TOPSUMBAR – Ditengah riak zaman yang riuh, suara perempuan pertama dalam dunia jurnalistik Indonesia, Rohana Kudus muncul sebagai gemerlap cahaya pencerahan.
Melalui perjuangan dan dedikasinya, ia merintis jalan bagi kaum perempuan untuk mengukir namanya dalam sejarah media Tanah Air. Dengan mendirikan koran ‘Soenting Melajoe’. Rohana Kudus tidak hanya menciptakan suara baru, tetapi juga mengukuhkan peran penting perempuan untuk membangun wacana nasional.
Topsumbar akan membawa teman-teman melintasi jejak langkahnya Rohana Kudus yang menginspirasi, upaya menyoroti bagaimana peranannya membentuk landasan kuat bagi kemajuan jurnalisme Indonesia dan Emansipasi perempuan.
BACA JUGA : Melintasi Jejak Pahlawan, Mengungkap Kisah Heroik dari Negeri Serambi Mekah Sumatera Barat
Rohana Kudus dilahirkan pada 20 Desember 1884 di Koto Gadang, sebagai anak dari pasangan Mohamad Rasjad Maharadja Soetan dan Kiam. Kakak tiri dari Sutan Sjahrir, Perdana Menteri pertama Indonesia, Rohana tidak hanya mengukir namanya dalam sejarah jurnalistik, tetapi juga memiliki ikatan keluarga yang menghubungkannya dengan tokoh-tokoh penting perjalanan bangsa.
Selain itu, ia juga memiliki peran signifikan di dunia sastra sebagai Mak Tuo dari penyair terkenal Chairil Anwar dan hubungan kekerabatan dengan KH Agus Salim, menciptakan jaringan keterkaitan yang meluas di berbagai aspek kehidupan nasional.
Tumbuh dalam keluarga modern yang penuh dengan orang-orang yang gemar membaca, Rohana memperoleh panggung untuk merajut cintanya pada dunia literasi. Sejak usia muda, ia telah diberi berbagai kesempatan untuk merambah beragam bahan bacaan yang dimiliki ayahnya, termasuk buku-buku, majalah, dan surat kabar.
Namun, puncak dari perjalanan intelektualnya terjadi pada 10 Juli 1912, ketika Rohana Kudus mengambil inisiatif yang luar biasa dengan mendirikan surat kabar khusus untuk perempuan, yang diberi nama “Soenting Melajoe”.
BACA JUGA : Lima Tokoh Perempuan Minangkabau yang menjadi Pahlawan Nasional
Didukung oleh bimbingan Soetan Maharadja, yang pada saat itu menjadi kepala redaksi surat kabar “Oetoesan Melajoe,” dan seorang redaktur pelaksana di Padang, Rohana memimpin dengan penuh semangat dan tekun surat kabar tersebut dari kota Bukittinggi. Tindakannya ini adalah bukti konkret dari dedikasinya terhadap literasi, serta semangatnya dalam memberikan wadah bagi suara perempuan dalam ruang jurnalistik yang saat itu didominasi oleh laki-laki.