TOPSUMBAR – Berbicara tentang kekayaan alam dan budaya di Sumatra Barat. Ada satu ikon yang mungkin luput dari perhatian banyak orang, namun memiliki nilai seni dan budaya yang begitu mendalam. Ayam Kukuak Balenggek.
Sebuah spesies ayam yang tidak hanya menonjolkan keindahan fisik, namun juga kemampuan bernyanyi yang memikat.
Ayam ini diduga sebagai turunan dari ayam hutan merah. AKB memiliki suara kokok yang panjang, bertingkat-tingkat, dan mampu mengeluarkan hingga 24 suku kata. Keunikan suara ini menjadikan AKB dikenal sebagai ayam penyanyi, dan bahkan menarik perhatian Pangeran Akishino dari Jepang yang khusus datang ke Sumatra Barat hanya untuk mendengarkan kokokannya.
Pola kokok AKB begitu berbeda jika dibandingkan dengan ayam pelung dari Jawa Barat atau ayam bekisar. Kokokannya terdiri dari tiga bagian yaitu depan, tengah, dan belakang, yang disebut dengan lenggek kokok. Bagian depan terdiri dari satu suku kata, tengah dua suku kata, dan bagian belakang melanjutkan hingga suku kata terakhir.
Kemasyhuran AKB bukan hanya diakui oleh masyarakat setempat. Sejak tahun 1989, pemerintah daerah di Sumatra Barat rutin mengadakan kontes AKB.
Elemen penilaian dalam kontes meliputi kemerduan kokok, keselarasan, intensitas, hingga tingkat kelangkaan. Mengingat keunikannya, harga AKB pun menjadi mahal, terutama bagi yang memiliki kokok berkualitas. Harga satu ekor AKB yang berkualitas bisa mencapai Rp1,5 juta atau lebih.
Bentuk Fisik Ayam Kukuak Balenggek
Dari segi fisik, AKB memiliki perawakan gagah dengan bulu yang mengkilat. Variasi warna bulunya pun beragam, mulai dari merah, hitam, kuning, putih, hingga kombinasi beberapa warna. Setiap AKB memiliki nama berdasarkan karakteristik fisiknya, seperti warna bulu, kaki, dan mata.
Ada delapan kategori utama dalam penamaan AKB, antara lain tadung, pileh, jalak, kurik, putih, kanso, biring, dan kinantan.
Berdasarkan bobot, AKB diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu ayam gadang dengan bobot hingga 2 kilogram lebih, dan ayam ratiah yang bobotnya lebih ringan. Ada juga ayam ratiah dengan kaki pendek, yang berjalan seakan merangkak, kondisi ini disebabkan oleh faktor genetik.
Walaupun mungkin belum sepopuler ayam pelung atau ayam ketawa, AKB tetap memiliki tempat khusus di hati masyarakat, terutama bagi penggemar ayam hias. Faktanya, AKB sudah dikenal sejak tahun 1981 ketika seorang insinyur dari Belanda membawa pasangan AKB ke negaranya, terpesona dengan suara merdunya.
Pemerintah Kabupaten Solok pun menjadikan AKB sebagai maskot fauna daerah, sebuah bentuk apresiasi atas keunikan dan keistimewaan yang dimiliki oleh ayam ini.
Secara keseluruhan, Ayam Kukuak Balenggek bukan hanya simbol kebanggaan bagi Sumatra Barat, tetapi juga menunjukkan kekayaan budaya dan keanekaragaman hayati Indonesia.
Ayam ini menjadi saksi bisu akan keunikan yang dimiliki oleh negeri ini, dan tentunya patut untuk dihargai dan dilestarikan.
(Fiyu)