TOPSUMBAR – Adat Minangkabau terkenal dengan keunikannya, termasuk dalam sistem pewarisan harta.
Berbeda dengan adat lain, di Minangkabau garis keturunan matrilineal menjadi patokan, di mana perempuan memegang peranan penting.
Hal ini menimbulkan pertanyaan: benarkah adat ini menzalimi laki-laki dan memanjakan perempuan?
Memahami Harta Pusaka Tinggi dan Rendah
Sebelum menyelami lebih dalam, penting untuk memahami dua jenis harta pusaka dalam adat Minangkabau:
- Pusaka Tinggi: Harta milik kaum yang diwariskan turun-temurun melalui garis ibu. Hak atas pusaka tinggi bukan kepemilikan, melainkan hak pakai (Sumber: Wikipedia).
- Pusaka Randah: Harta pribadi atau keluarga yang diperoleh dari hasil kerja keras individu. Pembagiannya mengikuti hukum Islam (Sumber: media.neliti.com)
Mitos Ketidakadilan: Antara Hak Pakai dan Hak Jaga
Banyak yang mengira laki-laki dirugikan karena tidak menerima pusaka tinggi. Faktanya, pusaka tinggi bukan milik individu, melainkan milik kaum. Perempuan, sebagai pewaris, memiliki hak pakai untuk menggarap dan menikmati hasilnya
Di sisi lain, laki-laki berperan sebagai pelindung dan penjaga harta pusaka. Mereka bertanggung jawab atas keamanan dan kelestariannya
Kerjasama dan Keseimbangan
Hubungan perempuan dan laki-laki dalam adat warisan Minangkabau bukan tentang permusuhan, melainkan kerjasama dan keseimbangan. Perempuan mendapatkan hak pakai, sedangkan laki-laki bertanggung jawab atas keamanan.
Bagi laki-laki yang kurang mampu secara ekonomi, adat Minangkabau menyediakan “harta abuan”, yaitu sepetak sawah untuk membantu mereka
Pusaka Randah: Pembagian Adil Berdasarkan Syariat Islam
Berbeda dengan pusaka tinggi, pusaka randah dibagikan secara adil kepada semua ahli waris, baik laki-laki maupun perempuan, sesuai hukum Islam
Adat warisan Minangkabau, dengan sistem matrilinealnya, mungkin terlihat rumit di awal. Namun, jika ditelusuri lebih dalam, adat ini memiliki filosofi yang mendalam tentang kerjasama, keseimbangan, dan keadilan.
Adat ini tidak menzalimi laki-laki ataupun memanjakan perempuan. Justru, adat ini menciptakan sistem yang dinamis dan berkelanjutan untuk menjaga harta pusaka dan kesejahteraan seluruh anggota kaum.
(Fiyu)