TOPSUMBAR – Lamanya hari libur selama hari raya Idul Fitri 1445 Hijriyah, menjadi momen berharga bagi perantau (termasuk warga yang di kampung) untuk berlibur sembari menikmati objek wisata yang ada di Provinsi Sumatera Barat.
Berlibur tak hanya menjadi ajang melihat-lihat destinasi wisata semata, namun telah menjadi sarana edukasi bagi putra-putri, terutama yang lahir dan besar di rantau.
Dengan mengunjungi tempat-tempat wisata bernilai histori, akan semakin menambah kecintaan anak-anak terhadap tanah leluhurnya.
Permasalahan yang terjadi adalah, ketika hendak berkunjung ke suatu tempat harus melewati rute perjalanan yang tiap lebaran adalah jalur macet, bahkan hingga berjam-jam.
Bagi para perantau yang telah sudah bosan dengan segala bentuk kemacetan, tentu akan mencari alternatif wisata yang menarik namun terhindar dari kemacetan.
Desa Wisata adalah pilihan untuk menyiasati kemacetan yang dapat di coba sembari menambah wawasan dan menambah kecintaan terhadap kampung halaman.
Kabupaten Sijunjung memiliki beragam pilihan Desa Wisata andalan yang telah diakui di tingkat nasional hingga internasional.
Berikut disajikan sejumlah Desa Wisata yang tidak macet di Sijunjung guna memanfaatkan momen liburan.
1. Desa Wisata Silokek
Rekomendasi pertama yang anti macet adalah Desa Wisata (Dewi) Silokek. Bentangan alam disertai bebatuan purba sepanjang tebing ditepi sungai Batang Kuantan memanjakan mata disini.
Dewi Silokek yang terletak di Kecamatan Sijunjung tersebut telah meraih penghargaan internasional diajang Asean Tourism Forum pada tanggal 5 Pebruari 2023 lalu.
Tak tanggung-tanggung, bahkan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno harus dua kali ke Silokek untuk sebagai jawaban atas rasa penasarannya terhadap geopark (taman bumi) yang telah mendunia itu.
Beragam kekayaan tersimpan di Dewi itu, mulai dari Ngalau Basurek, atraksi arung jeram, panjat tebing, rest area, serta air terjun dengan beragam kekayaan budaya yang menyertainya.
Dewi Silokek adalah destinasi bertaraf internasional dengan citarasa nasional yang layak dikunjungi bersama putra-putri dan orang-orang kesayangan anda.
2. Desa Wisata Perkampungan Adat Sijunjung
Perkampungan Adat Sijunjung juga dijuluki “Lorong Waktu Minangkabau”. Mengunjunginya membuat kita serasa berada di perkampungan “Tempo Doeloe” pada abad ke-17.
Uniknya, kebiasaan dan adat istiadat masyarakat tetap bertahan hingga kini, tak lekang ditelan zaman.
Deretan 76 unit Rumah Gadang dan berpenghuni, juga dimanfaatkan menjadi Home Stay.
Tahun 2023, Perkampungan Adat Sijunjung juga meraih Rekor MURI sebagai “Desa Wisata yang Memiliki Rumah Adat Minangkabau Berjejer Terpanjang di Indonesia”.
Juara Satu kategori “Desa Wisata Berkembang,” juga berhasil diraih dari ajang Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2023.
Perkampungan Adat Sijunjung dengan Surau Pudak dan Surau Simaung juga tercatat sebagai Pusat Peninggalan Naskah Kuno.
Di Surau Simaung ditemukan 88 koleksi naskah, sebanyak 21.656 halaman dengan lebih dari 200 teks. Naskah itu mengungkap seputar keagamaan, kesejarahan, serta pengetahuan tradisional.
Sehingga pantaslah Tuanku Surau Simaung memperoleh penghargaan Nugra Jasa Dharma Pustaloka pada tahun 2022 untuk kategori Pelestarian Naskah Kuno dari Perpustakaan Nasional RI.
