riset lapangan ke Universitas Gadjah Mada (UGM), Arsip Nasional Republik Indonesia, dan BRIN.
Riset ini bertujuan untuk mengetahui kelanjutan penelitian tentang Maek pada 1986 lalu.
“Saat itu, tim dari Pusat Arkeologi Nasional dan Arkeologi Universitas Gadjah Mada melakukan ekskavasi di situs Menhir Bawah Parit dan berhasil mengangkat tujuh kerangka. Namun, setelah itu, tidak ada kabar lanjutan soal hasil penelitian. Nasib tujuh kerangka tersebut juga tidak begitu jelas bagi masyarakat,” ujar Donny.
Dari rangkaian riset tersebut, tim ahli mengetahui bahwa tujuh kerangka tersebut telah dibagi menjadi tiga partisi, yaitu temuan budaya, ekofak, dan partisi terkait biologi.
Masing-masing partisi lalu disimpan di tempat berbeda, yaitu di Arkenas (kini BRIN), Laboratorium Arkeologi dan Paleontologi Fakultas Kedokteran UGM, dan Universitas Padjajaran Bandung.
Juga diketahui dari kunjungan tersebut bahwa hasil ekskavasi bukanlah tujuh kerangka utuh, melainkan sisa-sisa manusia dari tujuh individu.
Oleh karena itu, tim peneliti pada 1986 tidak bisa melakukan identifikasi mendalam terhadap kerangka-kerangka tersebut.
Namun demikian, dari identifikasi sementara, tim peneliti 1986 berhasil memperoleh beberapa keterangan sebagai berikut:
- Individu pertama (Rangka I): Tidak bisa diidentifikasi karena fragmen yang ditemukan terlalu kecil dan telah bercampur tanah.
- Individu kedua (Rangka II): Hanya berupa rahang atas dan rahang bawah. Umurnya diperkirakan antara 24-32 tahun, jenis kelaminnya belum diketahui.
- Individu ketiga (Rangka III): Berupa fragmen tulang leher. Usia dan jenis kelaminnya belum diketahui.
- Individu keempat (Rangka IV): Berupa rahang bawah dan rahang atas. Berusia antara 34-40 tahun dengan jenis kelamin perempuan. Gigi seri dan taring bagian atas individu ini telah diasah. Individu ini berasal dari ras Mongoloid.
- Individu kelima (Rangka V): Cukup lengkap, berupa beberapa bagian tulang.
- Individu keenam (Rangka VI): Temuan paling lengkap, berupa tengkorak kepala, tulang paha kanan, dan tulang paha kiri. Jenis kelamin perempuan dengan usia antara 40-50 tahun. Gigi individu ini juga telah diasah.
- Individu ketujuh (Rangka VII): Berupa rahang bawah. Jenis kelamin perempuan dengan gigi yang diasah.
Lebih lanjut, umur budaya tujuh kerangka Maek perlu diketahui dengan lebih pasti. Sejauh ini, baru umur kerangka di beberapa situs lainnya di Kabupaten Limapuluh Kota yang sudah diketahui.
(TON)
Dapatkan update berita terbaru dari Topsumbar. Mari bergabung di Grup Telegram Topsumbar News Update, caranya klik link https://t.me/topsumbar kemudian join. Anda harus instal aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.