Pergi Haji atau Wisata Religi akan Mempengaruhi Kualitas Haji Mabrur atau Haji Mardud

Kajian Jumat Oleh : Amri Zakar Mangkuto Malin, SH, M. Kn

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْه ُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اما بعـد
قال الله تعالى: اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.

Pembaca Topsumbar yang setia, dengan keimanan dan senantiasa merindukan kebenaran senantiasa tersampaikan ketika ada yang menggantinya dengan kesalahan dan menyembunyikan dibalik penampilan dan jabatan serta kepopuleran.

Kaum muslimin yang dirahmati Alloh SWT.

KAPANKAH JAMAAH HAJI MEMASANG NIAT HAJI?

Dengan keadaan jamaah yang berangkat sebelum waktu haji apa niatnya? Pergi wisata religi atau berhaji? Jika berhaji waktu haji belum? Maka yang berangkat sebelum waktu haji tergolong wisata religi atau bagi yang niat umroh dan sampai disana umroh maka dapat niat dan ibadah umroh.oleh karenaya perlu bagi penyelenggara haji memperhatikan kualitas haji agar berganti tahun pelaksanaan haji semakin MUDAH DAN MURAH jangan semakin mahal dan semakin banyak ANTRIAN HAJI?

Menurut https://www.cnbcindonesia.com terdapat puluhan ribu jamaah yang antri untuk menunaikan ibadah haji.

KAPAN IDUL ADHA 1445 H/2024 M?

Meneurut https://www.detik.com bahwa penetapan 10 Zulhijah 1445 H akan jatuh pada hari Senin tanggal 17 Juni 2024 dan diprediksi akan bersamaan dengan keputusan pemerintah, seperti penetapan oleh ormas islam terbesar Muhammadiyah tertuang dalam Maklumat Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 1/MLM/I.0/E/2024 tentang Hasil Hisab Ramadan, Syawal, dan Zulhijah dengan menggunakan metode hisab hakiki wujudul hilal untuk menetapkan awal bulan Hijriah.

BERHAJI DARI TANAH AIR DIDAHULUI OLEH WISATA RELIGI ATAU SETELAHNYA BERPOTENSI MERUSAK NIAT HAJI DAN BAHKAN MELELEHKAN JAMAAH KETIKA PELAKSANAAN RUKUN HAJI

Seperti kita tahu, pelaksanaan ibadah haji mempunyai rentang waktu yang lama, menurut https://www.detik.com bahwa lama ibadah haji atau total masa operasional dari hari keberangkatan hingga kepulangan jemaah berlangsung selama 30 hari dan durasi maksimal masa tinggal jemaah haji di Arab Saudi selama 42 hari.

Dengan waktu 30 hari sd 42 hari lantas apa kegiatan jamaah haji?

Kegiatan tentu persiapan keberangkatan dengan adanya gelombang keberangkatan haji tentu memakan waktu persiapan keberangkatan dan penyelenggara haji mengatur waktu WISATA RELIGI ada sebelum haji dan ada setelah berhaji, maka pengaturan tersebut suatu hal yang wajar saja.

Tetapi ketika dibarengi dengan wisata religi dan banyaknya aktivitas jamaah haji SEBELUM MUSIM HAJI akan MELELAHKAN PARA JAMAAH UNTUK KEGIATAN WISATA KE TANAH SUCI sehingga ibadahnya bisa jadi salat di masjidil haram dan thawaf selebihnya adalah WISATA RELIGI, maka tentu timbul suatu pertanyaan, apakah WISATA ITU BAGIAN DARI IBADHA HAJI? Atau ada perintah untuk ketika berhaji sekaligus berwisata?

Maka perlu dilakukan kembali ke sunnah Rasululah SAW, bahwa pelaksanaan ibadah haji tidaklah wajib dibarengi dengan WISATA RELIGI, tetapi itu bagian terpisah yang seharusnya dapat dilakukan pada waktu UMROH .