Demikian pula halnya dengan Surau Pudak dan surau-surau lainnya yang memiliki naskah kuno dengan isi sangat beragam, hal itu adalah gambaran kemajuan intelektual yang tak diragukan lagi pada zamannya.
Dengan koleksi 76 Rumah Gadang di Perkampungan Adat Sijunjung, barangkali di daerah lainnya di Sumbar terdapat jumlah Rumah Gadang yang mungkin lebih banyak.
Namun daya tarik Perkampungan Adat Sijunjung bukan hanya kebudayaan yang nampak (tangible) berupa Rumah Gadang, surau, balai adat, maupun jumlah tiang mesjid sesuai jumlah suku dan tobek (tempat berkaul).
Disitu juga dilestarikan tatacara dan ritual berupa interaksi antara manusia dengan lingkungan hidup (intangible).
Hingga hari ini Perkampungan Adat Sijunjung masih melestarikan tradisi masyarakatnya mulai dari lahir, bayi, anak-anak, remaja, dewasa, tua hingga meninggal dunia.
Tangible dengan intangible dimaksud menyatu dengan baik dalam kehidupan masyarakat sehari-hari di Perkampungan Adat Sijunjung ditengah arus globalisasi dewasa ini.
Di kawasan perkampungan adat yang linear sepanjang jalan, masyarakat lokal memiliki peraturan dilarang mendirikan bangunan baru melebihi ketinggian Rumah Gadang.
3. Desa Wisata Durian Gadang
Dewi yang berada di pinggir Batang Kuantan itu dikenal akan ketangguhan masyarakatnya pada masa lalu sebagai masyarakat yang bergantung pada perahu sebagai alat transportasi.
Bukanlah pekerjaan gampang untuk bersahabat dengan keperkasaan Batang Kuantan dan itu telah dibuktikan penduduk di Dewi itu.
Pakar geologi berkebangsaan Belanda sekaliber Ing. W. H. De Greve yang juga diakui sebagai penemu batu bara tertua di Indonesia, bahkan harus menghanyutkan cita-citanya bersama derasnya arus Batang Kuantan pada tanggal 22 Oktober 1872.
“Kubu Mondu,” demikian penduduk Durian Gadang menamakan kuburan tempat peristirahatan insinyur kelahiran Franeker, “Negeri Kincir Angin” tersebut.
Jasad De Greve ditemukan diatas sebuah batu di Jorong Silukah oleh seorang gadis bernama Cahayo, saat hendak ketepian dipagi hari.
Batu itu hingga sekarang dinamakan “Batu Kumondu”. Ku adalah singkatan dari Engku, sedangkan Mondu artinya adalah Mandor.
Selain itu, di Dewi Durian Gadang juga terdapat Loko Uap peninggalan penjajah Jepang yang berada ditepi jalan Jorong Silukah sekaligus menjadi bukti kejamnya Romusha dimasa lalu.
4. Desa Wisata Lubuk Tarok
Diantara keunikannya, disitu terdapat “Rumah Gadang 13 Ruang” yang masih difungsikan hingga sekarang.
Andaikan dulu Elly Kasim ataupun Orkes Gumarang berkunjung ke Lubuk Tarok, barangkali akan populer pula lagu Rumah Gadang 13 Ruang, bukan seperti Sembilan Ruang yang sering kita dengar selama ini.
Kemudian juga terdapat peninggalan Kerajaan Jambu Lipo yang terdiri dari Istano Kalambu Suto dan Makam Raja-Raja Jambu Lipo.
Haji Shamsuddin Said bersama rombongan yang berasal dari Petaling Jaya, Selangor, Malaysia bahkan harus mengunjungi Dewi itu pada hari Rabu tanggal 7 Februari 2024 lalu untuk menyaksikan langsung Tari Tanduk ditempat aslinya.
Demikian diantara Desa Wisata unggulan di “Ranah Lansek Manih,” yang sayang jika tak dikunjungi pada libur lebaran kali ini.
Mumpung masih ada waktu, ayo ke Sijunjung.
(AG)