TOPSUMBAR – Kota Padang memiliki sejarah yang menarik yang dimulai dari hutan belantara. Pada abad ke-17, penjajah Belanda memutuskan untuk membangun kota ini di kawasan Muara Padang, di mana Sungai Batang Arau bermuara ke laut.
Pada masa penjajahan Belanda, Kota Padang berkembang menjadi pusat perdagangan yang sangat strategis. Kota ini menjadi tempat penting untuk perdagangan rempah-rempah dan hasil bumi dari wilayah Minangkabau yang kaya.
Seiring dengan pertumbuhan Kota Padang, banyak hutan yang harus ditebang untuk memberikan ruang bagi pemukiman dan aktivitas perdagangan. Akibatnya, banyak kuburan Belanda yang sebelumnya terletak di tengah hutan kini berada di tengah kota.
Salah satu contoh adalah kuburan orang Belanda, yang dikenal sebagai Balando oleh penduduk setempat. Kuburan ini dahulu terletak di Jalan Olo (sekarang Jalan Pemuda) dan digunakan oleh Belanda untuk menguburkan warganya yang meninggal di Padang.
BACA JUGA: Dipandu DPK Padang Panjang, Dua Warga Belanda Temukan Makam Nenek dan Jejak Sejarah Leluhur
Pada tahun 1970-an, kuburan Balando dipindahkan ke daerah Tabing, Kota Padang. Sementara lokasi kuburan Balando yang lama diubah menjadi terminal bus.
Kuburan Berubah Fungsi Menjadi Terminal Andalas dan Pusat Perbelajaan
Selain kuburan Balando, beberapa kuburan Belanda lainnya juga mengalami perubahan fungsi, menjadi mal atau hotel. Salah satu contohnya adalah kuburan Belanda di simpang Hotel Hang Tuah, yang sekarang menjadi Plaza Andalas. Kuburan Belanda lainnya, yang terletak di Jalan Thamrin, telah diubah menjadi sebuah hotel.
Perubahan fungsi ini adalah bagian dari perkembangan Kota Padang dari hutan belantara menjadi kota metropolitan modern.