Kajian Jumat Oleh : Amri Zakar Mangkuto Malin, SH, M. Kn
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْه ُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اما بعـد
قال الله تعالى: اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.
Pembaca Topsumbar yang setia, dengan keimanan dan senantiasa merindukan kebenaran senantiasa tersampaikan ketika ada yang menggantinya dengan kesalahan dan menyembunyikan dibalik penampilan dan jabatan serta kepopuleran.
Kaum muslimin yang dirahmati Alloh SWT
PUASA RAMADHAN WAJIB BAGI ORANG BERIMAN BUKAN BAGI UMAT ISLAM ATAU BAGI SELURUH MANUSIA
Wajibnya puasa ramadhan di perintahkan oleh Allah SWT: Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa” (QS. Al Baqarah: 183).
Maka jangan heran ketika ada umat yang menyatakan diri ISLAM tetapi TIDAK PUASA, hal itu karenanya ISLAM YANG IMANNYA LEMAH, karena tidak sama perintah wajib berpuasa dengan SALAT WAJIB yang diperintahkan kepada setiap orang islam yang baligh dan berakal sehat kecuali GILA.
PUASA RAMADHAN TIDAK BOLEH DIDAHULUI SEBELUM DATANGNYA BULAN RAMADHAN, MAKA BERHATI HATILAH MENYIKAPI AKHIR SYA’BAN, JANGAN SAMPAI MENDAHULUI PUASA RAMDHAN DENGAN SEHARI ATAU DUA HARI SEBAB ITU HAL PUASA YANG DILARANG, BUKAN SUATU KEBAIKAN
Sebagaimana hadist:
Artinya: Dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi saw ia bersabda: Janganlah salah seorang di antara kamu mendahului berpuasa sehari atau dua hari menjelang Ramadan, kecuali jika seseorang terbiasa melakukannya [misalnya: Senin-Kamis atau puasa Dawud], maka berpuasalah pada hari itu. [HR al-Jamaah].
Kebolehan berpuasa sehari sebelum puasa ramadhan adalah jika sebelumnya hari senin atau kamis atau pertengahan bulan (tanggal 13,14 dan 15 bulan hijriyah) atau terbiasa berpuasa daud (sehari berpuasa dan sehari berbuka) maka MUBAH ( boleh) mendahului puasa ramadhan sehari sebelumnya.
Tetapi kebiasaan itu jangan disengaja puasa yang mana tidak rutin/ atau tidak berpuasa sunnat sebelumnya.
PUASA RAMADHAN AKAN BERBEDA-BEDA MEMULAINYA TIAP NEGARA/ DAERAH
Puasa ramadhan wajib dilakukan bagi yang mukim (berdiam diri) dan tinggal di suatu daerah/ Negara sebagaimana firman Allah SWT: Artinya: “Karena itu, barangsiapa di antara kamu menyaksikan (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan tersebut.” (surat Al Baqarah ayat 185).
Tetapi perbedaan tersebut akan dapat diubah dengan adanya perbuatan melihat bulan atau memperhitungkan perjalanan bulan atau dengan ada 2 ORANG SAKSI yang melihat awal ramadhan pada negara tersebut.
Sebagaimana disebutkan dalam https://ramadhan.republika.co.id bahwa alkisah ada orang yang MELIHAT AWAL BULAN RAMADHAN, seperti dari Kuraib, sesungguhnya Ummu Fadl binti Al-Haarits telah mengutusnya menemui Mu’awiyah di Syam. Berkata Kuraib, ‘Lalu aku datang ke Syam, terus aku selesaikan semua keperluannya. Dan tampaklah olehku (bulan) Ramadhan, sedang aku masih di Syam. Dan aku melihat hilal (Ramadhan) pada malam Jumat ( BUKAN MELIHAT HILAL PADA WAKTU MAGRIB/waktu tenggelam matahari).
