TOPSUMBAR – Negeri Sembilan, sebuah federasi di Semenanjung Melayu, menyimpan sejarah panjang yang terjalin erat dengan Minangkabau di Sumatera Barat.
Sejak abad ke-14, Negeri Sembilan Malaysia menjadi saksi bisu pergolakan politik, perebutan kekuasaan, dan migrasi suku Minangkabau yang meninggalkan jejak budaya yang tak terhapuskan.
Sejarah Bergolak dan Peran Suku Bugis
Sejak abad ke-14, Negeri Sembilan menjadi medan pertempuran sengit antara Aceh, Portugis, dan Johor.
Pada tahun 1614, ketika Belanda merebut Malaka, Johor tak mampu lagi melindungi Negeri Sembilan.
Keadaan ini mendorong Johor untuk mengundang Daeng Kemboja dari suku Bugis untuk membantu mengusir lawan.
Kerjasama ini berhasil, dan Daeng Kemboja beserta Johor berhasil memukul mundur lawan di pesisir timur Sumatera, pesisir barat Borneo, dan Semenanjung.
Namun, suku Bugis kemudian mulai menduduki Negeri Sembilan, dan Raja Ketjil, keturunan Siak dan Bugis, pun pernah menjadi raja di sana.
Memohon Raja dari Minangkabau
Pada abad ke-18, Negeri Sembilan mengirimkan utusan ke Raja Pagaruyuang di Minangkabau untuk meminta seorang raja.
Raja Malewar (1773-1795) pun ditunjuk untuk menjadi Dipertuan Negeri Sembilan, mewakili Raja Alam Pagaruyuang.
Hubungan Pagaruyuang dan Negeri Sembilan mulai renggang pada akhir abad ke-19 akibat ketegangan politik antara Belanda dan Inggris.
Pagaruyuang berada di bawah pengaruh Belanda, sedangkan Negeri Sembilan di bawah pengaruh Inggris.
Kesamaan Budaya yang Kuat
Meskipun hubungan politik terputus, Negeri Sembilan dan Minangkabau tetap memiliki ikatan budaya yang kuat.