TOPSUMBAR– Mak Itam Sawahlunto, merupakan sosok yang memiliki peran penting dalam sejarah kereta api di tanah Minang. Dia adalah figur yang mewakili kejayaan masa lalu kereta uap, yang saat ini hanya menjadi kenangan yang dibekukan modernitas.
Jejak perjalanan Mak Itam ini bisa kita temukan dalam sumber resmi pemerintah Indonesia, yaitu website indonesia.go.id. Nama “Mak Itam” sendiri mengacu pada lokomotif uap berwarna hitam yang sering digunakan sebagai lambang sejarah kereta api, dengan nomor seri E1060 di Sumatera Barat.
Mak Itam dijuluki demikian, karena warna hitam yang dominan pada lokomotifnya, hasil dari pembakaran batu bara di tabung pembakaran. Lokomotif ini dibuat di Maschinenfabrik di Esslingen, Jerman, dan dikirim pada tanggal 21 Oktober 1966, menjadi produk terakhir sebelum pabrik tersebut berhenti beroperasi.
Asap hitam yang khas dari Mak Itam berasal dari proses pembakaran dalam tabung lokomotifnya. Selama setengah abad, Mak Itam setia mengabdi sebagai penarik gerbong batu bara dan penumpang di kawasan Ombilin, Sawahlunto.
Akhirnya, setelah 50 tahun berkiprah, Mak Itam mengakhiri masa jayanya bersama dengan 5 gerbong tua lainnya. Stasiun tempatnya berdinas kemudian diresmikan sebagai Museum Kereta Api Sawahlunto pada tanggal 17 Desember 2005 oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Sebelum menemukan tempatnya di Museum Kereta Api Sawahlunto, Mak Itam sempat singgah di Museum Kereta Api Ambarawa, Jawa Tengah. Inilah tempat tinggal pertamanya setelah pensiun dari tugas sebagai lokomotif uap.
Pada tahun 1988, Mak Itam dipindahkan setelah PT KAI (Perusahaan Jawatan Kereta Api, nama yang digunakan saat itu) memperkenalkan lokomotif diesel sebagai pengganti lokomotif uap untuk mengangkut batu bara di Ombilin.
Namun, pada 3 Desember 2007, Mak Itam kembali ke Sawahlunto atas permintaan Pemerintah Kota Sawahlunto, yang ingin menambah koleksi lokomotif di Museum Sawahlunto. Saat itu, kondisi Mak Itam masih beroperasi dengan baik dan menjadi salah satu dari tiga lokomotif uap yang masih mampu beroperasi, bersama dengan lokomotif uap penarik kereta wisata rute Ambarawa-Bedono dan lokomotif uap penarik Jaladara, sebuah kereta wisata di Kota Solo.
Pada awal tahun 2009, Mak Itam kembali beroperasi sebagai penarik gerbong kereta wisata rute pendek, jalur Sawahlunto-Muaro Kalaban, dengan jarak 8 kilometer. Selain itu, pada tahun yang sama, ia juga digunakan secara bergantian dengan lokomotif diesel dalam menjalankan tugas sebagai penarik kereta wisata menuju Danau Singkarak. Dalam satu perjalanan, lokomotif uap ini bisa menghabiskan sekitar satu ton batu bara sebagai bahan bakar.
Mak Itam terakhir kali digunakan sebagai penarik kereta wisata saat penyelenggaraan lomba balap sepeda internasional, Tour de Singkarak, pada tahun 2011 dan 2012. Saat itu, Mak Itam membawa peserta balap sepeda dari 23 negara dalam perjalanan wisata sebelum lomba dimulai.
Setelah acara tersebut berakhir, Mak Itam tidak lagi digunakan sebagai penarik kereta wisata di Sawahlunto, karena mengalami cedera fatal akibat kebocoran pada pipa pemanas air di ruang pembakaran. Cedera ini membuat lokomotif tersebut lumpuh untuk sementara waktu, dan karena tidak tersedia lagi suku cadang yang diperlukan, Mak Itam tidak dapat dioperasikan lebih lanjut.