Kajian Jumat Oleh : Amri Zakar Mangkuto Malin, SH, M. Kn
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْه ُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اما بعـد
قال الله تعالى: اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.
Pembaca Top Sumbar yang berbahagia, Alhamdulillah, allohummasholli ‘ala Muhammad wa’ala ‘ali Muhammad semoga kita semua yang membaca kajian ini dalam keadaan sehat dan dimudahkan segala urusan serta dikeluarkan dari kesulitan.
FIDYAH PUASA PADA BULAN RAMADHAN BAGI YANG TIDAK MAMPU BERPUASA/TIDAK SANGGUP
Perintah berfidyah terdapat pada surat al baqarah ayat 184:
… maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari yang ditinggalkan pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin … [QS al-Baqarah (2): 184).
Zaman sekarang setiap ustad dan ulama berpendapat tentang fidyah, ada yang berpegang pada alquran yaitu fidyah dengan memberi makan seorang miskin dengan makanan yang biasa dimakan oleh orang yang berfidyah dan ada yang membolehkan diganti dengan uang atau dengan beras.
Kebolehan ini tentunya bertentangan dengan ayat alquran yang jelas memerintahkan berfidyah dengan MEMBERI MAKAN SEORANG MISKIN, hal tersebut jelas disebut Alloh dalam bentuk memberi makan, tentunya yang mendekati adalah makanan yang bisa dimakan seperti nasi dengan lauknya serta minum, sayur dan buah sebagai kelengkapan makanan sebagai fidyah.
FIDYAH KARENA HAMIL, NIFAS/MELAHIRKAN/MENYUSUI
Diriwayatkan dari Anas Ibnu Malik al-Ka’bi bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah Yang Maha Perkasa dan Maha Mulia telah membebaskan puasa dan separuh salat bagi orang yang bepergian, dan membebaskan pula dari puasa orang hamil dan orang yang menyusui” [HR. lima ahli hadis].
“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ia berkata: “Ditetapkan bagi perempuan yang mengandung dan menyusui berbuka (tidak berpuasa) dan sebagai gantinya memberi makan kepada orang miskin setiap harinya.” [HR. Abu Dawud].
QADHA PUASA RAMADHAN
Pertama
QADHA PUASA OLEH AHLI WARIS KARENA ADA PEWARIS YANG MENINGGAL DALAM BULAN PUASA
Dari Aisyah ra [diriwayatkan] bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Barangsiapa meninggal dunia padahal ia berhutang puasa, maka walinyalah yang berpuasa untuknya [Muttafaq Alaih].
Pada hadist lain dijelaskan bahwa Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhu [diriwayatkan] ia berkata: “Seorang laki-laki datang menghadap Nabi shallallahu alaihi wa sallam kemudian berkata: Ya Rasulullah sungguh ibuku telah wafat padahal ia punya kewajiban puasa satu bulan, apakah saya dapat berpuasa menggantikannya? Nabi menjawab: Jika seandainya ibumu memiliki hutang, apakah engkau akan membayarkannya? Laki-laki itu menjawab: Iya. Selanjutnya Nabi bersabda: Hutang kepada Allah lebih berhak untuk ditunaikan [HR al-Bukhari].
Pada hadist lain disebutkan bahwa Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhu [diriwayatkan] bahwa seorang wanita datang menghadap Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam lalu berkata: Ya Rasulullah, sungguh ibu saya telah meninggal, padahal ia punya kewajiban puasa satu bulan. Lalu Nabi bersabda: Bagaimana pendapatmu jika ibumu memiliki hutang, apakah kamu akan membayarnya ? Wanita itu menjawab: Ya. Lalu Nabi bersabda: Hutang kepada Allah lebih berhak untuk dilaksanakan [HR Muslim].
QADHA PUASA DAPAT DIGANTIKAN DENGAN FIDYAH APABILA AHLI WARIS TIDAK MAMPU BERPUASA
“Siapa saja meninggal dunia dan mempunyai kewajiban puasa, maka dapat digantikan dengan memberi makan kepada seorang miskin pada tiap hari yang ditinggalkannya.” (HR Tirmidzi, dari Ibnu ‘Umar).
Kedua
QADHA PUASA KARENA NAZAR
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhu (diriwayatkan) bahwa ada seorang perempuan berlayar mengarungi lautan lalu ia bernadzar seandainya Allah menyelamatkannya ia akan berpuasa selama satu bulan, lalu Allah menyelamatkannya, tapi ia tidak berpuasa sampai ia meninggal. Lalu keluarganya datang menghadap Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan menceritakan hal tersebut. Lalu beliau bersabda: “Berpuasalah untuknya” [HR Ahmad].
