TOPSUMBAR – Tanaman karet, dengan nama latin Haveae brassiliensis, telah menjadi sumber pendapatan utama bagi sebagian besar penduduk di Sumatera Barat. Meskipun bukan tanaman asli Indonesia, keberadaannya kini telah menjadi penopang ekonomi sehari-hari para petani di daerah ini.
Tidak hanya para petani, roda perekonomian secara keseluruhan juga bergantung pada tanaman perkebunan yang menghasilkan lateks ini. Pasar-pasar di Sumatera Barat dapat menjadi lengang dan aktivitas jual-beli menjadi lesu jika harga karet turun.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2022, luas tanaman karet di Sumatera Barat mencapai 180.212 hektar.
Namun, tahukah Anda di mana saja sentra perkebunan karet di Sumatera Barat?
- Kabupaten Dharmasraya
Kabupaten ini didirikan pada tahun 2003 sebagai pecahan dari Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung. Luas perkebunan karet di Dharmasraya mencapai 40.990 hektar, setara dengan 22 persen dari total luas perkebunan karet di Sumatera Barat. - Kabupaten Sijunjung
Kabupaten ini mengalami perubahan nama pada tahun 2008 dari Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung menjadi Kabupaten Sijunjung. Luas perkebunan karet di Kabupaten Sijunjung mencapai 34.192 hektar, setara dengan 18,9 persen dari total luas perkebunan karet di Sumatera Barat. - Kabupaten Pasaman
Kabupaten ini memiliki anak kabupaten bernama Kabupaten Pasaman Barat. Luas perkebunan karet di Pasaman mencapai 33.155 hektar, setara dengan 18,3 persen dari total luas perkebunan karet di Sumatera Barat.
Inilah tiga daerah sentra perkebunan karet di Sumatera Barat. Namun, bagaimana dengan kesejahteraan petani karet saat ini?
“Kok dapek, sakilo gota bisa taboli boghe sakilo handaknyo,” ujar seorang petani bernama Hendrizal beberapa waktu lalu. Artinya, jika mungkin, harga sekilo lateks setara dengan harga sekilo beras.
Diketahui, saat ini harga beras per kilogram adalah Enam Belas Ribu Rupiah di Pasar Sijunjung. Sementara itu, harga lateks (getah pohon karet yang telah disadap) hanya Tujuh Ribu Rupiah.
(AG)