TOPSUMBAR – Aia Bangih merupakan salah satu nagari (desa) yang ada di Pasaman Barat, Sumatera Barat.
Desa ini tidak hanya kaya akan budaya dan wisatanya yang memukau, tapi juga sejarahnya yang menarik.
Dulu, nagari ini pernah menjadi salah satu pusat ekonomi dan pemerintahan penting di Pantai Barat Sumatra.
Bagaimana kisahnya?
Dilansir dari berbagai sumber, berikut sejarah Nagari Aia Bangih, kota pelabuhan di Sumatera Barat.
Aia Bangih Masa Kejayaan Kolonial Belanda
Pada awal abad ke-19, Aia Bangih (dulu bernama Air Bangis) menjadi kota pelabuhan yang sangat penting bagi pemerintah kolonial Belanda.
Belanda mendirikan benteng di sini setelah sebelumnya mengusir pasukan Padri yang juga mendirikan benteng di tempat yang sama.
Alasan Belanda tertarik dengan tempat ini karena Aia Bangih merupakan gerbang utama perdagangan kaum Padri ke wilayah laut di pesisir barat.
Daerah ini bahkan dianggap sebagai pusat ekonomi di pantai Barat Sumatra bersama dengan kota-kota lain seperti Natal, Barus, dan Pariaman.
Saking strategisnya, pasukan Padri dari Bonjol dan Rao sempat memblokir pos Belanda di Air Bangis pada Januari 1830, namun gagal.
Dari Ibu Kota Residensi hingga Kabupaten
Kota ini pernah menjadi ibu kota residensi Tapanuli pada tahun 1848, sebelum akhirnya dipindahkan ke Sibolga.
Setelah Indonesia merdeka, terjadi perubahan besar.
Sumatera Barat, Riau, dan Jambi (yang awalnya merupakan residensi), diubah statusnya menjadi provinsi.
Pada tahun 1958, ibu kota Provinsi Sumatera Barat dipindahkan dari Bukittinggi ke Padang.
Kabupaten Pasaman yang luas kemudian dibagi lagi pada tahun 2003, menjadi Kabupaten Pasaman Barat dengan ibu Kota Simpang Ampek.
Koto Aia Bangih menjadi bagian dari kabupaten baru ini.
Nama yang Terkenal dan Penduduk yang Beragam
Nama Air Bangis sendiri sudah dikenal sejak lama, tidak hanya nama tempat, tapi juga nama sebuah sungai.
Hal ini dibuktikan dalam peta tahun 1695, yang dimana sungai Aia Bangih berada di dekat sungai Oedjoeng Gading.
Di sebelah utara ada sungai Batahan dan sungai Natal.
Ketiga sungai ini berhulu di Mandailing (gunung Malintang) dan seringkali tertukar dalam peta-peta lama.
Namun, yang menarik dari desa wisata ini adalah keragaman penduduknya.
Kota ini menjadi melting pot dengan berbagai budaya yang saling berpadu, semakin menambah berbagai kekayaan sejarah dan budaya.
Setelah tahun 1913, status Air Bangis mengalami penurunan dari kelarasan menjadi nagari, dan akhirnya distrik yang dipimpin oleh seorang demang.
Jahja Datoek Kajo, salah satu tokoh terkenal, pernah menjadi demang di Aia Bangih pada periode 1928-1929.
Itulah informasi mengenai Nagari Air Bangis.
Meskipun sekarang Air Bangis dikenal sebagai sebuah nagari di Kabupaten Pasaman Barat, jejak sejarahnya yang kaya menunjukkan betapa pentingnya kota ini di masa lalu.
Jika Topers sedang mencari destinasi sejarah yang menarik di Sumbar, jangan lupa singgah ke Aia Bangih dan rasakan sendiri pesonanya!
Semoga informasi ini bermanfaat.
(MH)