Wajib haji tidak dibarengi dengan wajib wisata religi, sebagaimana firman Allah SWT: Artinya: “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari kewajiban haji, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (Surah Ali Imran, Ayat 97).

KEWAJIBAN HAJI ADALAH SEKALI DAN SESUAI KEMAMPUAN, DAN JANGAN MEWAJIBKAN  DILUAR YANG DIPERINTAHKAN RASULULLAH SAW

Rasulullah pernah ditanya soal berapa kali harus berhaji, mendengar itu nabi TERDIAM, tetapi kenapa ada ustad dan ulama yang berani mewajibkan haji berkali kali atau memerintahkan dengan membuat aturan sendiri?

Padahal sikap rasulullah sangat berhati-hati dalam menjawab pertanyaan umatnya, agar jangan salah, sehingga TELAH BANYAK YANG BINASA karena banyak membuat hukum dengan pertanyaan pertanyaan, atau Tanya jawab agama. Sebagaimana hadist: ”’Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah” (HR. Tirmidzi dan Baihaqi).

Maka berhaji itu wajib sesuai kesanggupan, apabila sanggup berkali kali, lebih baik HAJIKANLAH atau berikan biaya haji kepada keluarga yang belum berhaji, itu lebih baik fadhilahnya.

Berdasarkan dari Abi Hurairah RA, Nabi Muhammad SAW bersabda: Artinya: “Wahai sekalian manusia, sungguh Allah telah mewajibkan bagi kalian haji maka berhajilah kalian!” Seseorang berkata: “Apakah setiap tahun, ya Rasulullah?” Beliau terdiam sehingga orang tersebut mengulangi ucapannya tiga kali. Lalu Rasulullah SAW bersabda: “Kalau aku katakan ya, niscaya akan wajib bagi kalian dan kalian tidak akan sanggup.”

Dan dari Ibnu Abbas ra, ia berkata: ‘Al-Fadhl bin Abbas menjadi pengawal Rasulullah SAW. Lalu datang perempuan dari Khats’am (salah satu kabilah dari Yaman). Sontak al-Fadlu memandang perempuan itu dan perempuan itu pun memandangnya. Seketika itu pula Nabi SAW memalingkan wajah al-Fadhl sisi lain (agar tidak melihatnya). Lalu perempuan itu berkata: ‘Wahai Rasulullah, sungguh kewajiban haji dari Allah kepada hamba-hambanya telah menjadi kewajiban bagi ayahku saat ia tua renta dan tidak mampu berkendara. Apakah aku boleh berhaji sebagai ganti darinya?’ Rasulullah SAW menjawab: ‘Ya.’ Peristiwa itu terjadi dalam haji Wada’. (Muttafaq ‘Alaih, dan ini redaksi al-Bukhari).

WAJIB HAJI UNTUK DIRI SENDIRI SETELAHNYA DAPAT MENGHAJIKAN ORANG LAIN ATAU MEMBERIKAN BIAYA UNTUK ORANG LAIN MELAKSANAKAN HAJI

Sebagaimana Hadist “Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, sungguh Nabi SAW mendengar seorang lelaki membaca talbiyah: ‘Laibaika dari Syubrumah.’ Beliau pun meresponnya dengan bertanya: ‘Siapa Syubrumah?’ Laki-laki itu menjawab: ‘Saudara atau kerabatku.’ Nabi tanya lagi: ‘Apakah kamu sudah haji untuk dirimu sendiri?’ Orang itu menjawab: ‘Belum.’ Nabi pun bersabda: ‘Hajilah untuk dirimu sendiri, kemudian baru haji untuk Syubrumah.” (HR Abu Dawud, ad-Daruquthni, al-Baihaqi).’

Bentuk menghajikan orang lain pada beberapa hadist

Pertama
MENGHAJIKAN ORANG YANG MASIH HIDUP

Dan dari  Ibnu Abbas “Seorang perempuan dari kabilah Khats’am bertanya kepada Rasulullah “Wahai Rasulullah ayahku telah wajib Haji tapi dia sudah tua renta dan tidak mampu lagi duduk di atas kendaraan apakah boleh aku melakukan ibadah haji untuknya?” Jawab Rasulullah “Ya, berhajilah untuknya” (H.R. Bukhari Muslim dll).

