Fenomena Flexing Titel Haji Didepan Nama dan Ibadah yang Setara Pahalanya dengan Haji

Kajian Jumat Oleh : Amri Zakar Mangkuto Malin, SH, M. Kn

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْه ُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اما بعـد
قال الله تعالى: اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.

Pembaca Topsumbar yang berbahagia

Idul adha sudah kita lewati, tentunya diwarnai dengan ada perbedaan waktu pelaksanaan Idul adha antara di makkah dengan Indonesia.

Hal tersebut secara ilmu dan tekhnologi tidak ada permasalahan, tetapi SECARA KEIMANAN mempunyai dampak yang sangat hebat, yang mana terjadi perbedaan hari wukuf dan idul adha, akibatnya akan ada yang puasa hari arafah ketika jamaah haji idul adha, dan ada yang berpuasa ketika jamaah haji idul adha dan akan ada yang berpuasa di hari sebagian sudah berhari raya, hal ini berpengaruh pada keimanan yang semestinya sama dengan wukuf dan idul adha jamaah haji.

APAKAH GELAR ATAU TITEL HAJI PERLU DI LETAKKAN DI DEPAN NAMA?

Menurut situs http://www.braindilogsociology.or.id, Perilaku pamer gelar haji dikenal dengan istilah  FLEXING atau pamer telah menjadi hal yang umum, baik di media sosial maupun dalam kehidupan sehari-hari. Flexing tidak lagi terbatas pada pamer harta, tetapi juga mencakup pamer profesi, jabatan, dan gelar sosial.

Salah satu bentuk flexing yang umum adalah memamerkan gelar haji. Gelar haji, seperti “H. (Haji)” untuk pria dan “Hj. (Hajjah)” untuk wanita, diperoleh setelah melaksanakan ibadah haji. Bahkan Pemberian gelar tersebut sebenarnya tidak diwajibkan dalam Islam karena agama Islam tidak membedakan seseorang berdasarkan status sosialnya sehingga penggunaan gelar haji juga dapat menyebabkan konflik sosial karena dapat memicu perasaan iri dan ketidakpuasan pada orang lain.

NABI MUHAMMAD SAW TIDAK MENGGUNAKAN TITEL/GELAR HAJI DI DEPAN NAMA

Rasulullah sudah melaksanakan haji berkali-kali, tetapi tidak menggunakan gelar haji dan tidak menyuruh untuk digunakan di depan nama, sebagaimana para sahabat TIDAK SATUPUN yang tersebut menggunakan gelar haji.

Jika menteladani Nabi Muhammad nama rasulullah disebut dalam alquran seperti:” Muhammad adalah utusan Allah.” (QS  Al Fath 29)  “Muhammad tidak lain hanyalah seorang rasul. Sungguh telah berlalu beberapa Rasul sebelumnya.” (QS Ali Imran 144).

NABI MUHAMMAD BUKANLAH BAPAK DARI SESEORANG MANUSIA TETAPI ADALAH RASULULLAH

Hal ini diterangkan oleh Allah SWT agar jangan ada umat yang menyatakan menjadi anak dari nabi Muhammad SAW, tetapi sebagai umat hendaklah menempatkan Nabi Muhammad SAW sebagai Rasulullah sebagaimana perintah Allah SWT:   “Muhammad bukanlah bapak dari laki-laki kalian. Tapi beliau adalah utusan Allah dan pemungkas para nabi.”( QS Al Ahzab 40).

“Orang-orang yang beriman dan beramal saleh serta beriman kepada (apa  Alquran) yang telah diturunkan kepada Muhammad. Dan itulah yang haq( kebenaran) sempurna dari Tuhan pemelihara mereka. Allah menghapus dosa dosa serta memperbaiki keadaan mereka.”   (QS Muhammad 2 ).

Maka dari uraian di atas gelar haji, BUKANLAH MENJADI SUATU  KEBIASAAN RASULULLAH, dalam arti tidak disuruh digunakan pada gelar, karena tidak diraih dengan pendidikan sebagaimana gelar akademis, maka agar ibadah haji abadi mabrur sampai akhir hayat peliharalah dengan taqwa sehingga tidak perlu digunakan di depan nama.