Kemudian, aku datang ke Madinah pada akhir bulan (Ramadhan). Lalu Abdullah bin Abbas bertanya ke padaku (tentang beberapa hal), kemudian ia menyebutkan tentang hilal. Lalu ia bertanya, ‘Kapan kamu melihat hilal (Ramadlan)?’ Jawabku (Kuraib), ‘Kami melihatnya pada malam Jumat.’ Ia (Abdullah bin Abbas) bertanya lagi, ‘Engkau melihatnya (sendiri)?’ Jawabku, ‘Ya! Dan orang banyak juga melihatnya, lalu mereka puasa dan Mu’awiyah puasa.’ Tetapi ada yang melihat awal bulan di hari lain, Ia berkata, ‘Tetapi kami melihatnya pada malam Sabtu, maka senantiasa kami berpuasa sampai kami sempurnakan 30 hari, atau sampai kami melihat hilal (bulan penanda masuk Syawal).’
DALAM IBADAH IKUT ALQURAN DAN SUNNAH SEDANGKAN URUSAN DUNIA DAPAT MENGIKUTI PEMIMPIN (ULIL AMRI)
Perbedaan melihat bulan atau tidak melihat TIDAK DAPAT SEPENUHNYA DIWAKILKAN KEPADA YANG MELIHAT BULAN, sebab puasa berkaitan dengan KEIMANAN (keyakinan) yang memerlukan adanya keyakinan yang kuat untuk berusaha mencari kebenaran KAPAN MULAI AWAL RAMADHAN, jangan PASRAH, ATAU IKUT-IKUTAN?
Tetapi berusahalah mencari suatu keyakinan yang tepat atas perbedaan. Karena ikut-ikutan dilarang oleh Alloh SWT dalam Surat Al Isra ayat 36 sebagai berikut : Artinya : Dan “janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Dan dalam hadist dijelaskan: “Janganlah kalian menjadi orang yang suka ikut-ikutan, yang berkata, “Jika orang-orang baik, maka kami juga akan berbuat baik. Dan jika mereka berbuat zhalim, maka kami juga akan berbuat zhalim.” Akan tetapi mantapkanlah hati kalian, jika manusia berbuat baik kalian juga berbuat baik, namun jika mereka berlaku buruk, janganlah kalian berbuat dhalim.” (HR: Tirmidzi).
Maka untuk penentuan awal mula ramadhan karena sudah banyak cara dan contoh yang akan dipelajari dan diambil sikap dari Rasulullah bahwa Rasulullah SAW ketika memulai puasa, tidak menentukan sendiri kapan berpuasa dan kapan awal ramadhan, tetapi dengan MELIBATKAN UMAT bahwa ada peluang dilihat bulan atau diperhitungkan oleh umat, sehingga tidak mutlak oleh penguasa.
PERBEDAAN AWAL RAMADHAN DI INDONESIA, BAHWA AWAL RAMADHAN ANTARA SENIN ATAU SELASA?
Sebagaimana dikutip dari https://www.detik.com bahwa terdapat perbedaan memulai puasa ramadhan atau berbeda dalam menentukan awal bulan ramadhan yaitu pemerintah Indonesia dalam kalender masehi menentukan awal ramadhan adalah , 1 Ramadan 1445 H/2024 diprediksi jatuh pada Selasa, 12 Maret 2024 dan hal ini sama dengan kalender yang dipublikasikan Ketua Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LF PBNU), KH Sirril Wafat, juga memprediksi jika 1 Ramadhan 1445 H/2024 M versi NU akan jatuh pada Selasa, 12 Maret 2024.
Sedangkan Pimpinan Pusat Muhamamdiyah dalam Maklumat PP Muhammadiyah Nomor 1/MLM/I.0/E/2024 tentang Penetapan Hasil Hisab Ramadan, Syawal, dan Zulhijah 1445 H yang terbit pada Januari 2024 ,menetapkan bahwa 1 Ramadan 1445 H jatuh pada Senin, 11 Maret 2024.