CARA MELAKUKAN QADHA PUASA RAMADHAN ADALAH SESUAI KEMAMPUAN, BOLEH BERURUTAN BOLEH BERSELANG HARI
Artinya “Qadha’ (puasa) Ramadhan itu, jika ia berkehendak, maka ia boleh melakukannya terpisah. Dan jika ia berkehendak, maka ia boleh melakukannya berurutan. ” (HR. Daruquthni, dari Ibnu ‘Umar).
Artinya: “Siapa saja meninggal dunia dan mempunyai kewajiban qadha puasa, maka walinya (keluarganya) berpuasa menggantikannya.” (HR. Bukhari dan Muslim, dari Aisyah).
Ketiga
QADHA PUASA KARENA SAKIT ATAU MUSAFIR DALAM BULAN RAMADHAN, JIKA DIHARI LAIN TIDAK MAMPU DAPAT MENGGANTI DENGAN FIDYAH
“Beberapa hari yang telah ditentukan, maka barangsiapa di antara kalian yang sakit atau dalam bepergian, wajib baginya untuk mengganti pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang yang mampu berpuasa (tapi tidak mengerjakannya), untuk membayar fidyah dengan memberi makan kepada seorang miskin. Barangsiapa yang berbuat baik ketika membayar fidyah (kepada miskin yang lain) maka itu lebih baik baginya, dan apabila kalian berpuasa itu lebih baik bagi kalian, jika kalian mengetahui“. [Al Baqarah/2 : 184].
Dengan ketentuan ayat dan hadist tersebut kewajiban puasa dapat diganti dengan qadha di hari lain, dan apabila tidak mampu dapat diganti dengan fidyah, kebanyakan pemahaman atas qadha adalah harus dibayar dengan qadha, sehingga terkadang bisa dilalaikan, padahal ada kebolehan mengganti dengan fidyah bagi yang berat menjalankan puasa.
Fidyah puasa yang lebih adalah dikembalikan pada ‘urf (kebiasaan yang lazim). Maka Dianggap sah membayar fidyah jika telah memberi makan kepada satu orang miskin untuk satu hari yang ditinggalkan.
Kadar fidyah sendiri tidak ditetapkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka yang jadi patokan adalah kebiasaan yang berlaku di masyarakat. Makanan yang dikeluarkan adalah yang sifatnya pertengahan yang biasa dimakan oleh keluarga, sebagaimana ayat yang membicarakan tentang kafarat, “Yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu.”(QS. Al-Maidah: 89).”
SALAT TARAWIH DIRUMAH ATAU DI MASJID?
Salat tarawih adalah salat sunnat, maka sunnahnya dilakukan dirumah bukan di masjid, tetapi boleh dilakukan di masjid.
Salat yang dilakukan berjamaah adalah SALAT WAJIB, tetapi salat sunnat dilakukan SENDIRIAN sesuai kemampuan, dan apabila dilakukan berjamaah JANGAN SAMPAI MEMBERATKAN UMAT, sebagaimana diajarkan sekarang seakan akan salat tarawih WAJIB BERJAMAAH DAN DI MASJID, padahal ketentuannya adalah salat berjamaah itu untuk salat tertentu yang ditentukan Rasulullah berjamaah seperti sunnat idul fitri, idul adha dan sunnat istisqa.
Sehingga dalam hadist dari Abu Hurairah RA: “Barangsiapa yang salat bersama imam sampai selesai, maka ditulis baginya pahala salat malam satu malam.” (riwayat Imam Muslim).
Maka jika salat dilakukan berjamaah pada waktu malam, dianggap berjamaah semalam suntuk.
RASULULLAH SALAT TARAWIH DIRUMAH DAN DI AWAL RAMADHAN ADA BEBERAPA KALI DIMASJID SETELAHNYA DILAKUKAN DIRUMAH
Sebagaimana hadist: “Sesungguhnya Rasulullah SAW salat di masjid pada suatu malam, lalu orang-orang ikut salat bersamanya. Kemudian beliau salat lagi pada malam berikutnya, lalu orang-orang bertambah banyak. Kemudian mereka berkumpul pada malam ketiga atau keempat, tetapi beliau tidak keluar. Beliau bersabda: ‘Sesungguhnya aku melihat kalian melakukan hal ini. Demi Allah, aku tidak khawatir kecuali kalian akan diwajibkan (salat tarawih) dan kalian tidak mampu melakukannya.’” (riwayat Imam Bukhari dan Muslim dari Aisyah RA).