Kedua
MENGHAJIKAN KARENA SEBAB NAZAR

Hadist dari Ibnu Abbas ” Seorang perempuan dari bani Juhainah datang kepada Rasulullah SAW. bertanya “Rasulullah!, Ibuku pernah bernadzar ingin melaksanakan ibadah haji, hingga beliau meninggal padahal dia belum melaksanakan ibadah haji tersebut, apakah aku bisa menghajikannya?. Rasulullah menjawab “Hajikanlah untuknya, kalau ibumu punya hutang kamu juga wajib membayarnya bukan? Bayarlah hutang Allah, karena hak Allah lebih berhak untuk dipenuhi” (H.R. Bukhari & Nasa’i).

Ketiga
MENGHAJIKAN KARENA WASIAT ATAU AMANAT NIAT ORANG YANG SUDAH MENINGGAL

Hadist: “Seorang lelaki datang kepada Rasulullah SAW berkata “Ayahku meninggal, padahal dipundaknya ada tanggungan haji Islam, apakah aku harus melakukannya untuknya? Rasulullah menjawab “Apakah kalau ayahmu meninggal dan punya tanggungan hutang kamu juga wajib membayarnya ? “Iya” jawabnya. Rasulullah berkata :”Berhajilah untuknya”. (H.R. Dar Quthni).

PENYEBAB BATALNYA IBADAH HAJI YANG MENJADIKAN HAJI MARDUD

Perbuatan yang menjadikan haji mardud adalah atas perbuatan  1) Rafats adalah bersetubuh atau berhubungan seks ketika waktu pelaksanaan ibadah haji, 2) fusuq adalah melakukan caci maki dan kebencian pada orang lain seperti mencaci bentuk tubuh, bau badan dan mencaci penampilan dll ketika ibadah haiji dan 3) jidal adalah mendebat atau berbantahan dengan saudaramu sampai membuatnya marah.”

Sebagaimana Ayat 197 surat Al Baqarah menyatakan, “(Musim) haji itu (pada) bulan-bulan yang telah dimaklumi. Barangsiapa mengerjakan (ibadah) haji dalam (bulan-bulan) itu, maka janganlah dia berkata jorok (rafats), berbuat maksiat dan bertengkar dalam (melakukan ibadah) haji. Segala yang baik yang kamu kerjakan, Allah mengetahuinya.”

Menurut https://muhammadiyah.or.id  diantara bentuk perbuatan yang dapat membatalkan ibadah haji adalah:

Pertama, orang yang sedang melakukan ibadah haji dilarang keras melakukan rafats. terdapat dua bentuk rafats, yaitu berhubungan suami istri dan mengucapkan kata-kata rayuan yang diperkirakan akan menimbulkan syahwat.

Demikian juga dengan perbuatan yang memancing syahwat seperti berciuman atau yang serupa.

Kedua, orang yang sedang haji dilarang melakukan fusuq atau mencela. Demikian halnya dengan segala bentuk kemaksiatan dan kejahatan yang dilakukan waktu melakukan ibadah haji dan segala bentuk larangan sewaktu ihram seperti mencukur rambut, memotong kuku, menangkap binatang buruan juga termasuk dalam kategori fusuq.

Ketiga, orang yang sedang berhaji dilarang jidal. jidal ialah berbantahan atau bertengkar yang menimbulkan kemarahan. Mencela seseorang juga termasuk jidal. Mereka yang sedang berhaji dilarang keras untuk menyakiti hati orang lain.

Ayat 197 surat Al Baqarah menyatakan, “(Musim) haji itu (pada) bulan-bulan yang telah dimaklumi. Barangsiapa mengerjakan (ibadah) haji dalam (bulan-bulan) itu, maka janganlah dia berkata jorok (rafats), berbuat maksiat dan bertengkar dalam (melakukan ibadah) haji. Segala yang baik yang kamu kerjakan, Allah mengetahuinya.”