Perbedaan awal ramadhan tersebut tentunya masing-masing mempunyai ahli dan ulama yang menjadi pedoman keahlian dan keilmuannya.
Tetapi jika merujuk kepada hadist Artinya: “Rasulullah SAW telah memerintahkan kami untuk berpuasa dengan melihat bulan, jika kami tidak melihatnya, maka kami sudah berpuasa dengan kesaksian dua orang,”(HR. Abu Daud).
Bahwa memulai puasa ramadhan tidak diperintahkan untuk mengikuti siapapun, tetapi dengan adanya 2 orang saksi yang melihat adanya awal ramadhan sudah sah melakukan puasa ramadhan atau dengan adanya PERKIRAAN PEREDARAN BULAN yang tetap dan terus berputar, walau tidak kelihatan, tetapi bulan TERUS BERPUTAR DAN BERJALAN.
Sebagaimana hadist: ”Berpuasalah kamu dengan melihat hilal dan berbukalah kamu dengan melihatnya juga. Tetapi bila ada awan yang menghalangi, maka genapkanlah hitungan dan janganlah menyambut bulan baru.” (HR. An-Nasa’i dan Al-Hakim).
PERINTAH WAJIB PUASA RAMADHAN ADALAH GANTI DARI KEINGINAN BERPUASA SETIAP HARI DAN SETIAP BULAN DARI ORANG BERIMAN
Perintah puasa ramadhan, diturunkan menurut sejarah sekitar tahun kedua Hijriah yakni, pada Senin, 10 Syaban tahun ke-2 Hijriah atau satu setengah tahun setelah Rasulullah SAW dan umatnya hijrah dari Makkah ke Madinah. Artinya ketika di Mekah dan 1 tahun di Madinah nabi melakukan PUASA-PUASA SUNNAH ada 1 bulan, ada dua bulan, ada tiap hari dan ada berselang hari, dan kebiasaan tersebut ada PUASA SUNNAH YANG MENJADI SUNNAT dan ada yang menjadi PUASA WAJIB, yaitu puasa yang dilakukan 1 bulan, maka Alloh memilih puasa BULAN RAMADHAN, dengan demikian TIDAK ADA LAGI PUASA SELAMA SEBULAN DAN BERTURUT-TURUT KECUALI PUASA RAMADHAN.
Tetapi masih ada saja yang menjalankan syaria’t puasa terus menerus selama sebulan tersebut, tentunya perlu menyesuaikan dengan cara Rasulullah ketika puasa ramadhan sudah diwajibkan.
Sebagaimana firman Alloh SWT, Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu bertakwa, (yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barang siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barang siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasanya itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (surat Al-Baqarah ayat 183-184).
KEISTIMEWAAN PUASA RAMADHAN UMAT NABI MUHAMMAD SAW
Puasa ramadhan adalah puasa wajib yang sudah diwajibkan kepada umat sebelum umat nabi uhammad SAW.
Tetapi Puasa umat nabi Muhammad mempunyai keistimewaan dibandingkan umat lainnya, salah satunya adalah DILIPAT GANDAKANNYA PAHALA PUASA DAN AMALAN SELAMA BULAN PUASA RAMADHAN SAMPAI BERATUS KALI LIPAT.
Sebagaimana hadist: “Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipat gandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi.” (HR Bukhari dan Muslim).
Banyak yang berpuasa ramadhan tetapi hanya mendapat lapar dan haus, kenapa? Karena gagal dalam mentaati perintah Alloh SWT.
PENYEBAB KEGAGALAN MANUSIA DALAM LATIHAN SELAMA BULAN RAMADHAN DAN GAGAL MEMBEDAKAN HALAL DAN HARAM?
Pertama
MANUSIA BERTEMAN DAN BERSEKUTU DENGAN SETAN
Kegagalan tersebut adalah karena KURANGNYA IMAN dan BERKUASANYA HAWA NAFSU DALAM DIRI SESEORANG.
