Tak terikat pada standar baku, besaran Uang Japuik bersifat fleksibel dan ditentukan oleh kesepakatan antara kedua belah pihak.
Namun demikian, umumnya, nominalnya disesuaikan dengan tingkat pendidikan atau pekerjaan calon pengantin pria.
Sebagai contoh, profesi seperti dokter, polisi, PNS, atau karyawan sering menjadi pertimbangan utama dalam menentukan besaran uang jemputan.
Dengan demikian, tradisi Uang Japuik tidak hanya mencerminkan nilai budaya, tetapi juga mengakomodasi perbedaan status dan profesi dalam masyarakat Minangkabau.
Filosofi Uang Japuik dalam Budaya Minangkabau
Tradisi Uang Japuik menjadi sebuah bagian integral dari prinsip adat Minangkabau yang mengusung sistem matrilineal, di mana garis keturunan diikuti sesuai dengan ibu.
Dalam perspektif ini, ibu bukan sekadar figur keluarga, tetapi dianggap sebagai sumber utama dalam perkembangan hidup seseorang.
Seiring dengan konsep ini, suami dihormati sebagai “orang yang datang” atau pendatang di rumah keluarga istrinya.
Ini bukan hanya sebuah upaya untuk memelihara hubungan kekeluargaan, tetapi juga sebuah pengakuan tulus terhadap peran sentral ibu dalam membentuk karakter dan arah hidup anggota keluarga.