Catatan: Kamsul Hasan, SH, MH
Bukan sekali, dua kali pertanyaan ini dilontarkan oleh wartawan dalam berbagai kesempatan. “Bila kita diundang klarifikasi oleh polisi harus datang atau abaikan saja,” begitu pertanyaannya.
Baca dengan teliti klarifikasi itu terkait produk jurnalistik atau media sosial. Bila terkait produk pers berbadan hukum Indonesia, koordinasikan dengan penanggung jawab perusahaan.
Siapa tahu penanggung jawab perusahaan anda ksatria. Dia yang ambil alih sesuai fungsinya sebagaimana diatur Pasal 12 UU Pers. Tanggung jawab produk pers yang telah siar tanggung jawabnya.
Bisa jadi, penanggung jawab merasa sibuk dan menugaskan anda menghadap penyidik. Bila ini terjadi minta pendampingan penasihat hukum perusahaan atau bila anda berorganisasi ada pembelaan wartawan di sana.
Tugas anda adalah memenuhi undangan klarifikasi agar dapat predikat kooperatif. Pada pemeriksaan anda cukup mengatakan pemberitaan ini menjadi tanggung jawab penanggung jawab.
Namun apabila yang diklarifikasi adalah produk media sosial anda siarkan maka ini bukan tanggung jawab perusahaan pers tetapi menjadi tanggung jawab pribadi anda.
Kooperatif tetap perlu, begitu juga pendampingan. Bila anda tidak kooperatif bisa jadi pasal yang digunakan meluas. Selain itu bisa dilakukan penahanan karena nilai subjektif penyidik.
Salah satu contoh dialami wartawan senior. Bahkan kartu anggotanya berlaku seumur hidup karena usianya sudah lebih dari 60 tahun.
Penyidik konon sudah meminta keterangan ahli dari Dewan Pers. Setelah meneliti media itu tidak memiliki badan hukum Indonesia dan tak ada penanggung jawab serta alamat redaksi.
Dia menulis pada media yang dipimpinnya dan ternyata media itu tidak berbadan hukum pers. Pasal yang dikenakan adalah Pasal 27 ayat (3) Jo. Pasal 45 ayat (3) UU ITE.
Pasal di atas adalah delik aduan dengan ancaman maksimal 4 tahun penjara. Itu menurut Pasal 21 KUHAP secara objektif tidak bisa dilakukan penahanan.
Lain halnya dengan yang dialami seseorang wartawan senior, dia selain dikenakan Pasal 27 ayat (3) UU ITE juga dikenakan Pasal 335 ayat (1) KUHP yang ancamannya maksimal satu tahun penjara.
Pasal 21 ayat (4) KUHAP memberi kewenangan kepada Aparat Penegak Hukum (APH) untuk melakukan penahanan karena penilaian subjektif, salah satunya karena bisa mengulang perbuatan, melarikan diri atau merusak alat bukti dan tidak kooperatif.
Seandainya kooperatif dengan penyidik sangat mungkin Pasal yang digunakan hanya Pasal 27 ayat (3) Jo. Pasal 45 ayat (3) UU ITE, yang tidak mungkin untuk dilakukan penahanan.
Kalau pun Pasal 335 ayat (1) KUHP disertakan sangat mungkin untuk tidak ditahan karena dari tiga penilaian subjektif, yaitu melarikan diri, merusak atau hilangkan alat bukti, dan mengurangi perbuatan bisa diberikan jaminan oleh keluarga atau pengacara.
Apalagi usia tersangka yang kini terdakwa sudah manula sekitar 70 tahunan. Alat bukti juga sudah ada di penyidik, hanya satu kemungkinan yaitu mengulangi perbuatan.
Kini yang terjadi meski ancaman hanya setahun tetapi ditahan penyidik. Saat dilimpahkan ke JPU tetap dilakukan penahanan juga dan sekarang dalam proses persidangan.
Jakarta, 9 November 2023
Kamsul Hasan merupakan Ahli Pers Dewan Pers, Ketua Bidang Pembelaan Wartawan/Advokasi PWI Pusat, Dosen IISIP, Jakarta dan Mantan Ketua PWI Jaya 2004-2014