Maka selama ramadhan SETAN DIPENJARAKAN DAN DIBELENGGU, sehingga tidak bisa menggangu manusia, kecuali yang BERSEKUTU DAN BERTEMAN BAIK DENGAN SETAN, MAKA DIA AKAN MENCARI SETAN SELAMA BULAN RAMADHAN SEPERTI BULAN SELAIN RAMADHAN.
Rasulullah SAW melalui hadits riwayat Abu Hurairah pernah bersabda: Artinya: “Apabila datang bulan Ramadhan, maka dibukalah pintu-pintu surga dan ditutup pintu-pintu neraka serta semua setan dibelenggu.” (HR Muslim).
Kedua
SELAMA PUASA RAMADHAN SENANTIASA BERBOHONG, BERKATA KOTOR DAN SIA-SIA
Sebagaimana hadist: Diriwayatkan dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam beliau bersabda : Barang siapa tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta serta bertindak bodoh, maka bagi Allah tiada gunanya ia meninggalkan makan dan minum. [HR. Bukhari].
Ketiga
BERKELAHI DAN BERTENGKAR SELAMA PUASA RAMADHAN
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : Semua Anak Adam adalah untuknya, kecuali puasa, ia adalah untuk-Ku dan Akulah yang akan membalasnya, dan puasa itu adalah perisai. Pada hari seseorang dari kamu berpuasa janganlah ia berkata kotor dan berbuat gaduh, dan apabila ada orang mengajak berbantah dan bermusuhan hendaklah ia mengatakan : Saya sedang berpuasa. [HR. An-Nasa’i].
Keempat
MELANGGAR LARANGAN KETIKA WUDHUK
Ketika berpuasa dilarang memasukkan air ke mulut (kumur-kumur) dan memasukkan air kehidung ketika wudhuk, tetapi karena kurangnya ilmu tentu akan dilakukan sehingga merusak puasa.
Diriwayatkan dari Laqith bin Saburah ia berkata : Aku berkata : Wahai Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam terangkanlah kepadaku perihal wudhu. Beliau bersabda : Ratakanlah air wudhu dan selah-selahilah jari-jarimu serta keras-keraskanlah menghirup air di hidung kecuali apabila kamu sedang berpuasa. [HR. Tirmidzi].
Kelima
MELAKUKAN HUBUNGAN SUAMI ISTERI DISIANG HARI PUASA RAMADHAN TERMASUK PERZINAHAN
Hubungan suami isteri, dihalalkan di malam hari bulan ramadhan dan diharamkan pada siang hari. Sebagaimana Firman Alloh SWT: ”Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu.(QS. Al Baqarah: 187).
Keenam
BERPUASA PADA HARI DIMANA UMAT LAIN MENJALANKAN LEBARAN, SEHINGGA UNTUK BERHARI RAYA DISUATU DAERAH TIDAK BOLEH BERBEDA KARENA LEBARAN TERSEBUT MENGHARAMKAN YANG LAINNYA BERPUASA
Perbedaan idul fitri menyebabkan yang lain masih berpuasa ketika hari raya, hal tersebut termasuk puasa yang HARAM dilakukan.
Dari Abi Ubaid r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Saya menyaksikan hari raya bersama Umar r.a. lalu dimulailah salat Id sebelum khutbah, kemudian ia berkata: Sesungguhnya Rasulullah SAW melarang berpuasa pada dua hari raya ini. Adapun di hari Idul Adha maka hendaklah kamu sekalian makan daging kurbanmu, sedang di hari Idul Fitri hendaklah kamu sekalian berbuka dari puasamu. [HR Abu Dawud].
Demikian juga dengan idul adha, ketika sudah ada orang yang salat idul adha,maka keesokan harinya sudah hari TASYRIK YANG HARAM UNTUK BERPUASA.
