TOPSUMBAR – Keberagaman yang dimiliki Indonesia sangatlah menarik seperti suku, masakan, bahasa, adat istiadat, pariwisata dan seni. Salah satunya adalah tradisi tato suku Mentawai Kepulauan Mentawai di Siberut, Sumatera Barat.
Hingga saat ini, suku Mentawai masih mempertahankan tradisi yang diturunkan secara turun temurun. Salah satu yang paling unik adalah tato Mentawai yang merupakan seni tato rajah tertua di dunia.
Suku Mentawai merupakan penduduk asli Kepulauan Mentawai di Sumatera Barat. Dikenal sebagai suku tertua di Indonesia.
Jangan heran, jika melihat pria dan wanita Mentawai dipenuhi tato. Bagi mereka, tato ibarat pakaian. Faktanya, keberadaannya adalah sebuah identitas.
Seni tato yang mereka gunakan jauh dari kata modern. Tinta yang digunakan berasal dari arang yang dihancurkan atau kayu yang dibakar, yang kemudian dicampur dengan air tebu.
Pada prosedur selanjutnya, duri atau jarum yang direndam tinta dimasukkan ke dalam lapisan kulit untuk membuat berbagai motif.
Inilah tato Mentawai. Mereka memiliki tato di pergelangan kaki, jari tangan, dada, tulang rusuk, leher dan pipi.
Tato Mentawai merupakan salah satu bentuk identitas yang membedakan satu marga dengan marga lainnya. Masyarakat Mentawai juga meyakini tato merupakan cerminan semangat hidup mereka.
Tentu saja berbagai motif yang tergambar di tubuhnya tidak sembarangan. Tato Mentawai disebut titi atau tiktik, atau identitas. Sama seperti status, tato menggambarkan segala sesuatu mulai dari asal usul dan status sosial hingga kehebatan sang pemburu.
Bukan sembarang tato, setiap desain yang mereka gambar di tubuhnya mempunyai filosofi tertentu. Tak hanya itu, tato milik suku Mentawai ini usianya sudah sangat tua, bahkan tertua di dunia.
Namun, Suku Mentawai dikenal dengan sebutan Proto-Melayu, berasal dari daratan Asia atau Indocina yaitu Yunnan pada Zaman Logam 1500 SM hingga 500 Masehi. Kemiripan dengan tato Mentawai dapat ditemukan pada budaya dan seni Dong Sen di Vietnam.
Meski tato sudah menjadi sebuah identitas, namun jarang sekali masyarakat Mentawai yang masih bertato.
Kalaupun ada, sebagian besar masyarakatnya berasal dari daerah yang masih melestarikan adat istiadatnya.
Seperti halnya masyarakat yang tinggal di pedalaman Siberut. Disana masyarakatnya masih menganut ajaran yang disebut “Arat Sabulungan”. Mereka meyakini tato tidak bisa dipisahkan dari kehidupan Mentawai.
“Saya berasal dari desa Butui dan seperti inilah tato saya,” kata Aman Koddai, yang baru beberapa tahun dinobatkan sebagai “sikerei”.
Sikerei adalah sebutan kolektif untuk dukun, pelatih hewan, pemimpin ummat, atau rumah komunal besar di pedalaman Siberut.
Tato Aman Koddai menggambarkan sinar matahari. Kulitnya juga memiliki garis-garis biru tua yang melekat padanya.
Tato memiliki makna filosofis yang mendalam bagi masyarakat Mentawai. Ada berbagai motif yang tergambar di tubuh mereka.