PERBUATAN KETIKA HAJI YANG MENJADIKAN HAJI MABRUR

Dalam suatu hadist disebutkan bahwa Haji mabrur ditandai dengan akhlak suka memberi dan tidak suka bermusuhan: “Wahai Rasulullah SAW, apa itu haji mabrur? Rasulullah kemudian menjawab: Memberikan makanan serta menebar kedamaian.” (HR. Ahmad).

Maka apabila belum ada sifat suka member tetapi pelit dan kikir ketika ada yang meminta bantuan, baik bantuan UANG MAUPUN NASEHAT DAN ILMU serta SUKA MENCIPTAKAN PERMUSUHAN DAN ADU DAMBA maka itu JAUH DARI HAJI MAMBRUR WALAU BERHAJI BERKALI-KALI.

Ciri lain dari haji mabrur adalah:

Pertama
PERKATAANNYA BAIK DAN TIDAK MENYINGGUNG ORANG LAIN

Dalam hadist: Artinya: “Dari sahabat Jabir bin Abdillah RA, Rasulullah SAW bersabda, “Haji mabrur tiada balasan lain kecuali surga.” Lalu sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apa (tanda) mabrurnya?” Rasulullah SAW menjawab, “Memberikan makan kepada orang lain dan melontarkan ucapan yang baik.” (HR Ahmad, At-Thabrani, dan Al-Baihaqi).

Kedua
IBADAH SALAT TEPAT WAKTU DAN TIDAK BERBUAT MAKSIAT

Sebagaimana hadist Artinya: Dari Abu Hurairah RA, ia berkata mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa mengerjakan haji, lalu ia tidak berbuat kelalaian dan tidak pula mengerjakan dosa yakni kemaksiatan besar atau yang kecil tetapi berulang kali, maka ia akan kembali dari ibadah hajinya itu sebagaimana pada hari ia dilahirkan oleh ibunya yakni tidak ada dosa dalam dirinya sama sekali.” (Muttafaq ‘alaih).

AKTIVITAS STATUS MEDIA SOSIAL DAPAT MERUSAK NIAT IBADAH HAJI SEBAB MEMICU RIA BAHKAN PERDEBATAN

Ketika menunaikan haji tidak sedikit yang menyadari bahwa perjalanan ibadah haji dijadikan status dan berkirim video serta photo pelaksanan ibadah haji ke orang lain dengan maksud apa?

Apakah untuk mengajak ikut beribadah atau berbagi pengalaman bahwa sedang berada di mekah?

Tentu hal itu suatu yang mudah bila dimaksudkan untuk tujuan baik, tapi tak semua orang menyikapi secara baik, maka muncul fitnah dan bahkan kebencian serta jadi gunjingan dan pembicaraan, maka oleh karenanya sebaiknya ketika pelaksanaan ibadah haji MENAHAN DIRI, MELATIH DIRI AGAR TIDAK MENYIARKAN AKTIVITAS PRIBADI DI STATUS MEDSOS YANG DAPAT DILIHAT OLEH ORANG SEDUNIA,KAPAN DAN DIMANA SAJA, tentu hal ini akan MERUSAK IBADAH HAJI ITU SENDIRI .

Pertama
MEMBUKA AIB AKTIVITAS PRIBADI DI MEDSOS

Sebagaimana hadist Rasulullah SAW bersabda: “Wahai orang yang beriman dengan lisannya, tetapi tidak beriman dengan hatinya. Janganlah kamu mengumpat kaum muslimin dan janganlah membuka aib mereka. Barang siapa membuka aib saudaranya, niscaya Allah akan membuka aibnya dan siapa yang dibuka Allah akan aibnya, niscaya Allah akan menunjukkan aibnya, meskipun dirahasiakan di lubang kendaraan.” (HR. Tirmidzi).