Dari Kaab bin Malik (diriwayatkan) … bahwasanya Rasulullah SAW mengutusnya beserta Aus Ibnu Hadatsan pada hari Tasyriq, lalu mereka berdua berseru: Sesungguhnya tidak akan masuk syurga kecuali orang-orang mukmin, dan hari Mina (hari Tasyriq) adalah hari-hari untuk makan dan minum. [HR Ahmad dan Muslim].
Maka jika ada hari yang diragukan atau perbedaan hari raya, PILIHLAH SIAPA YANG DULUAN BERHARI RAYA KARENA HARI TERSEBUT HARI YANG HARAM BERPUASA.
Dari Muhammad yaitu Hasan bin Ali bin Abu Thalib cucu kesayangan rasulullah SAW, beliau berkata: Aku telah hafal (suatu hadits) dari Rasulullah SAW: Tinggalkanlah sesuatu yang meragukan kamu dan (beralihlah) kepada sesuatu yang tidak meragukan kamu. (HR. Tirmizi dan Nasa’i).
Ketujuh
MELAKUKAN PERBUATAN SIA-SIA SELAMA BULAN PUASA
“Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan zur (perkataan dusta), mengamalkannya, atau tindakan bodoh, maka Allah tidak butuh atas usahanya dalam menahan rasa lapar dan dahaga.” (HR Al-Bukhari).
Riwayat lain: “Berapa banyak orang yang berpuasa, tidak mendapatkan buah dari puasanya selain rasa lapar. Dan berapa banyak orang yang bangun beribadah di malam hari, namun tidak mendapatkan melainkan sekedar begadang.” (HR Ibnu Majah).
Kedelapan
TIDAK MEMBAYAR QADHA PUASA DAN MELAKUKAN QADHA SALAT SEMENTARA TIDAK ADA PERINTAH NABI UNTUK MENGQADHA SALAT, WALAUPUN ADA PERINTAH SALAT KETIKA INGAT, ITU BAGI YANG LUPA BUKAN BAGI YANG TIDAK MENDIRIKAN SALAT
Dari [Mu’adzah] dia berkata, “Saya bertanya kepada [Aisyah] seraya berkata, ‘Kenapa gerangan wanita yang haid mengqadha’ puasa dan tidak mengqadha’ salat? ‘ Maka Aisyah menjawab, ‘Apakah kamu dari golongan Haruriyah? ‘ Aku menjawab, ‘Aku bukan Haruriyah, akan tetapi aku hanya bertanya.’ Dia menjawab, ‘Kami dahulu juga mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk mengqadha’ puasa dan TIDAK DIPERINTAHKAN UNTUK MENGQADHA’ SALAT’.” (HR. Muslim).
Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa apabila orang beriman tidak memperbaiki prilaku dan kebiasaannya diluar ramadhan, dan dibawakan kepada bulan ramadhan, maka puasanya akan SIA-SIA, hanya akan mendapatkan HAUS DAN LAPAR.
Keutamaan dan kemuliaan ramadhan tidak di dapat, sebab puasa ramadhan adalah LATIHAN untuk mentaati Alloh atas apa yang diwajibkan/ disuruh dilakukan dan dilarang dihentikan, kesulitannya adalah diminta menghentikan yang dihalalkan sepert dilarang makan, dilarang minum, dilarang berhubungan suami isteri, bukan yang halal saja dilarang, yang haram lebih dilarang lagi selama bulan ramadhan, itulah latihan dari alloh SWT.
Apabila berhasil mentaati, maka akan menjadi orang yang taqwa selama 1 tahun setelah puasa, dan pada puasa berikut akan dilatih lagi sampai taqwa benar benar PERMANEN DALAM DIRI.
NUUN WALQOLAMI WAMA YASTHURUN.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
(Sukabumi, Jumat, 8 Maret 2024)
Penulis merupakan seorang pendakwah, dosen, penulis buku dan praktisi hukum