Bahwa STATUS TITEL HAJI sedikit memberikan manfaat tetapi akan mengikis pahala haji apabila ada sikap riya dengan dipanggil PAK HAJI DAN BUK HAJI. Tidak disunnahkannya menggunakan gelar haji, maka dalam islam ternyata ada AMAL SHOLEH yang SETARA dengan ibadah haji dengan cara beribadah tanpa melakukan ibadah haji tersebut.

AMALAN YANG SETARA DENGAN IBADAH HAJI

Pertama
MENDIRIKAN SALAT DENGAN BENAR SESUAI SUNNAH SETIAP WAKTU

Sebagaimana hadist: “Barang siapa yang keluar dari rumahnya menuju mesjid dalam keadaan suci (telah berwudhuk) untuk melaksanakan salat fardhu (berjemaah), maka pahalanya seperti pahala orang yang melaksanakan haji dalam keadaan ihram. Dan barang siapa yang keluar untuk melaksanakan salat Dhuha dengan tidak mempunyai tujuan lain kecuali salat itu, maka pahalanya sama seperti pahala orang yang melaksanakan umrah” [HR. Abu Dâwûd).

Kedua
MENDIRIKAN SALAT SUBUH BERJAMAAH DAN MENUNGGU DENGAN BERZIKIR SAMPAI WAKTU DHUHA (bukan dengan tidur atau diskusi hal duniawi).

Sebagaimana hadist: “Barang siapa yang salat Shubuh berjemaah, setelah itu duduk untuk berdzikir mengingat Allah sampai matahari terbit, kemudian salat dua rakaat, maka ia mendapat pahala seperti pahala haji dan umrah secara sempurna, sempurna, sempurna.” [HR. At-Tirmidzi, dan dinyatakan hasan oleh Syaikh Al-Albâni].

Dalam riwayat lain: “Barang siapa mengerjakan salat Shubuh di masjid dengan berjemaah, lalu ia diam di sana sampai ia mengerjakan shalat Dhuha, maka ia mendapat pahala seperti orang yang menunaikan ibadah umrah dan haji yang diterima di sisi Allah.” [Diriwayatkan oleh Ath-Thabrâni).

Ketiga
BERTAQWA DALAM BERBUAT BAIK KEPADA KEDUA ORANG TUA

Maksudnya adalah berbuat baik kepada kedua orangt ua didasari dengan kasih sayang dan kecintaan, bukan agar mendapatkan warisan dan bantuan, sehingga sering ketika ada anak yang sukses sementara orang tua berkekurangan, sering orang tua dijadikan pembantu dan tidak dihargai dihari tuanya, padahal sudah bertitel haji bahkan ustad dll, maka ingatlah bahwa berbakti kepada orang tua diberikan pahala setara dengan ibadah haji, sebagaimana dalam hadist , ‘Bertakwalah pada Allah SWT dengan berbuat baik pada ibumu. Jika engkau berbuat baik padanya, maka statusnya adalah seperti berhaji, berumrah, dan berjihad’.” (HR Ath Thabrani).

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Ada seseorang yang mendatangi Rasululah ﷺ dan ia sangat ingin pergi berjihad namun tidak mampu. Rasulullah ﷺ bertanya padanya apakah salah satu dari kedua orang tuanya masih hidup. Ia jawab, ibunya masih hidup. Rasul pun berkata padanya, “Bertakwalah pada Allah dengan berbuat baik pada ibumu. Jika engkau berbuat baik padanya, maka statusnya adalah seperti berhaji, berumrah dan berjihad.” (HR. Ath-Thabrani).

Keempat
BELAJAR ILMU AGAMA YANG BISA MENINGKATKAN KUALITAS IBADAH KEPADA ALLAH  SWT

Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang berangkat ke masjid hanya untuk belajar kebaikan atau mengajarkannya, diberikan pahala seperti pahala ibadah haji yang sempurna.” (HR At Thabrani).

Kelima
UMROH DIBULAN RAMADHAN SETARA DENGAN BERHAJI BERSAMA NABI

Sebagaimana hadist: ”Jika Ramadhan tiba, ber-umrahlah saat itu karena umrah Ramadhan senilai dengan haji.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dalam lafazh Muslim disebutkan:  “Umrah pada bulan Ramadhan senilai dengan haji.” (HR. Muslim).

Pada hadist lain disebutkan: “Sesungguhnya umrah di bulan Ramadhan seperti berhaji bersamaku.” (HR. Bukhari).

