TOPSUMBAR – Kisah legenda Malin Kundang yang telah diabadikan dalam bentuk batu melegenda di Pantai Air Manis, Sumatera Barat.
Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi sejarah dan pesan moral yang terkandung dalam kisah ini, sekaligus mengapresiasi karya seni yang dibuat oleh dua seniman,
Profesor Doktor Ubenzani Usman dan temannya.
Legenda Malin Kundang
Legenda Malin Kundang adalah kisah tentang seorang pemuda yang merantau, menghadapi badai kehidupan, dan pada akhirnya, mendapatkan kutukan karena durhaka kepada ibunya sendiri.
Cerita ini telah melegenda di Ranah Minang, diceritakan turun temurun, dan memiliki dampak positif bagi anak-anak laki-laki di wilayah tersebut.
Malin Kundang, sebagai anak semata wayang, meninggalkan ibunya untuk merantau.
Di tengah perjalanan, kapalnya diserang perompak laut, menyebabkan Malin Kundang terdampar di sebuah pantai.
Dengan ketekunan dan kerja keras, ia menjadi seorang saudagar kaya.
Namun, saat kembali ke tanah kelahirannya, ia menolak mengakui ibunya karena malu akan penampilannya yang lusuh.
Inspirasi dari Legenda
Pada tahun 1980-an, Profesor Doktor Ubenzani Usman dan temannya menciptakan karya seni monumental berupa batu Malin Kundang di Pantai Air Manis.
Usman, seorang ahli seni rupa dan pendidik, terinspirasi oleh cerita legenda tersebut.
Karya ini menjadi daya tarik wisata di Padang dan menggambarkan Malin Kundang dalam posisi tertelungkup di pesisir pantai.
Bapak Ubenzani Usman
Bapak Ubenzani Usman, lahir pada 15 April 1937, adalah seorang seniman, pendidik, dan komunis Indonesia.
Dia merupakan guru besar seni rupa Universitas Negeri Padang (UNP) dan berperan dalam pengembangan institusi seni rupa di Padang.
Selain batu Malin Kundang, dia juga menciptakan Tugu Padang Area.
Cerita Malin Kundang memberikan pesan moral yang mendalam, yakni pentingnya menghargai dan tidak durhaka kepada orang tua.
Malin Kundang, meskipun menjadi kaya raya, kehilangan akar dan identitasnya karena malu akan penampilan ibunya.
Ini menjadi cerminan bagi kita untuk tetap bersyukur dan menghormati orang tua.
Kisah legenda Malin Kundang tidak hanya tertuang dalam batu melegenda di Pantai Air Manis, tetapi juga menjadi cerminan nilai-nilai kehidupan.
Melalui karya seni ini, kita diingatkan akan pentingnya menghargai akar dan tidak durhaka kepada orang tua, sebuah pesan timeless yang melekat dalam setiap notasi kehidupan.
Semoga kisah Malin Kundang terus memberi inspirasi dan menjadi pengingat akan nilai-nilai luhur dalam kehidupan sehari-hari.
Sumber : Mulifa Channel
(Fiyu)