Catatan: Kamsul Hasan, SH, MH
Sejumlah perusahaan pers ketika kita baca tentang kami mengenai dasar hukum media yang dikelolanya ada yang mencantumkan, “Berdasarkan Pasal 28 UUD 1945.”
Ada juga yang menuliskan “Berdasarkan UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum” pada tentang kami media yang dikelolanya.
Sekarang kita bahas tentang kami sejumlah media kenapa dibilang salah kaprah. Bukankah Pasal 28 UUD 1945 memberikan “Kemerdekaan Mengeluarkan Pikiran dan Sebagainya.”
Memang benar Pasal 28 UUD 1945 mengatur tentang kemerdekaan berpendapat. Namun membaca dan memahami pasal ini harus lengkap, tidak boleh setengah jalan.
Pasal 28 UUD 1945 menyatakan “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan sebagainya DITETAPKAN DENGAN UNDANG-UNDANG.’ Jadi ada undang-undang turunan yang harus dipatuhi.
Salah kaprah berikutnya ada yang menafsir UU yang dimaksud oleh Pasal 28 UUD 1945 adalah UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyatakan Pendapat di Muka Umum. Itu sebabnya ada yang gunakan UU ini sebagai dasar hukum medianya.
Alasannya karena pada Pasal 1 angka 1 UU Kemerdekaan Menyatakan Pendapat di Muka Umum menjamin “Hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan dan sebagainya secara bebas …….”
Pada ketentuan umum itu ada kata dengan tulisan, jadi media yang membuat tulisan tentang opini pikirannya dan informasi lainnya dijamin oleh UU ini.
Namun alasan atau pendapat berdasarkan Pasal 1 angka 1 di atas dibantah oleh penjelasan UU Kemerdekaan Menyatakan Pendapat di Muka Umum itu sendiri yang berbunyi seperti ini.
“Undang-undang ini mengatur bentuk dan atau cara penyampaian pendapat di muka umum, dan tidak mengatur penyampaian pendapat melalui media massa, baik cetak maupun elektronika dan hak mogok pekerja di lingkungan kerjanya.”
Jadi jelas sekarang UU yang dimaksud Pasal 28 UUD 1945, untuk menyatakan pendapat melalui media (pers) bukan UU Kemerdekaan Menyatakan Pendapat di Muka Umum.
UU turunan Pasal 28 UUD 1945 terkait menyatakan pendapat melalui media (pers) adalah UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dan atau UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
Syarat dan ketentuan yang dimaksud sebagai perusahaan pers terdapat pada Pasal 1 angka 1, Pasal 1 angka 2, Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 12 UU Pers.
Sedangkan syarat dan ketentuan lembaga penyiaran terestrial diatur oleh Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 UU Penyiaran.
Lalu bagaimana dengan “new media” penyiaran streaming yang tidak diatur oleh UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran ?
Penyiaran streaming yang berbadan hukum pers Indonesia tunduk pada UU Pers dan KEJ serta peraturan Dewan Pers lainnya.
Radio dan atau televisi streaming yang tidak memenuhi syarat UU Pers menjadi bagian media sosial termasuk podcast.
Akibat Salah Kaprah
Akibat salah kaprah memilih dasar hukum media atau perusahaan pers di Indonesia, tidak mendapat perlindungan hukum dari Dewan Pers dan UU Pers.
Sengketanya dimasukkan dalam sengketa media sosial yang menggunakan hukum seperti KUHP ataupun UU ITE. Jangan kaget bila wartawan ditahan penyidik karena salah menerapkan dasar hukumnya.
Jakarta, 7 November 2023
Kamsul Hasan merupakan Ahli Pers Dewan Pers, Ketua Bidang Pembelaan Wartawan/Advokasi PWI Pusat, Dosen IISIP, Jakarta dan Mantan Ketua PWI Jaya 2004-2014