Dari Aisyah RA, istri Rasulullah SAW, Rasulullah SAW melakukan salat (tarawih) di masjid pada suatu malam. Orang-orang bermakmum kepadanya. Malam berikutnya, Rasulullah SAW kembali salat tarawih dan jamaahnya semakin banyak. Pada malam ketiga atau keempat, jamaah telah berkumpul, tetapi Rasulullah SAW tidak keluar rumah. Ketika pagi Rasulullah mengatakan, ‘Aku melihat apa yang kalian perbuat. Aku pun tidak ada uzur yang menghalangiku untuk keluar menemui kalian, tetapi aku khawatir ia (salat tarawih) diwajibkan.” (HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud, An-Nasa’i, Malik dan Ahmad).
Dengan demikian bila kita merujuk kepada riwayat Rasulullah dalam mendirikan salat tarawih dilakukan dirumah sesuai dengan yang beliau inginkan, maka tentunya anggapan salat tarawih wajib dimasjid dan berjamaah perlu dipahami oleh orang beriman, bahwa ke masjid bukan karena wajib tetapi karena ingin lebih baik ibadah salatnya berjamaah di masjid.
Tetapi jangan sampai ketika di masjid dijadikan tempat pamer pakaian, pamer kekayaan, pamer keilmuan, bergunjing ketika jeda salat mendengar pengajian bahkan tak jarang terjadi berlomba untuk tampil menjadi yang terbaik dalam urusan di masjid sehingga timbul sakit hati dan fitnah satu sama lainnya.
Berdasarkan uraian di atas maka fidyah dapat dilakukan oleh orang beriman sebagai ganti dari puasa jika tidak mampu membayar qadha pada hari lain, dan salat tarawih dilakukan dirumah lebih baik berjamaah dan apabila dilakukan di masjid jangan dianggap wajib tetapi karena memang iman meyakini untuk salat lebih baik fadhilahnya.
Karena rasulullah tidak ingin memberatkan umatnya sebagaimana dalam alquran: “Sungguh, seorang rasul dari kaummu sendiri telah datang kepadamu, (seorang rasul yang) merasa keberatan atas kesulitanmu, yang sangat menginginkan (keimanan) bagimu, yang sangat berbelas kasih dan penyayang terhadap orang-orang beriman.” (Surat At-Taubah ayat 128).
JAMAAH RAMADHAN YANG SELAMA RAMADHAN BERTAHAN SEJAK AWAL SAMPAI AKHIR DALAM IBADAH AKAN BERUNTUNG MENJADI INSAN TAQWA, TETAPI YANG MENURUN IBADAHNYA DAN LALAI AKAN CELAKA
Maka perbaikilah iman setiap waktu selama ramadhan, sehingga ramadhan tahun ini lebih baik dari sebelumnya, sebagaimana hadist:. “Barang siapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, dialah tergolong orang yang beruntung, (dan) barang siapa yang hari ini sama dengan hari kemarin dialah tergolong orang yang merugi dan bahkan, barang siapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin dialah tergolong orang yang celaka.” (HR Al Hakim).
Maka akan ada orang beriman, yang dengan bergantinya hari hari berpuasa menjadi CELAKA, yaitu apabila kualitas ibadah dan imannya menurun, seperti awal ramadhan rajin dan diakhir malas, sebagaimana kebiasaan awal ramadhan masjid penuh, dan akhir ramadhan tinggal beberapa shaf dimasjid, maka tentu yang di awal penuh datang ke masjid menjadi CELAKA, dan yang bertahan sampai akhir itulah yang BERUNTUNG.
Tetapi yang di awal memenuhi masjid memperbanyak amalan dirumah tentu akan menjadi lebih baik, sehingga ramai dan kosongnya masjid belum dapat juga jadi ukuran kualitas keimanan yang tidak ke masjid di akhir ramadhan, bila memang ibadah dilakukan di rumah.
NUUN WALQOLAMI WAMA YASTHURUN.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
(Sukabumi, Jumat, 22 Maret 2024)
Penulis merupakan seorang pendakwah, dosen, penulis buku dan praktisi hukum