Menjelang masuknya tentara pendudukan Jepang pada 17 Maret 1942, Kota Padang telah ditinggalkan begitu saja oleh Belanda karena kepanikan mereka. Pada saat bersamaan Soekarno sempat tertahan di kota ini karena pihak Belanda waktu itu ingin membawanya turut serta melarikan diri ke Australia. Kemudian panglima Angkatan Darat Jepang untuk Sumatera menemuinya untuk merundingkan nasib Indonesia selanjutnya. Setelah Jepang dapat mengendalikan situasi, kota ini kemudian dijadikan sebagai kota administratif untuk urusan pembangunan dan pekerjaan umum.
Padang Ditetapkan jadi Ibu Kota Provinsi
Berita kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 baru sampai ke Kota Padang sekitar akhir bulan Agustus. Namun pada 10 Oktober 1945 tentara Sekutu telah masuk ke Kota Padang melalui pelabuhan Teluk Bayur, dan kemudian kota ini diduduki selama 15 bulan. Pada 9 Maret 1950, Kota Padang dikembalikan ke tangan Republik Indonesia setelah sebelumnya menjadi negara bagian RIS melalui surat keputusan Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) nomor 111. Kemudian, berdasarkan Undang-undang Nomor 225 tahun 1948, Gubernur Sumatera Tengah waktu itu melalui surat keputusan nomor 65/GP-50, pada 15 Agustus 1950 menetapkan perluasan wilayah Kota Padang. Pada 29 Mei 1958, Gubernur Sumatera Barat melalui Surat Keputusan Nomor 1/g/PD/1958, secara de facto menetapkan Padang menjadi ibu kota provinsi Sumatera Barat, dan secara de jure pada tahun 1975, yang ditandai dengan keluarnya Undang-undang Nomor 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah. Kemudian, setelah menampung segala aspirasi dan kebutuhan masyarakat setempat, pemerintah pusat mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 1980, yang menetapkan perubahan batas-batas wilayah Kota Padang sebagai pemerintah daerah.
Melalui ketetapan Gubernur Sumatera Barat tanggal 17 Mei 1946 No 103 Padang ditetapkan menjadi kota besar. Walikota Padang pertama adalah, Mr.Abubakar Ja’ar (1945-1946), menjabat beberapa bulan saja. Mr Abubakar Ja’ar dipindahkan menjadi residen di Sumatera Timur. Selanjutnya Padang dipimpin oleh Bagindo Aziz Chan (1946-1947) yang dikenal sebagai Walikota Pejuang. Beliau gugur tanggal 17 Juli 1947 di tangan penjajah Belanda.
Setelah Bagindo Aziz Chan gugur, Belanda me-lakukan agresi I, akibatnya secara de fakto Belanda menguasai Padang. Untuk itu pemerintahan kota Padang dipindahkan ke Padang Panjang dengan walikotanya Said Rasyad (1947). Pemerintahan Said Rasyad berlangsung tidak lama karena timbulnya agresi ke II. Walikota berikutnya adalah Dr.A.Hakim (1947—1949) dan memerintah tidak terlalu lama. Setelah pemulihan kedaulatan RI tahun 1949 Padang dipimpin oleh Dr. Rasyiddin sebagai walikota yang ke lima (1949-1956).
Melalui surat keputusan Gubernur Sumatera Tengah tanggal 15 Agustus 1950 No 65/GP-50 ditetapkan pemerintahan kota Padang sebagai suatu daerah otonom. Walikota keenam (1956-1958), Pada tahun 1958-1966 Padang dipimpin oleh Z.A.St.Pangeran sebagai walikota ke tujuh. Berikunya walikota Padang adalah Drs. Azhari sebagai walikota ke delapan dan pada tahun 1967-1971 Padang dipimpin oleh Drs.Achirul Yahya yang merupakan Walikota ke sembilan Dengan keluarnya UU No 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintah di daerah, kota Padang di samping daerah otonom ,juga merupakan wilayah administratif dikepalai oleh seorang walikota dan waktu itu diangkat sebagai walikota Padang ke sepuluh adalah Drs. Hasan Basri Durin (1971-1983). Sesuai dengan PP No. 17 Tahun 1980 Padang diperluas menjadi 694,96 Km2 terdiri dari 11 kecamatan dengan 193 kelurahan.
Setelah Drs. Hasan Basri Durin selesai melaksanakan tugasnya sebagai walikota Padang, maka diangkatlah Syahrul Ujud,SH sebagai Walikota Kota Padang kesebelas dengan kepemimpinannya selama sepuluh tahun (1983-1993). Berakhirnya kepemimpinan Syahrul Ujud, SH tongkat estafet kepemimpinan kota Padang diserahkan kepada Drs. Zuiyen Rais, MS (1993-2003) yang merupakan Walikota Padang ke dua belas. Tahun 2004-2014, dua kali periode, Walikota Padangnya adalah Drs. Fauzi Bahar, Msi. Tahun 2014-2019 dengan walikotanya Mahyeldi Ansharullah, SP.
Di tahun 2019 Mahyeldi Ansharullah, SP kembali maju berpasangan dengan Hendri Septra menjadi Walikota Padang, namun ditengah jalan pemerintahannya, Mahyeldi Ansharullah kembali maju pada pemilihan Gubernur Sumatera Barat berpasangan dengan Audy Joinaldy. Maka Kota Padang dipimpin oleh Hendri Septra yang naik jabatan menjadi Walikota Padang periode 2019-2024. Cukup lama kota Padang terjadi kekosongan jabatan Wakil Walikota Padang, pada tahun 2023 barulah Padang memiliki wakil walikota yang dijabat Ekos Albar dengan sisa masa jabatan sampai 2024.