Kedua
MENYIARKAN DI MEDSOS ITU SENGAJA MEMAMERKAN AKTIVITAS TUJUANNYA AGAR DINILAI DAN DIKOMEN ORANG LAIN DARI ITU AKAN MUNCUL RIYA ITULAH DOSA YANG TAK BERAMPUN KARENA ORANG DARI TAK TAHU MENJADI TAHU.

Sengaja MENYIARKAN AIB SENDIRI adalah tidak ada ampunannya sebagaimana hadist: “Setiap umatku dimaafkan, kecuali orang yang terang-terangan (melakukan maksiat). Dan, termasuk terang-terangan adalah seseorang yang melakukan perbuatan maksiat di malam hari, kemudian di paginya ia berkata, ‘Wahai Fulan, kemarin aku telah melakukan ini dan itu. Padahal, Allah telah menutup aibnya itu dan di pagi harinya. la membuka tutupan Allah atas dirinya.” (HR. Bukhari Muslim).

Dengan hal tersebut di atas, hendaklah setiap orang yang berhaji MENAHAN DIRI, untuk membuat status sosial dan memberitakan aktivitasnya SEBAB AKTIVITAS SELAMA HAJI SEMUANYA IBADAH.

PAHALA IBADAH HAJI AKAN HILANG BILA DISEBUT DAN DIBICARAKAN IBADAH TERSEBUT, SEHINGGA TINGGAL KENANGAN DAN KESENANGAN SAJA ATAS PUJIAN MANUSIA

Sebagaimana firman Allah atas sikap WAJIB MENYEMBUNYIKAN IBADAH DAN PERBUATAN BAIK, BILA DISHARE AKAN MENGHILANGKAN PAHALANYA: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian”. (QS Al-Baqarah ayat 264).

PADAHAL ANDAI TIDAK DISHARE DAN DISIARKAN BALASAN HAJI MAMBRUR DAN UMROH MABRUR ADALAH SYORGA

Sebagaimana firman Allah SWT:’ Artinya: Dari Abu Hurairah RA pula, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Umrah ke umrah yang berikutnya adalah menjadi penutup dosa dalam waktu antara dua kali umrahan itu, sedang haji mabrur, maka tidak ada balasan bagi yang melakukannya itu melainkan surga.” (Muttafaq ‘alaih).

IBADAH JIHAD BAGI WANITA ADALAH HAJI

Sebagaimana dalam hadist: Artinya: Dari Aisyah RA, ia berkata kepada Nabi SAW, “Ya Rasulullah, kita mengetahui bahwa jihad adalah seutama-utama amalan. Maka dari itu, apakah kita (kaum wanita) tidak baik mengikuti jihad?” Beliau lalu menjawab, “Bagi engkau semua kaum wanita, MAKA SEBAIK-BAIKNYA JIHAD IALAH MENGERJAKAN HAJI YANG MABRUR.” (HR Bukhari).

Sehingga berhaji itu bagi wanita adalah berjihad, jangan sia siakan ibadah haji tersebut.

Dari uraian di atas, marilah kita perbaiki niat ibadah haji dan cara penyelenggaraan ibadah haji, agar mabrur jangan sampai karena wisata religi dengan kunjungan ke tempat tempat sejarah islam di mekah dan madinah lalai salat dan ibadah di masjidil haram, karena lelah dsb.

Dan jangan bawa kebasaan memviralkan prilaku ibadah di mekah dan madinah dengan selain di mekah sebab sedang berada dalam niat IBADAH, jika dipamerkan akan hilang pahala dan RUGI, RUGI, RUGI karena tak bisa menahan diri dan melatih diri untuk MENJAGA PAHALA dari menyiarkan dan sikap riya.

NUUN WALQOLAMI WAMA YASTHURUN.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

(Sukabumi, Jumat, 7 Juni 2024)

Penulis merupakan seorang pendakwah, dosen, penulis buku dan praktisi hukum

Pos terkait