TOPSUMBAR– Anggota DPR RI dari Fraksi PAN Guspardi Gaus mengecam dan sangat menyayangkan ucapan pejabat Kemendikbud-Ristek, Tjitjik Tjahjandarie yang mengklasifikasi perguruan tinggi sebagai kebutuhan pelengkap (tersier) dan hanya pilihan.
Ia pun meminta pejabat tersebut mencabut pernyataannya dan minta maaf karena mencederai perasaan masyarakat.
“Terus terang saya sedih dan prihatin dengan pernyataan Bu Sesditjen Kemendikbud-Ristek, karena jelas akan melukai perasaan anak bangsa dan mereduksi keinginan untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Apalagi, pernyataan tersebut dilontarkan untuk menanggapi protes mahasiswa di sejumlah perguruan tinggi yang mengeluhkan kenaikan biaya uang kuliah tunggal (UKT) dan IPI (Iuran Pengembangan Institusi) yang naik secara drastis dan tiba-tiba,” kata Guspardi saat dimintai tanggapannya, Minggu (19/5/2024).
Menurutnya, sebagai wakil pemerintah yang mengemban tugas sebagai Plt Setditjen Pendidikan Tinggi Kemendikbud-Ristek, semestinya harus mendorong bagaimana agar anak bangsa mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi.
“Ini malah melontarkan pernyataan diskriminatif seolah pendidikan tinggi itu hanya diperuntukkan bagi kaum yang kaya saja,” ujar anggota komisi II DPR RI ini.
Legislator asal Sumatera Barat itupun menilai sudah menjadi tugas pemerintah untuk memenuhi hak pendidikan seluruh warga negara Indonesia. Karena pendidikan adalah menyangkut hajat hidup orang banyak dan kebutuhan seluruh warga negara yang harus dipenuhi. Bukankah pembukaan UUD 1945 alinea 4 secara jelas menyatakan bahwa, salah satu tujuan utama berdirinya NKRI ini adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Ditambah lagi bunyi Pasal 28 ayat C UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
“Pernyataan dari pejabat Kemendikbud- Ristek jelas sesat dan menyesatkan. Apalagi dalam upaya Indonesia menyambut Indonesia emas 2045 untuk menuju bangsa yang cerdas, tentu pendidikan hingga SMA/SMK saja tidak cukup untuk bersaing secara global. Anak bangsa Indonesia harus bisa mendapatkan layanan pendidikan perguruan tinggi secara luas dan merata,” tegas Pak GG ini.
Oleh karena itu, diharapkan sebagai pejabat publik apalagi yang menangani persoalan Perguruan Tinggi jangan sembrono mengeluarkan pernyataan yang akan mengundang protes dan menimbulkan polemik.
“Pernyataan itu harus dicabut oleh yang bersangkutan, karena berpotensi mempertebal anggapan masyarakat bahwa perguruan tinggi hanya untuk kaum yang mampu saja. Jangan pula timbul persepsi bahwa Kemendikbud Ristek seolah lepas tangan dari ketidakmampuannya dalam tata Kelola dan sistem pendidikan yang mencerdaskan kehidupan bangsa secara berkeadilan,” pungkas anggota Baleg DPR RI tersebut.
Sebelumnya diberitakan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) mengatakan bahwa pendidikan di perguruan tinggi bersifat tersier.
Prof. Tjitjik mengatakan, tidak semua lulusan SMA, SMK, dan Madrasah Aliyah harus melanjutkan pendidikannya perguruan tinggi karena sifatnya adalah pilihan.
Menurutnya, pendidikan di perguruan tinggi hanya ditujukan bagi lulusan SMA, SMK, dan Madrasah Aliyah yang ingin mendalami lebih lanjut suatu ilmu.
(AL)