Keenam
BERJALAN KAKI KE MASJID UNTUK MENDIRIKAN SALAT

Dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, Nabi ﷺ bersabda, “Siapa yang berjalan menuju salat wajib berjama’ah, maka ia seperti berhaji. Siapa yang berjalan menuju salat sunnah, maka ia seperti melakukan umrah yang sunnah.” (HR. Thabrani).

Dalam hadits lainnya, dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, Nabi ﷺ bersabda,  “Barangsiapa keluar dari rumahnya dalam keadaan bersuci menuju salat wajib, maka pahalanya seperti pahala orang yang berhaji. Barangsiapa keluar untuk salat Sunnah Dhuha, yang dia tidak melakukannya kecuali karena itu, maka pahalanya seperti pahala orang yang berumrah. Dan (melakukan) salat setelah salat lainnya, tidak melakukan perkara sia-sia antara keduanya, maka pahalanya ditulis di ‘illiyyin (kitab catatan amal orang-orang shalih).” (HR. Abu Daud; Ahmad).

Ketujuh
MEMBACA SUBHANALLAH WAL HAMDULILLAH WALLAHU AKBAR SEJUMLAH 33 KALI

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,  “Ada orang-orang miskin datang menghadap Nabi ﷺ. Mereka berkata, orang-orang kaya itu pergi membawa derajat yang tinggi dan kenikmatan yang kekal. Mereka salat sebagaimana kami salat. Mereka puasa sebagaimana kami berpuasa. Namun mereka memiliki kelebihan harta sehingga bisa berhaji, berumrah, berjihad serta bersedekah. Nabi ﷺ lantas bersabda, “Maukah kalian aku ajarkan suatu amalan yang dengan amalan tersebut kalian akan mengejar orang yang mendahului kalian dan dengannya dapat terdepan dari orang yang setelah kalian. Dan tidak ada seorang pun yang lebih utama daripada kalian, kecuali orang yang melakukan hal yang sama seperti yang kalian lakukan. Kalian bertasbih, bertahmid, dan bertakbir di setiap akhir salat sebanyak tiga puluh tiga kali.”

Kami pun berselisih. Sebagian kami bertasbih tiga puluh tiga kali, bertahmid tiga puluh tiga kali, bertakbir tiga puluh empat kali. Aku pun kembali padanya. Nabi ﷺ bersabda, “Ucapkanlah SUBHANALLAH WAL HAMDULILLAH WALLAHU AKBAR, sampai tiga puluh tiga kali.” (HR. Bukhari).

Berdasarkan hal ha diatas jelaslah bahwa menggunakan gelar haji dan hajjah di depan nama bukan suatu sunnah, tetapi dapat menghilangkan pahala haji, sebagaimana perintah larangan MENYEBUT-NYEBUT AMALAN: ”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.( Qs albaqarah 264).

Sehingga setiap disebut pak haji atau Bu hajah akan muncul sikap RIYA sedikit demi sedikit akan jadi banyak RIYANYA. Dan bagi yang belum dapat menunakan ibadah haji jangan berkecil hati, sebab ada AMAL SHOLEH yang dapat dilakukan tanpa pergi ke Tanah suci Mekah, hal tersebut menunjukkan betapa Allah menginginkan hambanya mendapatkan PAHALA HAJI bukan TITEL/GELAR HAJI yang akhir zaman akan dijadikan BISNIS PERJALANAN WISATA untuk kepentingan duniawi, sehingga antrian dan keinginan berhaji dapat disalurkan dengan amalan lain ditengah masyarakat sebagai suatu keseriusan ibadah karena Allah SWT.

Bahkan pada perjalanan Ibadah haji, diselipkan atau lebih banyak WISATA RELIGINYA, sehingga ketika beribadah wajib di makkah selama berhaji jadi berkurang waktu dan tenaga karena misi wisata religi tersebut, karena melelahkan…..sehingga lelah karena berwisata bukan lelah karena beribadah,  karena itu kepada jamaah haji perlu mengutamakan beribadah daripada wisata religi tersebut.

NUUN WALQOLAMI WAMA YASTHURUN.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

(Sukabumi, Jumat, 21 Juni 2024)

Penulis merupakan seorang pendakwah, dosen, penulis buku dan praktisi hukum

Pos terkait